Mohon tunggu...
findraw
findraw Mohon Tunggu... Administrasi - Indescripable

Indescripable

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Si Gagah yang Terlelap

3 September 2014   16:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:44 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_356978" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi Polti/Kompasiana (Tribunnews)"][/caption]

Di atas jalan sepanjang 1500 meter yang menghubungkan area perumahan kami dengan jalan raya, sedikitnya ada 32 polisi yang melintang tidur di tengah jalan. Awal-awalnya, kami sempat kaget mendapati 24 polisi tidur-polisi tidur  (polti) itu diberikan ijin melintang. Karena meski hanya berpenampang 6 meter, jalan kampung kami 'tampaknya' merupakan properti pemerintah kota dengan aspal hotmix yang ramai dilalui kendaraan karena dapat berfungsi sebagai jalan tembus yang menghubungkan dua jalan protokol. Tapi karena jalan tembus ini melintasi area padat penduduk, kami berusaha maklum terhadap keberadaan polti-polti tersebut dengan alasan menjaga keamanan warga.

Namun setelah beberapa saat berlalu dan setelah berkali-kali melindasnya, baru terasa bahwa bentuk polti yang dibangun itu menyusahkan pengguna jalan yang hendak melintasinya. Mungkin polti-polti tersebut dimaksudkan sama dengan pembuatan garis kejut yang lazim ditemui di setiap perlintasan kereta api, namun karena ketebalan polti itu mencapai sekitar 2cm, juga karena polti-polti tersebut disusun dengan pola unik yang mana pada masing-masing lokasi (ada 3 lokasi) diletakkan 8 buah polti dengan susunan: 4 polti kecil berjajar rapat kemudian 2-5 meter jeda lalu disambung lagi dengan 4 polti kecil berjajar rapat. Dan pola tersebut diulang kembali setiap jarak 20-40 meter, maka polti-polti tersebut tidak saja sukses memperlambat kendaraan yang melaju tapi juga menguncang penumpang berserta muatannya. Tanpa memandang  kendaraan roda empat, terlebih lagi bagi sepeda motor. Bahkan bagi kendaraan dengan sistem suspensi yang tidak muda lagi, hentakannya mampu membuat perut kaku dan barang-barang muatan berderak-derak.

1409651645306336812
1409651645306336812

Memang diakui bahwa polti adalah sarana paling mudah dan murah untuk mencegah kecelakaan akibat pengendara yang ugal-ugalan. Cukup dengan beberapa kubik aspal atau semen maka didapat polisi yang berjaga 24 jam seminggu 7 hari seminggu dengan biaya perawatan yang hampir nihil. Dibandingkan menggunakan, mungkin, metode jasa satpam yang membantu menyeberangkan jalan sekaligus memperingatkan pengendara yang hendak melintas yang dari segi biaya tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit, atau mungkin menggunakan metode edukasi dini  kepada anak-anak cara menyeberang jalan yang benar yang bagi sebagian besar kita akan menganggapnya sebagai tindakan kurang praktis serta menghabiskan banyak waktu, tenaga , dan perhatian dari ortu, tentu saja pengaplikasian polisi tidur terlihat sebagai pilihan termurah dan tercepat. Namun seperti biasa, everything has its own price; segala sesuatu pasti ada harganya. Segi praktis dan murah dari polti tersebut akhirnya harus dibayar dengan konsekuensi yang, meski mungkin tidak kelihatan*), akan terus membengkak; mulai dari potensi jalan rusak akibat beban kendaraan yang melambat, biaya perbaikan kendaraan akibat sering mengalami goncangan, hingga faktor hati pengendara lain yang tidak ridhlo. Dan semua itu terakumulasi setiap hari, terus-menerus sejak dibangunnya polti-polti tersebut.

Bukan keberadaan polti-polti tersebut yang sebenarnya dipersoalkan, melainkan bentuk polti yang kurang memperhatikan kepentingan pengendara kendaraan bermotor-lah yang menjadi masalah. Memang, polti adalah sarana paling mudah untuk memperlambat laju kendaraan bermotor yang melintas di suatu jalan. Namun hendaknya pembuatannya haruslah mempertimbangkan hak pengguna jalan yang lain. Tujuan utama polti yang sesungguhnya adalah untuk mencegah aksi pengguna jalan ugal-ugalan dari menyakiti pengguna jalan lain, maupun dirinya sendiri. Dan gara-gara perbuatan oknum BEBERAPA pengendara norak yang  jumlahnya tidak banyak, ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh polti-polti tersebut malah menjerat SEMUA pengendara yang melintas. Dari pengalaman saya sendiri, ketika mood sedang baik maka keberadaan polti-polti sadis itu tidak terlalu saya pusingkan. Namun ada kalanya ketika saat melintasi polti mood sedang krisis, seringkali kutukan bahkan doa buruk kerap terlontar kepada para pemrakarsa pembuatan polti tersebut. Seandainya saja para pemrakarsa itu mengetahui perbandingan jumlah kecelakaan yang berhasil mereka hindarkan,  dengan jumlah makian, kutukan, maupun doa buruk yang mereka terima setiap harinya. Sungguh amat disayangkan bila pada akhirnya niat mulia pembangunan polti-polti tersebut kemudian diibaratkan bom laut dan pukat harimau yang digunakann oleh nelayan tak bertanggungjawab sebagai senjata mendapatkan banyak ikan tanpa susah payah namun malah menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar bagi terumbu karang selaku lingkungan tempat ikan-ikan itu hidup. Semua itu hanya karena mempertimbangkan label 'cepat' dan 'murah' tadi.

* * *
Dalam sebagian riwayat dari Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ada seseorang laki-laki yang melewati ranting berduri berada di tengah jalan. Ia mengatakan, ‘Demi Allah, aku akan menyingkirkan duri ini dari kaum muslimin sehingga mereka tidak akan terganggu dengannya.’ Maka Allah pun memasukkannya ke dalam surga.”

Dalam riwayat lain, juga dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sungguh, aku telah melihat seorang laki-laki yang tengah menikmati kenikmatan di surga disebabkan ia memotong duri yang berada di tengah jalan, yang duri itu mengganggu kaum muslimin.”

Kisah sahih di atas diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Kitab “Al-Adzan“, Bab “Fadhlu Tahjir ila Zhuhri“, no. 652; dan Kitab “Al-Mazhalim“, Bab “Man Akhadzal Ghuzna wama Yu’dzinnas fith Thariq“, no. 2472; juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab “Al-Bir wash-Shilah wal Adab“, no. 1914; dan Kitab “Al-Imarah“, no. 1914.

* * *

Maka sudah sewajarnyalah bila pembuatan polti-polti tidak mengejar mudah dan murah semata, namun harus diimbangi pula dengan sedikit riset/percobaan bagaimana menciptakan polti yang mampu melambatkan namun tidak menyakiti kendaraan dan (hati) para pelintas jalan.

Sekedar saran, mungkin akan lebih baik jika polisi tidur dibuat lebih lebar dan landai atau bergelombang sehingga pengemudi yang terpaksa harus melambatkan laju kendaraannya akhirnya lebih merasa terayun daripada terguncang-guncang.

14096519171694369157
14096519171694369157

14097100971833878833
14097100971833878833

Mungkin dari segi dana akan membutuhkan biaya pembuatan yang lebih besar karena tentu saja akan membutuhkan jumlah material yang lebih banyak pula. Namun sebagaimana motto propinsi Jawa Timur, yang mungkin sudah dianggap kuno tapi tidak akan pernah ketinggalan relevansinya dengan dinamika jaman, yaitu: JER BASUKI MOWO BEYO; bahwa kebahagiaan itu membutuhkan modal. Modal bisa apa saja, duit, tenaga, waktu, bahkan mungkin hidup. Memang tampak ribet dan menyurutkan langkah, tapi mohon diingat-ingat bahwa jalan mengupayakan kebaikan itu tidak pernah mudah, bukan? Tapi menyerah bukanlah jawaban bagi setiap kesulitan yang menghadang. Kesulitan itu harus diselesaikan dengan baik dan tuntas agar tidak lantas menimbulkan efek turunan di kemudian hari di lain kesempatan.

NamBah:
Di tengah upaya membujuk hati agar terus bersabar atas keberadaan 24 polti sangar di timur jalan, beberapa bulan kemudian rupanya ada yang terinspirasi dengan keberadaan polti-polti tersebut dengan membangun 8 polti baru di ujung barat jalan. Namun kali ini dengan improvisasi, polti pendatang baru ini disusun berjejer rapat 2 buah pada 4 lokasi, dengan jarak antar lokasi +/- 50 meter.

14097101971030082102
14097101971030082102

[caption id="attachment_356951" align="aligncenter" width="568" caption="Maka terkepunglah kami.. ^_^"]

14097102551813288454
14097102551813288454
[/caption]

*) Tapi lagi-lagi kita mungkin harus mengkambing hitamkan perkembangan jaman, karena banyak manusia jaman sekarang yang sangat kasat mata; apa yang  tidak mereka lihat berarti tidak ada, maka tidak perlu dipikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun