Mohon tunggu...
Fini RosyidatunNisa
Fini RosyidatunNisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Hobby saya adalah membaca, menulis, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berlian yang Disia-siakan

6 Januari 2023   21:46 Diperbarui: 6 Januari 2023   21:55 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: bola.com

"Ada apa di Jakarta?"

Kak Dea menatapku kosong, sejenak kemudian ia menaruh sendok dan garpunya, matanya menerawang ke luar jendela.

"Yaah, lu tau lah hidup di Jakarta keras.." jawabnya.

"Sekeras apa sampe lu bisa kehilangan pendirian?", tanyaku heran.

 Aku tak tau latar belakang keluarganya, tapi kakeknya adalah orang terpandang di desa yang paham agama. Bahkan saat di SMP dulu jilbab dan seragamnya lebih lebar dari kita, padahal dalam aturan sekolah jilbab tidak boleh terlalu panjang agar tidak menutupi lambang-lambang sekolah di lengan. Tapi ia tetap memakainya sesuai dengan perintah kakeknya. Setelah beberapa kali ku pancing ia mulai bercerita.

"Banyak yang terjadi di 2 tahun ini fa, berat banget sampe gua sempat nyoba bunuh diri." Ia tertawa kecil.

"Trus berhasil gak bunuh dirinya?", tanyaku tanpa menatapnya.

"Heh kalo gua berhasil, sekarang lu lagi ngobrol sama arwah", Ia memukulkan sendoknya ke arahku.

Aku tertawa, kutatap matanya yang sendu. Aku tak menyangka kisah hidupnya akan seperti itu, dulu aku sempat iri dengannya karena ia punya segalanya. Wajah yang rupawan dengan banyak prestasi gemilang, hidupnya pun berkecukupan dibawah kasih sayang keluarganya meski hidup jauh dari orang tuanya.

            Saat Ia pindah ke Jakarta awalnya baik-baik saja, ayahnya  mendaftarkan kak Dea ke SMA favorit di daerahnya, dengan kecerdasannya ia diterima bahkan berhasil masuk ke kelas akselerasi. Awalnya ia masih teguh dengan pakaiannya dan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan oleh kakeknya namun lama-lama ia terbawa arus pergaulan modern, ajaran agama yang dulu didapat saat tinggal bersama kakek neneknya mulai ditinggalkan, pakaiannya pun mulai terkikis sedikit demi sedikit. Orang tuanya tak mempermasalahkan pergaulannya, mereka sibuk bekerja. Seperti pola pikir kebanyakan orang tua yang mengira anaknya akan bahagia dengan harta, kak Dea dibebaskan asal tetap bisa menjaga prestasinya. Satu tahun SMA, pergaulan remaja metropolitan banyak membawa perubahan bagi pribadi kak Dea, dirumah Ia lebih banyak menghabiskan waktu di kamar, Ayah ibunya bekerja sampai larut malam dan mereka hanya berkumpul saat sarapan pagi.

Di tahun kedua SMA inilah kak Dea berada di titik terendah dalam hidupnya. Beberapa minggu ini kak Dea sering mendapati kedua orang tuanya bertengkar, Ibunya  menuduh sang Ayah selingkuh dan mengungkit-ungkit masa lalu. Tanpa sengaja kak Dea beberapa kali mendengar mereka bertengkar namun Ia ragu dengan apa yang Ia dengar. Sejak saat itu kak Dea enggan pulang ke rumah, Ia sering menginap di rumah temannya dengan alasan sedang mengerjakan tugas. Hingga suatu malam saat kak Dea pulang ke rumah Ia mendapati kedua orang tuanya di ruang tamu, dihadapan mereka ada sebuah kertas. Awalnya kak Dea tidak peduli dan langsung berjalan menuju kamarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun