Egosentris anak membuat mereka sulit untuk memahami perspektif orang lain dan cenderung menonjolkan keinginan dan pemikiran mereka sendiri. Egosentrisme ini juga terkait dengan cara anak memahami aturan dan keadilan moral pada tahap heteronomous.
Realisme moral terkait dengan tanggung jawab objektif, di mana nilai-nilai hukum lebih diutamakan daripada niat dibalik tindakan tersebut. Anak-anak cenderung lebih peduli dengan hasil dari perilaku daripada alasan di baliknya. Mereka juga memiliki keyakinan bahwa keadilan ada di dalam aturan itu sendiri. Selain itu, hubungan keluarga yang kuat dengan orang dewasa cenderung menghasilkan orientasi moral heteronomous pada anak karena otoritas yang dominan dari orang dewasa.
Tahap kedua adalah autonomous morality, di mana anak-anak mulai menyadari aturan dan hukum yang dibuat manusia. Mereka mempertimbangkan niat pelaku dan konsekuensi dari tindakan tersebut saat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Tahap ini terjadi pada anak-anak usia 7-10 tahun. Sebagai contoh, dalam kasus memecahkan gelas seperti yang disebutkan sebelumnya, anak-anak pada tahap autonomous morality akan melihat bahwa perbuatan yang lebih buruk adalah memecahkan satu gelas dengan sengaja ketika mencuri kue.
Carol Gilligan dalam Santrock (2008) mengkritik pandangan Piaget dan psikolog pria lainnya yang melihat perkembangan moral perempuan secara negatif. Dia menggambarkan perbedaan antara Jake dan Amy, menunjukkan bahwa laki-laki cenderung membuat keputusan moral berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, sementara perempuan lebih memperhatikan perasaan dan empati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H