Menanggapi pertanyaan di atas, bagi kita mungkin angka 50 ribu tahun tahun tidaklah bermakna apa-apa. Bahkan bisa jadi waktu sebanyak itu dianggap hanya terjadi pada ranah dongeng saja, karena tidak satu pun manusia beneran (maupun makhluk hidup mana pun) yang pernah mengecap dan merasakan masa yang terentang sepanjang 50 ribu tahun full, non-stop. Tapi tanyakanlah pertanyaan yang sama kepada matahari dan bumi. Seandainya saja mereka diijinkan untuk menjawab pertanyaan itu, maka nilai 50 ribu tahun yang kita anggap sebagai dongeng itu, bagi mereka ternyata tidak ada apa-apanya. Karena menurut perhitungan para ilmuwan, matahari telah memulai perjalanan hidupnya sejak lebih dari lima miliar tahun yang lalu. Sementara usia bumi lebih muda lagi, yaitu baru sekitar 4,6 milyar tahun. Bandingkan dengan usia umat manusia, sebagaimana hasil penelitian para ahli purbakala, yang menyebutkan bahwa usia peradaban manusia modern baru dimulai sekitar 200 ribu tahun silam. Atau masih lebih muda sekitar 4.599.8xx.xxx tahun dari awal pembentukan bumi.
Baiklah, 50 ribu tahun memang ada maknanya. Tapi apa pentingnya mempersoalkan waktu sebanyak itu bagi kita yang tidak akan pernah menjalaninya?
Memang, waktu 50 ribu tahun mungkin tetap saja tidak penting bagi orang-orang yang tidak mempercayai keberadaan tuhan. Tapi bagi orang yang memiliki iman, utamanya umat muslim, 50 ribu tahun adalah sebuah waktu yang niscaya akan dilalui kembali oleh setiap orang yang pernah singgah dan hidup di dunia ini.
Dalam pemahaman Islam, setelah meninggal dunia maka manusia akan dibangkitkan kembali kepada kehidupan yang sesungguhnya, untuk dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatan yang pernah dilakukannya di dunia ini. Setiap manusia akan dihisab; perbuatan baik mau pun buruk akan diperhitungkan dan diberikan balasan yang setimpal, kemudian akan diputuskan kampung terakhir yang layak sebagai tempat tinggal mereka: abadi di surga, atau kekal di neraka. Namun sebelum itu, sebelum proses hisab dilakukan, ada sebuah periode dimana seluruh umat manusia harus menjalani dan merasakan proses menunggu selama 50 ribu tahun, yang disebut dengan Yawm al Mahsyar, Hari-hari di Padang Mahsyar.
"Bagaimana keadaan kalian jika Alloh mengumpulkan kalian di suatu tempat seperti berkumpulnya anak-anak panah di dalam wadahnya selama 50 ribu tahun dan DIA tidak menaruh kepedulian terhadap kalian?" (HR Hakim dan Thabrani)
Tidak akan ada yang dapat menggambarkan keadaan dan perasaan penduduk Mahsyar saat itu. Namun cukuplah bagi kita bahwa berdiri dalam antrean, menunggu dan diabaikan selama 50 ribu tahun adalah sebuah peristiwa yang tidak tertahankan. Dan bagi orang yang memiliki iman di hatinya, peristiwa se-tak-terbayangkan ini pun tidak mungkin terbantahkan. Jika selama ini, saat kita berbuat dosa dan dengan entengnya bersandar pada kemurahan ampunan dan rahmat Alloh, maka apa/siapa yang akan membantu kita meringankan penderitaan selama 50 ribu tahun yang mendera jika Alloh sendiri telah berketetapan untuk mengabaikan kita pada hari itu?
Tidak ada yang dapat menggambarkan Yawm al Mahsyar, melainkan hanya berupa terkaan-terkaan terkait berita yang dibawa oleh Sang Utusan, Nabi Muhammad SAW:
"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit dan mereka semua di Padang Mahsyar berkumpul menghadap ke hadirat Alloh Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa" (QS Ibrahim:18)
"Sungguh manusia pada waktu itu sangat takut dan pandangannya tertunduk" (QS An Naazi'aat:8-9)
"Manusia dikumpulkan pada hari kiamat di padang pasir yang putih mengkilap bagaikan tepung bersih, tidak ada tanda apa pun padanya yang bisa dikenali seseorang" (HR Bukhari)
"Sesungguhnya matahari mendekat kepada manusia pada hari kiamat. Jarak dari mereka hanya satu jengkal. Ketika itu mereka dikenali sesuai amal masing-masing" (HR Bukhari)
"Banyaknya keringat manusia berdasarkan amal-amalnya. Di antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua mata kakinya, ada yang mencapai kedua lututnya. Dan di antara mereka ada yang keringatnya mencapai pinggangnya. Dan di antara mereka ada yang sampai meminum keringatnya sendiri" (Nabi memberi isyarat dengan memasukkan tangannya ke dalam mulut) (HR Muslim)
Namun setidaknya, masih ada harapan pada waktu dan tempat yang tidak ada seorang pun dapat memberi pertolongan:
"Tujuh golongan yang akan Alloh naungi pada hari dimana tidak ada naungan selain dari naungan-NYA yaitu: () pemimpin yang adil, () pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Alloh, () laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan masjid, () dua orang yang mencintai karena Alloh, bertemu dan berpisah karena-NYA, ()seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun dia berkata, 'Sesungguhnya aku takut kepada Alloh', () seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan () seseorang yang mengingat Alloh di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya" (HR Bukhari-Muslim)
Alangkah malang dan ruginya orang yang pada saat setelah kecapaian menunggu selama paling tidak 50 ribu dalam cekaman ketakutan dan penderitaan, harus mengakhiri penantiannya dengan dilemparkan ke dalam api neraka.
Oleh karena itu, Saudaraku, jika kita saat ini masih meremehkan amalan-amalan yang kecil, tanyakan pada diri kita sendiri sudah mampukah kita melaksanakan amalan-amalan yang besar? Dan jika saat ini kita masih menyepelekan dosa-dosa kecil, tanyakan pada diri kita sudahkah kita berlepas diri darinya? Jika jawabannya adalah sebuah kata 'belum', maka jangan sampai karena kita enggan menunaikan amalan-amalan kecil menyebabkan pundi-pundi amal kita tidak bertambah, sementara pundi-pundi dosa kita kian menggelembung disebabkan karena kita tidak mampu menghentikan dosa-dosa yang kita anggap kecil tadi. Kalaupun kita tidak kuasa menghentikan dosa-dosa kecil itu, jangan pula kita lalaikan diri kita dari menutupi/menghapusnya dengan amalan-amalan kecil yang sebenarnya dapat dengan mudah kita lakukan. Semoga dengan demikian, jika memang nantinya kita tidak termasuk orang yang beruntung mendapatkan naungan-NYA, setidaknya penderitaan yang mendera kita tidak sampai menghalangi kita mendapatkan syafaat Rasulullah SAW, serta tidak pula memperparah kondisi kita dalam penantian yang teramat dahsyat kelak Dan yang kita dambakan adalah bahwa lewat amalan-amalan kecil itulah akhirnya mampu mengantarkan kita kepada rahmat Alloh pada saat hari perhitungan tiba.
Beberapa tips mengenai amalan-amalan ringan yang dapat dengan mudah dilaksanakan:
1) Berdzikir. Setiap saat, setiap senggang, setiap ingat;
2) Membaca Quran. Walaupun hanya satu ayat setiap hari asalkan rutin;
3) Tersenyum dan memasang wajah ramah pada orang yang kita temui. Menyenangkan hati semua orang adalah perbuatan yang mustahil, tapi kita bisa mengupayakannya dengan berusaha tidak menyakiti hati mereka;
4) Dan masih banyak lagi yang lainnya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H