Mohon tunggu...
Fini RosyidatunNisa
Fini RosyidatunNisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Hobby saya adalah membaca, menulis, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Cerewet, Ayah Emosi, dan Korbannya Buah Hati

17 April 2023   22:01 Diperbarui: 18 April 2023   04:09 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Si suami baru saja pulang kerja, ia masuk rumah dengan membentak dan berkata kasar kepada istrinya. Seorang istri yang dibuat kesal dari tadi, perkara suami keluar rumah sudah sangat lama, sejak pagi hari. Dan yang membuat kesal, suami keluar dengan motor istri. Sehingga bentakan dari si suami, istrinya pun membalas dengan bentakan juga. Suasana menjadi keruh...... 

Dari sedikit cerita di atas, aku mencoba menguraikan satu persatu. Pertama yang aku dapatkan adalah motor yang menjadi hak istri, lantas apakah suaminya tidak memiliki motor?

Maka pertanyaan ku ini dijawab oleh teman ku yang dari tadi bercerita, motor suami lagi ada di rumah sakit alias bengkel, dan sudah seminggu ini tidak dapat diambil karena tidak memiliki uang. Sedangkan motor milik istri adalah hak penuh milik istri, pemberian dari ayah si istri sejak dulu saat ia masih gadis.

Oke,selanjutnya aku bertanya "Kenapa istrinya kesal padahal suaminya berangkat kerja?". Temanku kembali memberikan jawabannya, bahwa si suami baru saja pulang berlayar, dua hari ini memang masih harus membereskan bekas-bekas dari berlayar di pelabuhan. Dan berhubung si suami berpamitan pergi dengan mengatakan, "Aku keluarnya sebentar saja". Dan di sisi yang lain, si istri sudah dihubungi ayahnya terus-terusan, sang ayah dari istri meminta tolong untuk diantarkan obatnya yang kemarin dibeli dari apotek. Jarak rumah si istri dengan ayahnya kira-kira 20 menit. 

"Owalah, jika begitu pantas si istri marah?" ujar ku. "Sebentar, ceritanya belum selesai!" sanggah temanku. Aku pun masih dengan antusias mendengarkannya.

Si suami sudah dihubungi istri untuk segera pulang, dan panggilan dari istri selalu ditolak. Tidak lama setelah panggilan itu, suami sampai rumah, di sore hari. Dan pertama kali si istri-lah yang memulai keributan ini, "Katanya sebentar, gitu kalau sudah keluar rumah tidak ingat jalan pulang.". Suami dalam keadaan capek, "Iya, aku disana tadi ternyata banyak kerjaan, jadi belum boleh pulang sama bosnya. Saat kamu telfon tadi aku lagi di jalan. Masak iya aku angkat!". Si istri masih termakan dengan rasa kesal, ia masih saja mengomel. Tapi suami tidak mempedulikan.

Akhirnya si suami duduk sambil charger hp dan main game. Dari arah dapur menuju kamar tidur, istrinya berjalan sambil nyeloteh lagi "Sudah sana mandi, apa yang kamu lakukan kalau cuman duduk-duduk disini", sii istri langsung nyelonong masuk kamar. Eh taunya, si suami emosi dan menendang berkali-kali lemari pakaian yang terbuat dari plastik sembari marah-marah ia mengatakan, "Aku itu suami, pulang kerja capek. Baru saja sampai rumah kamu omel-omel terus". 

Lalu datanglah ibu si suami yang ikut memegang, menahan, dan menarik tubuh si suami agar keluar kamar. Bisa dibayangkan laki-laki dewasa yang menendang lemari plastik berkali-kali, maka pintunya sudah rusak terlepas jatuh ke lantai. 

Suami masih saja emosi, dan ibu si suami terus menariknya agar mau duduk di ruang tamu. Ketika ibu suami itu berkata, "Sudah, aku yang malu sama tetangga kalau ribut begini" Singkat cerita, si suami mereda dan kembali bermain hp. Si istri menangis, padahal ia yang menyulut emosi pertama kali.

Sekarang gantian teman ku yang bercerita bertanya, "Jika kamu yang melihat kejadian ini, apa yang bisa kamu pelajari?". 

Semua orang jelas memiliki pendapatnya masing-masing, karena tidak ada buah pikiran manusia yang buruk, melainkan pasti ada hikmahnya yang baik. 

Bagi ku pribadi, keduanya kurang berkomunikasi. Alangkah baiknya kalau suami bisa memberikan informasi kepada istrinya, jika ternyata masih harus berlama dengan pekerjaan. Si istri demikian, bisa berkomunikasi kepada ayah si istri untuk mengantarkan obatnya sepulang suami kerja, juga alhamdulillah keadaan ayahnya sehat. Jadi tidak perlu terburu untuk pergi kesana. Dan yang terpenting si istri harus kembali ingat bahwa ridho wanita selepas menikah adalah suami, bukan lagi ayahnya. Suami-lah kini prioritasnya.

Setidaknya bagi istri  bisa sedikit bersabar, tidak langsung mengomel memancing emosi. Dan suami sama saja, bersabar sebentar tidak mudah tersulut emosi, bahkan tidak perlu menendang lemari pakaian sampai rusak. Coba dipikir pada ending ceritanya yang rugi adalah kedua belah pihak.

Lebih miris lagiketika pertengkaran ini terjadi, anak keduanya yang masih berusia 5 tahun, dan 9 bulan melihat kejadian yang tidak benar itu. Justru, lebih kasihan buah hatinya mendapatkan pengalaman buruk langsung dari kedua orangtuanya . Maka alangkah baiknya, suami dan istri memperhatikan kondisi terbaik yang akan dikonsumsi oleh mata sang anak.

Tatkala dikatakan, "Alangkah baiknya", itulah kehidupan rumah tangga yang akan selalu diuji, untuk membuktikan seberapa kuat cinta itu bertahan. Keduanya harus terus berkemauan untuk bersama memperbaiki diri demi mencapai visi dan misi rumah tangga yang telah disepakati.

 Well, jangan jadi Ibu yang menyulut emosi, jangan jadi ayah yang mudah emosi! Harap keduanya lebih bersabar lagi, demi buah hati agar tidak menjadi korban egoisnya masing-masing pribadi.

Selamat malam,

Mari menjaga kesehatan mental anak-anak penerus bangsa:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun