Bagi ku pribadi, keduanya kurang berkomunikasi. Alangkah baiknya kalau suami bisa memberikan informasi kepada istrinya, jika ternyata masih harus berlama dengan pekerjaan. Si istri demikian, bisa berkomunikasi kepada ayah si istri untuk mengantarkan obatnya sepulang suami kerja, juga alhamdulillah keadaan ayahnya sehat. Jadi tidak perlu terburu untuk pergi kesana. Dan yang terpenting si istri harus kembali ingat bahwa ridho wanita selepas menikah adalah suami, bukan lagi ayahnya. Suami-lah kini prioritasnya.
Setidaknya bagi istri  bisa sedikit bersabar, tidak langsung mengomel memancing emosi. Dan suami sama saja, bersabar sebentar tidak mudah tersulut emosi, bahkan tidak perlu menendang lemari pakaian sampai rusak. Coba dipikir pada ending ceritanya yang rugi adalah kedua belah pihak.
Lebih miris lagiketika pertengkaran ini terjadi, anak keduanya yang masih berusia 5 tahun, dan 9 bulan melihat kejadian yang tidak benar itu. Justru, lebih kasihan buah hatinya mendapatkan pengalaman buruk langsung dari kedua orangtuanya . Maka alangkah baiknya, suami dan istri memperhatikan kondisi terbaik yang akan dikonsumsi oleh mata sang anak.
Tatkala dikatakan, "Alangkah baiknya", itulah kehidupan rumah tangga yang akan selalu diuji, untuk membuktikan seberapa kuat cinta itu bertahan. Keduanya harus terus berkemauan untuk bersama memperbaiki diri demi mencapai visi dan misi rumah tangga yang telah disepakati.
 Well, jangan jadi Ibu yang menyulut emosi, jangan jadi ayah yang mudah emosi! Harap keduanya lebih bersabar lagi, demi buah hati agar tidak menjadi korban egoisnya masing-masing pribadi.
Selamat malam,
Mari menjaga kesehatan mental anak-anak penerus bangsa:)