Mohon tunggu...
Deffina Aprinanda
Deffina Aprinanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga Program Studi Sosiologi

Menulis adalah cara keluar dari pikiran yang rumit dan menjengkelkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tercekik Ekspektasi Keluarga Berujung Depresi dan Bunuh diri?

9 Juni 2023   10:53 Diperbarui: 9 Juni 2023   11:05 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tekanan yang datang bertubi-tubi dari berbagai arah tanpa adanya sandaran untuk berkeluh kesah atas perasaan yang mereka rasakan harusnya membuat orang tua sadar diri bahwa anak adalah milik mereka sendiri, bukan milik orang tua. Karena itu, orang tua sebenarnya tidak memiliki hak untuk menuntut dan menekan anak mereka sendiri. Alhasil, anak akan mengalami gangguan mental dan tak jarang yang buntu dalam menemukan solusi dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.


Pernahkah orang tua merasakan apa yang dirasakan anak saat mereka terus menekan dan menuntut anak agar menjadi yang orang tua inginkan? Sepertinya hal tersebut jarang dilakukan. Karena orang tua cenderung berpikiran kolot dan meremehkan perasaan anak, tak sedikit yang akhirnya menyesal dan menyalahkan orang lain setelah sang anak memutuskan mengakhiri hidup. Yang dirugikan dalam hal ini adalah anak, karena mereka tidak bisa hidup sesuai impian mereka karena cekikan dari orang tua yang semakin ketat, kurang bebasnya ruang gerak mereka karena kekangan orang tua yang tidak mempercayai pilihan yang diambil juga menjadi faktor stress pada anak-anak.

"Loh, saya nggak mengekang anak saya, saya begini biar masa depan mereka nggak berantakan. Saya kan punya banyak pengalaman dari dia." (contoh respon orang tua terhadap opini di atas)

Depresi dan percobaan bunuh diri pada anak-anak bukanlah hal sesepele karena mereka kurang dekat dengan Tuhan, namun bisa karena orang tua yang tidak sadar diri akan apa yang sudah mereka lakukan pada anak mereka. Biarkanlah anak-anak bebas memilih impian mereka, tak perlu mengekang sampai menolak mimpi anak karena dianggap tidak sesuai dengan idealis orang tua, jika begitu orang tua bagi anak hanyalah manusia yang kejam dan tidak berperasaan pada mereka. Kasarnya, sang anak adalah korban pembunuhan karakter dan orang tua adalah pelaku pembunuhan karakter anak.


Lalu bagaimana jika orang tua yang sudah terlanjur melakukan kejahatan tersebut? Yaitu dengan introspeksi diri dan merangkul anak agar bisa merasakan 'rumah' dari orang tuanya, perbanyak family time dan berikan kepercayaan penuh pada anak dalam menentukan langkah selanjutnya. Lalu pencegahan untuk calon orang tua yang tidak mau melakukan toxic parenting adalah belajar ilmu parenting sebelum memiliki anak, menunda punya anak jika kondisi mental sebagai orang tua masih tidak stabil, lalu tidak memaksakan mimpi kita pada anak. Dengan begitu kita bisa menjadi orang tua yang siap dan baik sebelum memiliki anak dan membantu menekan angka depresi dan kematian karena bunuh diri pada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun