Mohon tunggu...
Fina Septiana
Fina Septiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Menulis menjadi salah satu sebab teraturnya kadar emosi seseorang. Sehingga, memulainya sejak dini adalah sesuatu yang wajar. Meski masih abal-abal, tapi meyakini adanya proses pertumbuhan tidak bisa disangkal. Teruslah menulis sampai titik darah penghabisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Heran

31 Januari 2023   17:32 Diperbarui: 31 Januari 2023   17:34 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heran, Masih aja Kepintaran Dilihat dari Hasil Ujian

Memasuki hari ke lima liburan di sebuah pondok modern berbasis Bahasa Arab di perbatasan Sunda- Jawa. Mahasantri yang belajar di dalamnya tak dapat izin pulang selama 2 minggu lamanya. Meski tetap saja ada yang meminta izin pulang dengan segala bentuk perizinan, terkhususnya izin sakit yang harus segera diobati atau jika terjadi sesuatu dengan keluarganya, maka izin pulang akan didapat. Tapi sebagai seorang muhajirin, penuntut ilmu di kota orang seperti Najmah pastilah tidak menginginkan kedua hal itu terjadi, sehingga keberadaan dia masih menetap di dalam pondok modern tersebut. Mengikuti segala kegiatan yang sudah dijadwalkan menandakan bahwa Najmah dalam keadaan sehat pun keluarganya yang ada di rumah dalam keadaan yang baik-baik saja.

Kenapa yang dibahas soal perizinan? Karena pondok modern tersebut terkenal dengan ketatnya peraturan dan sulit untuk mengeluarkan surat perizinan apalagi untuk pulang. Pondok modern ini memiliki peraturan turun-temurun bahwa perpulangan semua mahasiswa-i hanya sekali dalam setahun, tidak ada nego karena sudah menjadi rahasia umum. Sudah menjadi resiko bagi siapa saja yang memasukkan dirinya ke pondok modern tersebut.

Terlihat di sana, setelah makan siang dengan suasana panas yang menghantam raga, sehingga keringat bercucuran tak terkira. Ada sebuah kelas, kelas itu adalah kelas paling luas di pondok tersebut yang memiliki jumlah mahasiswi paling banyak juga. Para mahasiswinya sedang memandangi layar LCD laptopnya, serta memainkan jari-jemarinya untuk menggoreskan sebuah tinta. Yak, Najmah serta beberapa temannya sedang menyelesaikan tugas akhir semester dari salah satu dosen atau ustadzah-nya yang belum terselesaikan sebelum ujian akhir semester kemarin. Karena mereka sudah berjanji kepada sang Ustadzah untuk menyelesaikan waktu hari libur. Layaknya sebuah warnet, kelas tersebut dipenuhi kabel dan laptop yang berjajar di sepanjang sudut kelas.

            Suasana hening, karena semua fokus dengan pengerjaan tugasnya masing-masing, tapi tiba-tiba suasana terpecahkan oleh ulah Dira.

"Aaaaaaaaa..." Teriak Dira dari pojok kelas.

"Ada apa, Dir? Bikin kaget orang aja sih." Tanya Najmah penuh kesal dan juga penasaran.

"Ih...kalian udah pada tau belum kalau hasil ujian kita sudah ada di web kampus?" Jawab Dira dengan wajah kebingungan dan juga kekhawatiran.

"Udah tau dari kemarin sih kalau aku, tapi harus ngisi kuisoner untuk para dosen dulu." Jawab Nabila penuh santainya.

"Aku juga sudah, tapi nggak semua mapel kan, baru 3 aja deh kalau nggak salah." Jelas Desinta.

"Iya, bener tuh, aku juga sudah liat hasilnya, emang baru 3 mapel yang sudah keluar hasil nilai ujiannya." Lanjut Najmah.

"Yahh, berarti aku ketinggalan info dong. Nggak seru deh. Terus-terus gimana dengan nilai-nilai kalian yang baru 3 mapel itu, pada dapet cumlaude yaaa?" Tanya Dira penasaran.

"Alhamdulillah 'ala kulli haal." Jawab ketiga temannya secara bersama.

"Emang kenapa sih, Dir? Khawatir banget kayaknya. Kamu juga dapet cumlaude kan pasti." Tanya Najmah.

"Ahh, nggak juga. Aku takut temen-temen dapet remidi. Ada salah satu nilai yang rendah banget nih. Kok seakan aku goblok banget yaa, padahal mapel itu lumayan mudah bagiku." Kata Dira penuh kegelisahan dan juga kesedihan.

"Eh, kamu ngomong apa sih, Dir. Hati-hati kalau ngomong, perkataan itu adalah doa, loh." Lanjut Najmah menasihati.

"Iya nih si Dira. Lagian nih ya, masih ada 8 mapel lagi yang belum keluar hasil nilainya. Aku sih yakin Dir kalau kamu bakal lolos dan cumlaude." Kata Desinta.

"Bukan gitu guys yang aku maksud. Nilaiku yang sudah keluar sekarang tuh ada yang mepet sama KKM banget, nah nanti pengumuman nilai secara resmi bakal dipajang di papan pengumuman pondok kan?"

"Iya, seperti biasanya aja lah, Dir gimana kalau pengumuman nilai." Kata Najmah.

"Nah makanya aku bakal malu beneran ih nanti kalau hari pengumuman, sebagai ketua kamar nih sekarang, nanti pasti anggota kamarku bakal liat hasil nilaiku waktu dipajang di papan pengumuman. Terus-terus karena nilai-nilaiku rendah mereka pada ngomongin aku kalau ternyata ketua kamar mereka itu ternyata goblok yaa, nilainya rendah semua. Ih, naudzhubillahi min dzalik ya Allah." Jelas Dira penuh semangat dan emosinya.

"Ya Allah, Dira. Kamu sehat kan? Kenapa sih kepikiran sampai segitunya, kayak nggak ada fikiran positif lainnya aja. Istighfar Dir!" Seru Desinta penuh kesal dengan pernyataan Dira.

"Betul tuh, apa kata Desinta, lagian kesuksesan dan keberkahan ilmu (khususnya) itu bukan dilihat dari hasil nilai aja kali, Dir. Tapi lebih dilihat dari bagaimana kita bisa meraih kefahaman ilmu itu sendiri. Apa bener nih, kita sudah faham apa yang kita pelajari dan apa sudah kita praktekkan juga nih di kehidupan sehari-hari atau malah sebaliknya." Nasihat Nabila

Nasihatpun dilanjut oleh Najmah,

"Terlebih lagi nih, Dir. Ilmu yang kita pelajari sekarang itu bukan ilmu yang main-main loh, tapi ilmu agama, yang dimana cara mendapatkan ilmu agama itu nggak mudah. Kenapa aku bisa bilang begini? Karena pemahaman ilmu agama itu tidak hanya dibutuhkan orang yang cerdas, otak yang encer tapi juga harus menghadirkan hati yang ikhlas dan sabar. Soalnya ilmu ini berkaitan dengan kita sama Allah. Jadi kalau kita masih mikirin gimana pandangan orang tentang hasil ujian (ujian akhir yang dibuat oleh manusia) perlu dipertanyakan tuh niat menuntut ilmu kita untuk apa? Bener, nggak temen-temen?"

"Yups, bener banget tuh apa kata Najmah. 100 buat kamu!" Seru Nabilah.

"Iya sih, apa yang kalian omongin itu bener semua, tapi tetep aja kau kepikiran sama hasil nilaiku nanti. Aku nggak terbiasa dapet nilai mepet KKM gini selama aku bersekolah, guys. Jadi sedih banget aku." Jelas Dira.

"Hallah, nggak papa. Yang penting kita semua sudah berusaha untuk mendapatkan ilmu yang dimintakan, masalah hasil sih kita harus benar-benar mengedepankan tawakal. Apapun hasil yang keluar berarti itu memang takdir yang diberikan Allah ke kita."

"Selain tawakal biasanya aku banyak-banyakin istighfar juga sih selama ujian sampai waktu pengumuman hasil nilai. Bukan niat supaya hasil ujianku bagus, jadi aku banyak beristighfar, tapi lebih ke nenangin hati aja gitu biar tenang nggak panikan.Hahah" Jawab Desinta penuh makna dan tawa.

Suasana kelaspun beralih ramai karena ulah Dira tadi. Tapi setelah mendengarkan beberapa nasihat yang disampaikan teman-temannya Dira pun lebih tenang dan melanjutkan tugasnya yang masih belum usai juga. Dira merenungi semua perkataan teman-temannya itu sambil mengerjakan tugas. Dira juga bersyukur karena mendapatkan circle pertemanan yang baik seperti mereka. Tapi tiba-tiba...

"Aaaaaagh, aku nggak tenang, masih juga kepikiran.", teriak Dira sambil keluar kelas sambil nutup daun pintu dengan kerasnya.

Semuanya pun terkaget terutama Najmah yang kebetulan duduk deket pintu kelas.

***

Kisah singkat ini mengajarkan kepada kita agar selalu memperhatikan segala niat yang ada di hati. Selain itu, juga harus menghadirkan pengharapan ridho serta pandangan dari Allah semata, bukan dari pandangan manusia bahkan jin. Haha, karena segala hal yang berkaitan dengan agama akibatnya akan kembali ke kita sendiri. Bener, nggak? Apalagi kalau soal pahala, pasti pahala yang kita dapat sama seperti apa yang kita niatkan.

Perkara menuntut ilmu agama, bener-bener butuh kebersihan hati, fikiran dan segalanya agar ilmu itu mudah kita serap dan mudah untuk dipraktekkan dalam kehidupan. Tak hanya itu, keterpengaruhan orang-orang sekitar akan ilmu yang kita miliki merupakan tanda keberkahan ilmu yang sudah kita dapat Sedangkan tentang keberhasilan atau kepintaran dalam menuntut ilmu agama sendiri tidak hanya datang dari hasil ujian yang nilainya tertulis di atas selembar kertas saja, namun datang dari perilaku yang kita lakukan dalam kehidupan, apakah sudah mencerminkan semua ilmu yang sudah dipelajari atau malah sebaliknya? Butuh banyak perenungan. Jadi teringat dengan syair Imam Syafi'i

"Aku mengadu kepada Waki' tentang buruknya hafalanku. Dia menasehatiku agar aku tinggalkan kemaksiatan. Dia pun berkata: 'Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat," Diwan asy-syafii, al-Fawa-idul Bahiyyah dan Syarh Tsulatsiyyatil Musnad.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun