Jilbab, atau hijab, sejatinya adalah perintah Alloh yang dikhususkan bagi kaum perempuan untuk melindungi kaum perempuan itu sendiri. Sayangnya, makin banyak saja yang mempertanyakan manfaatnya, bahkan meragukan perintah untuk berhijab itu sendiri. Dan menghadapi argumentasi yang nampaknya logis dengan dalil-dalil yang sepintas akurat bahwa perintah berhijab itu tidak ditujukan untuk seluruh kaum perempuan, maka apalah yang bisa dikatakan untuk menanggapinya selain cukup dengan menukil sebuah ungkapan:
"Dalam kondisi seberat apa pun, jika ada niat maka akan muncul seribu jalan. Namun jika sudah muncul rasa enggan, semudah apa pun urusan, yang muncul adalah seribu alasan."
Maka siapalah yang paling mengenal manusia kecuali Sang Penciptanya sendiri. Dan yang paling tahu metode apa yang harus ditempuh manusia untuk melindungi dirinya sendiri, tentu Alloh jugalah yang paling tahu. Dan Alloh memang menciptakan manusia pada umumnya, serta wanita pada khususnya, sebagai pemuja keindahan dan kecantikan. Manusia, sebagai makhluk yang dianugerahi fitrah tidak pernah merasa puas, begitu melihat sebuah keindahan maka dia akan berusaha untuk meniru dah kemudian setelah merasa bosan dengannya akan berusaha melampauinya (mendapatkan yang lebih lagi). Untuk itulah, Alloh memerintahkan kepada umat manusia untuk memelihara pandangannya. Bukan hanya pandangan dia pribadi, sebagai makhluk sosial manusia berkewajiban pula untuk memelihara pandangan manusia lain dari hal-hal yang memicu kesia-siaan. Salah satunya adalah dengan tidak melakukan provokasi penampilan. Dan jilbab/hijab adalah salah satu metode terbaik dalam membantu manusia untuk memelihara pandangan diri dan sesamanya agar terhindar dari kerugian-kerugian percuma. Jilbab/hijab adalah lambang kesederhanaan, yang ditujukan agar pemakainya menjadi tersamarkan, agar tidak menarik perhatian pihak lain. Jilbab/hijab merupakan sebuah aksi penanggulangan (preventif) agar tidak memercikkan bara kedengkian yang memancing seseorang untuk melakukan kesia-siaan untuk memiliki atau bahkan melampauinya.
Namun ketika jaman berubah, saat otak manusia dibiarkan mengembara liar menggali dan menemukan berbagai macam perangkat penyedia kenyamanan, dan bumi mulai mengeluarkan timbunan kekayaannya, pun ketika penampilan diposisikan sebagai penentu kemuliaan seseorang, maka kesederhanaan dianggap kian membosankan dan ketinggalan jaman. Kini dengan dukungan media-media yang kian cerdik, sebuah keindahan yang ditampilkan akan mengundang decak kagum penonton yang kemudian akan berlomba-lomba untuk meniru, lantas keinginan berimprovisasi dengan sendirinya akan muncul. Belum lagi ketika akhirnya keindahan tersebut diadopsi oleh industri komersil yang bertujuan pada keuntungan semata, maka sebuah keindahan menjadi wajib hukumnya untuk dilampaui guna mengantisipasi kebosanan pelanggan agar tidak tergiur oleh keindahan yang ditawarkan oleh pihak kompetitor. Maka, terjadilah kompetisi di dalam kompetisi; peperangan di dalam (organisasi) untuk memenangi peperangan di tingkat global.
**Mohon dipahami bahwa kompetisi yang kita bahas ini adalah semata kompetisi mengenai komoditi yang mematikan rasa syukur serta memantik rasa iri dan dengki.
Hingga tibalah masanya ketika jilbab dilirik sebagai the next rising star, untuk menjadi salah satu obyek kreativitas dengan tingkat komersialisme yang tinggi sehingga mampu menjadi komoditi industri unggulan yang menjanjikan gunungan rupiah maupun dollar. Dan sejak saat itulah jilbab/hijab hasil improvisasi mulai banyak berseliweran. Tidak hanya di media sekedar majalah atau pun televisi, namun telah menggurita menjadi sebuah trend fashion global berkat tutorial yang gampang dibuat dan diakses via situs video online populer. Maka dimulailah era hijab cantik dimana corak dan model hijab dibuat sedemikian gaya dan bergengsi; mulai dari yang imut, yang elegan, sampai yang glamor sehingga banyak memikat selera kaum hawa muda dan terutama para public-figur sehingga tidak butuh waktu lama bagi hijab cantik itu untuk meraih popularitas karena banyak digemari pula oleh para follower para pesohor. Maka, mulailah komunitas hijaber memasuki era baru kejayaan hijab dengan penambahan jumlah anggota yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, mulai dari gadis remaja, wanita karier, hingga ibu rumah tangga.
Hingga ketika akhirnya trend mulai mendekati titik jenuh, maka mulailah pola lama terulang kembali; ada sebagian pihak yang merasa bosan dengan jilbab/hijab yang begitu-begitu saja sehingga merasa perlu mencarikan solusi atas kejenuhan yang dia rasakan. Maka proses inovatif pun kembali berlanjut. Salah satunya adalah upaya mendaur ulang tradisi lama berupa pengaplikasian hijab punuk unta, yang sejatinya telah dilarang penggunaannya oleh Rasulullah sejak 1435 tahun silam. Dan upaya lainnya adalah munculnya fenomena lain yang disebut dengan istilah jilboob yang saat ini ramai memantik kontroversi.
Emang jilboob itu apaan to? Rupanya sebutan jilboob ini merupakan sebuah bentuk keprihatinan dari para hijabers yang merasa risih dengan perilaku sebagian saudari-saudarinya yang menganggap hijab/jilbab itu hanya sekedar penutup kepala semata sehingga tidak menjaga aurat lainnya yang disyaratkan. Sehingga sering kita jumpai para jilboobers adalah perempuan-perempuan yang mengenakan kerudung cantik namun penampilan keseluruhannya masih dapat dikategorikan sensual dengan lekuk tubuh yang masih nongol kemana-mana.
Menilik fenomena hijab cantik maupun jilboob yang tujuan asalnya adalah untuk memperlihatkan bahwa dengan mengenakan pakaian sesuai syar'i pun para perempuan masih dapat mempertahankan pesonanya, maka yang harus dipertanyakan adalah mempertahankan pesonanya di mata siapa? Jika jawabannya adalah di mata sang suami, tentulah penampilan jilbab cantik maupun jilboob sah-sah saja sepanjang masih dilakukan di zona privat. Namun jika menampilkan jilbab cantik atau pun jilboob dengan tujuan menarik perhatian manusia demi mendapatkan pujian dengan resiko menimbulkan rasa iri/dengki di hati sesama perempuan serta dan gejolak syahwat di dada para lawan jenis, tentulah hal ini patut dipersoalkan. Tidak bisa pemakai jilbab cantik atau jilboob berlepas tangan dari ekses yang ditimbulkannya dengan berdalih, "Itu kan tergantung hati masing-masing. Kalo hati kotor mau pake apa pun akan tetap disalahpahami." Dalih seperti ini bisa dikatakan sangat tidak bertanggung jawab. Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi dia telah mendapatkan pujian seperti yang diharapkannya, maka sudah seharusnya pula di sisi sebaliknya dia pun wajib bertanggung jawab atas efek yang timbul dari perbuatan yang sama. Seperti orang yang membuat api unggun demi mengharap hangat dan terang, selain menjaga agar percikan bunga api tidak membakar sekelilingnya, pastilah menyisakan abu yang harus dibereskan dan dibersihkan.
Ketika sebuah upaya untuk tidak menarik perhatian berubah menjadi sebuah ajang unjuk (atau pamer?) penampilan, akankah tujuan yang diharapkan dari usaha itu akan tercapai? Sulit untuk mengatakan 'IYA'. Ketika sebuah kekeliruan dibiarkan berlarut-larut maka dia akan diterima sebagai suatu kewajaran sehingga setiap upaya untuk membetulkannya akan dianggap sebagai sebuah kejahilan. Mumpung ini semua belum berlarut-larut maka cobalah jadikan pedoman berikut sebagai model dasar hijab yang benar.