Belakangan banyak saya jumpai keluhan teman-teman di Twitter tentang betapa bosannya hari-hari mereka tanpa sepak bola. Kita tahu, pendemi Covid-19 yang sedang menguncang dunia berdampak pada banyak aspek kehidupan, salah satu yang kena imbasnya adalah dunia olahraga sepak bola.Â
Saya mengerti bagaimana tekanan yang dirasakan oleh kawan-kawan pecinta olahraga yang satu ini. Hampir tiga minggu sudah tidak ada tontonan pertandingan di layar kaca. Semua jalannya liga-liga dunia dihentikan sementara akibat pendemi Virus Corona.Â
Padahal, sepak bola bagi seorang pecinta bola adalah napas tersendiri. Kehadiran sepak bola bagi mereka bak penambah energi. Mereka yang telah mengaku cinta dengan ini pasti amat bosan dan sedih. Saya yakin banyak dari mereka telah menyimpan kerinduan yang masih tidak diketahui kapan dapat dituntaskan.
Saya sendiri mengaku sedikit dekat dengan sepak bola. Saya cukup menggemari olahraga yang satu ini. Ya, menggemari, level saya belum sampai pada tingkat jatuh cinta. Belum.Â
Tapi saya sudah banyak membaca tulisan orang-orang yang telah dibudakkan oleh cinta pada sepak bola. Pengakuan mereka tentang mencintai sepak bola menurut saya memang masuk akal. Kadang saya ingin sampai di level seperti mereka-mereka itu. Tapi nampaknya saya butuh waktu atau momentum tertentu untuk dikaruniai rasa cinta seperti orang-orang tersebut.
Kegemaran saya masih sebatas pada sosok pemain dan nama besar klub. Saya tak mengerti taktik dan statistik, tak semua jenis pelanggaran bisa saya nilai sendiri. Bahkan, pengetahuan bola saya lebih banyak soal liga di luar negeri. Lebih tepatnya Liga Thailand.
Sudah lumayan lama, setidaknya saya sudah menjadi pemerhati Liga Thailand sejak 2011. Sejak saat itu saya mulai akrab dengan sepak bola.Â
Tentang sepak bola dalam negeri bagaimana? Saya angkat tangan. Saya hanya sekadar tahu klub-klub yang memiliki nama besar, ya, mereka yang ada di Liga 1 paling banter. Pengetahuan saya soal perjalanan timnas senior Indonesia masih bisa dikatakan lumayan oke. Tapi, soal nama pemain tak banyak yang saya ingat.Â
Saya ingin lebih dekat dengan sepak bola. Saya ingin belajar mencintainya. Sebab saya telah tersihir oleh untaian kata yang dituangkan dalam tulisan jurnalis sepak bola sekaligus supporter.
Saya mendadak ingin menjadi seorang jurnalis sepak bola atau wartawan olahraga khusus sepak bola. Sejak masih sekolah, saya memang bercita-cita ingin menjadi jurnalis, tetapi saya memendamnya lagi rapat-rapat karena merasa tak berbakat pada bidang ini.
Tetapi, saya mulai tertarik dengan satu profesi khusus. Iya, masih di bidang jurnalistik, tetapi jurnalis khusus sepak bola. Saya semakin mantap dengan cita-cita saya itu setelah seorang founder website sepak bola menghubungi saya untuk mengajak menulis soal bola bareng. Saya mulai terpacu untuk belajar menulis dan mencintai sepak bola, khususnya sepak bola dalam negeri.