"Manusia selalu mendambakan sebuah kepastian. Jika tidak, maka selamanya terkurung dalam hidup yang rancu dan penuh keraguan. Mungkin semesta turut berhenti untuk memaki setiap jiwa yang sadar akan ketergelinciran dirinya, usai dilema kesadaran palsu. Atau bisa saja membiarkan mereka larut dan terperosok masuk ke dalam jurang, tanpa sepenggal peringatan, serta pengampunan." Celoteh seorang pria tua beralis puti, sambil memutarkan biji-biji tasbih yang biasa ia gunakan selepas menunaikan ibadahnya. Sementara dibiarkan kitab suci Al-Qur'an tergeletak di atas papan penyangga, terkatup rapat.
Pria tua itu tampak seperti sudah sepuh.
"Tapi kek, bagaimana dengan Tuhan-ku..." celetuk seorang lelaki, "Allah?" Imbuhnya, yang terlihat seperti seorang pemuda berumur belasan Tahun.
 "Maka berpegang teguhlah pada setiap ajaran yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an. Segeralah meminta kepada-Nya akan kesiapan ruhani, sebelum menghadapi malam kepastian nanti."
"Malam kepastian? Apa itu artinya, kek?" Pemuda berambut gondrong itu kembali bertanya dengun penuh rasa keingintahuan, sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepala yang tak terasa gatal. Sedang pria tua itu lekas berdiri, sejurus menghadapkan wajahnya ke arah jalanan yang berlubang---dari balik jendela ber-teralis besi, ia menyaksikan pemandangan hilir mudik orang-orang melintas di depan rumahnya. Dihelanya nafas dalam-dalam, sebelum sesaat menjawab pertanyaan pemuda itu.
 "Siapa saja yang beribadah pada malam tersebut, maka ia akan mendapatkan nilai yang sama dengan ibadah seribu bulan... bagi yang mendapatkannya." Lirih kakek, "jika saja kamu mau menghitungnya, seribu bulan itu kurang lebih sama dengan delapan puluh Tahun umur manusia."
Bagi yang mendapatkannya?
Pemuda itu tercenung mendengar jawaban seorang pria tua, yang dipanggilnya kakek. Merasa belum puas akan jawaban yang terlontar darinya, lalu ia kembali bertanya. "Memangnya ada apa dengan malam kepastian itu, kek?"
"Sebuah peristiwa perang badar. Kali pertamanya terjadi dalam sejarah agama Islam, yang kemudian Al-Qur'an memberi nama lainnya sebagai perang pembeda, Al-Furqan. Antara kekuatan al-haqq, dengan kekuatan bathil. Dan pada kemudian hari, perang badar pun dinamakan sebagai hari bertemunya dua kekuatan, yaum altaqal jam'an. Sebagaimana Al-Qur'an melukiskannya dalam surat Ali Imran, ayat seratus lima puluh lima. Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemunya dua pasukan itu, hanya saja mereka yang digelincirkan setan..."
"Oh..." pemuda itu mengangguk, seolah memahami betul apa yang dibicarakan oleh kakeknya.