Mohon tunggu...
Fina Dewi Ambarwati
Fina Dewi Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Sosiologi

Trevelling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Demografi Saat Pandemi Covid-19

31 Mei 2021   10:47 Diperbarui: 31 Mei 2021   10:55 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pandemi Corona Virus Disease 2019 atau biasa disebut dengan COVID19 memberi banyak pembelajaran bagi kita semua. Tidak pernah terbayang bahwa kita akan dihadapkan dengan situasi pandemi yang mempengaruhi kehidupan kita. Di Indonesia, COVID19 mulai masuk sejak Maret 2020. Peningkatan kasus COVID19 masih terus terjadi padahal sudah satu tahun berlalu. Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan COVID19 pada tanggal 25 Mei 2021 menunjukkan sebanyak 1,79 juta kasus terkonfirmasi COVID19 dimana sebesar 3,6% dari kasus positif tersebut meninggal dunia.

Dari aspek demografi, kita dapat ambil satu pelajaran dari COVID19 bahwa ada faktor penting untuk diperhatikam dalam berbagai situasi pandemi termasuk yang saat ini terjadi.  Salah satu hal yang terlihat adalah faktor usia yang dimana menentukan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada kasus COVID19. Penduduk lansia tampaknya memiliki risiko yang lebih tinggi terpaparnya COVID19. Bisa dilihat dari sisi demografi, hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu hal untuk memprediksi sejauh mana akibat yang harus dihadapi sebuah negara dengan penduduk menua ketika virus ini menyebar dengan sangat cepat.

Permasalahan pandemi COVID19 harus dilihat secara umum atau menyeluruh, tidak hanya dari indikator kesehatan saja. Maka dari itu, aspek demografi seperti struktur keluarga, umur, etnis, pola tempat tinggal, karakteristik individu, status sosial ekonomi, serta tingkat mobilitas juga perlu diperhatikan. Faktor di atas tidak hanya dapat dilihat sebagai komponen yang terdampak oleh COVID19, namun bisa menjadi faktor yang meningkatkan risiko suatu negara terhadap penyebaran dan kejadian fatal karena virus ini. Oleh sebab itu, analisis demografi sangat penting digunakan dalam memahami pandemi COVID19, khususnya dalam penentuan kebijakan dalam sebaran kasus.

Terdapat tiga komponen demografi yang dapat dilihat hubungannya terhadap pandemi COVID19, yaitu kelahiran, kematian, dan mobilitas. Yang pertama adalah tentang kelahiran (fertilisasi). Dalam jangka panjang, pandemi COVID19 akan mempengaruhi angka kelahiran. Orang akan cenderung memiliki sedikit anak pada situasi yang seperti ini, situasi yang penuh dengan ketidak pastian. Di samping itu, virus corona kemungkinan besar dapat menurunkan kesuburan pada laki-laki yang terinfeksi COVID19. Bik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, angka fertilisasi atau kelahiran kemungkinan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Akan tetapi, di Indonesia justru sebaliknya. Hal ini ini diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa terjadi penurunan dalam penggunaan alat kontrasepsi yang dapat berdampak pada peningkatan kehamilan yang tidak direnanakan. Pandemi COVID19 juga berdampak pada terbatasnya akses perempuan terhadap layanan esehatan reproduksi dan seksual lainnya. Dengan dua pendapat tersebut, harusnya dilihat dan dikaji lebih lanjut bagaimana pandemi ini berpengaruh terhadap fertilitas khususnya di Indonesia. Namun, dilihat dari angka kelahiran di tahun sebelumnya di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, walaupun terjadi peningkatan kehamilan saat pendemi COVID19, kemungkinan besar tidak terlalu berpengaruh terhadap tren angka kelahiran.

Yang kedua adalah terkait dengan jumlah kematian (mortality). Sampai saat ini, jumlah kasus kematian sesungguhnya akibat pandemi COVID19 masih jadi perdebatan di beberapa negara. Pada negara yang memiliki kapasitas rendah dalam hal tes dan penelusuran jumlah penduduk yang terpapar. Diperkirakan kematian akibat pandemi COVID19 tidaklah mudah. Apalagi pada awal awal masa pandemi COVID19 yang dimana pengujian atau tes masih sangat terbatas. Hal itu disebabkan karena sulitnya untuk memastikan penyebab kematian apakah karena COVID19 atau karena hal lain. Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan COVID19 pada tanggal 25 Mei 2021 menunjukkan sebanyak 1,79 juta kasus terkonfirmasi COVID19 dimana sebesar 3,6% dari kasus positif tersebut meninggal dunia. Angka kematian akibat COVID19 di Indonesia didominasi oleh penduduk lansia (lanjut usia) diatas 60 tahun yang dimana mereka memiliki tingkat kematian lebih tinggi dibanding dengan umur lainnya. Pada dasarnya, penduduk lansia sudah rentan terhadap penyakit, dan COVID19 membuat lebih parah kondisi mereka. Selain itu, perubahan tatanan keluarga dimana penduduk lansia tidak lagi dapat berperan sebagai pemimpin keluarga lain, menyebabkan mereka tidak memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri. Ditambah lagi dengan berkurangnya pendapatan, para penduduk lansia menjadi sangat bergantung pada anggota keluarga lain. Sehingga mereka tidak bisa memutuskan sendiri terkait dengan pilihan akses mereka terhadap layanan kesehatan. Hal seperti inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab dimana penduduk lansia pada akhirnya lebih memilih untuk berobat sendiri dibandingkan pergi ke fasilitas kesehatan jika sakit yang dialami mengganggu kegiatan mereka. Keterbatasan biaya ini juga membuat para lansia enggan untuk tes atau melakukan pengujian pada fasilitas kesehatan apakah mereka terpapar COVID19 atau tidak.

Selain itu, dari sisi gender, laki laki memiliki kecendrungan mengabaikan gangguan kesehatan yang dialami berpotensi mengakibatkan keterlambatan dalam memeriksakan diri ke layanan kesehatan ketika mereka sakit, yang pada akhirnya membuat risiko kematian lebih besar karena keterkambatan diagnosa. Berdasarkan data gugus tugas COVID19 pada kasus pandemi COVID19, tingkat kematian pada penduduk laki laki (62,3%) lebih tinggi dibandingkan perempuan yang hanya (37,7%). Hal ini disebabkan karena rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan oleh penduduk laki-laki dibanding perempuan. Akibat keengganan dalam memeriksakan dirinya ketika sakit. Padahal laki-laki lebih perilaku berisiko seperti merokok dan minum minuman beralkohol dibanding perempuan yang dapat mengakibatkan penyakit-penyakit kronis yang terbukti dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit akibat COVID19. Hal ini yang mungkin menyebabkan tingginya kasus kematian pada penduduk laki-laki. Selain itu, kondisi pandemi seperti ini, tingkat mobilitas laki-laki lebih tinggi. Laki-laki tetap bepergian dan melakukan pekerjaannya sehingga rentan terhadap paparan COVID19.

Meskipun COVID19 ini berpotensi menyerang seluruh penduduk tanpa melihat status atau apapun, namun setiap penduduk memberikan respon yang berbeda-beda. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab kerentanan akibat COVID19 pada kelompok penduduk tertentu. Pada aspek demografi seperti struktur keluarga, umur, karakteristik individu, serta tingkat mobilitas, terdapat perbedaan tingkat kematian yang cukup signifikan.

Kasus kematian COVID19 di Indonesia banyak ditemukan pada golongan penduduk lansia dan penduduk laik-laki. Pada penduduk lansia, hal ini disebabkan oleh keterbatasan biaya serta lemahnya relasi kuasa yang mengakibatkan akses ke layanan kesehatan. Sementara itu, pada penduduk laki-laki, tingginya angka kematian disebabkan oleh penduduk laki-laki yang tetap bekerja sehingga berisiko untuk terpapar COVID19. Selain itu, rendahnya kesadaran untuk mengakses layanan kesehatan kemudian memperparah keadaan sehingga menyebebkan tingginya kematian pada penduduk laik-laki ini.

Yang ketiga adalah mobilitas penduduk yang merupakan salah satu parameter demografi yang berhubungan dengan pandemi COVID19. Hal ini berkaitan dengan berbagai kebijakan berupa pembatasan mobilitas penduduk hingga pada lockdown yang ditujukan mengontrol penyebaran kasus COVID19 yang diterapkam oleh banyak negara di dunia. Kondisi ini tentunya berdampak pada para pekerja migran yang biasanya tinggal di wilayah perkotaan karena penutupan usaha mereka. Sementara itu, pengaman sosial mereka juga terbatas. COVID19 diperkirakan berdampak pada peningkatan pengangguran terutama pada pekerja migran dikrenakan kebijakan lockdown dan ketakutan masyarakat akan terjadinya resesi.

Pembatasan gerak penduduk atau lockdown ini juga berdampak pada berkurangnya sumber penghasilan. Hal ini diperparah dengan kondisi dimana migran yang tinggal sememntara di perkotaan untuk bekerja cenderung tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah setempat karena dianggap bukan sebagai warganya atau alamat Kartu Keluarga/Kartu Tanda Penduduknya tidak sesuai dengan alamat domisili. Pekerja migran menjadi salah satu pihak yang rentan terhadap situasi pandemi COVID-19 dikarenakan berbagai faktor seperti akses kesehatan, ekonomi, sosial dan psikologis.

Di sisi lain, mobilitas penduduk juga dapat dijadikan variabel dalam memprediksi penyebaran kasus COVID19 di suatu negara. COVID19 menyebar melalui pergerakan manusia. Semakin banyak penduduk atau masyarakat yang melakukan mobilisasi yang tidak terkontrol maka penyebaran COVID19 akan semakin sulit dikendalikan. Bisa tidak bisa memang pembatasan mobilitas penduduk harus tetap diterapkan di berbagai negara termasuk Indonesia agar penyebaran COVID19 ini tetap terkendalikan. Seperti yang terjadi di Indonesia bahwa kasus COVID19 mengalami penurunan setelah adanya kebijakan tentang pembatasan gerak penduduk ini diterapkan. Namun, dalam hal ini diperlukan sinergi dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah ataupun pemerintah daerah satu wilayah dengan wilayah lainnya agar dapat menjamin kehidupan para migran yang ada di daerah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun