Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Jember. Fakultas Ushuluddin. Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir

Menjadi manusia yang bermanfaat adalah hal terberat bagi seorang pemalas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Keemasan, Tumpuan Kebangkitan Intelektual Muslim

21 Mei 2020   15:11 Diperbarui: 21 Mei 2020   15:32 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kegemilangan peradaban Islam merupakan salah satu fase sejarah terbaik yang pernah ada. Agama Islam menjadi pelopor yang mengajarkan manusia tentang tauhid, moral, dan berbagai keilmuan lain nya yang bersumber dari Alquran sebagai kitab suci. Islam datang sebagai obor pencerahan peradaban yang mengangkat derajat manusia sekaligus membangkitkan dari keterbelakangan dan kebodohan masyarakat.

Kejayaan peradaban Islam pada masa lampau tak dapat tertandingi oleh Bangsa-bangsa Jazirah Arab dikala itu, siapa yang menyangka bahwa Islam akan maju secepat itu dalam peradabannya. Mengalahkan peradaban besar di sekelilingnya, seperti Alexandria (Mesir), Jundishpur (Persia), serta Mesopotamia (Yunani).

Bangkitnya peradaban Politik, Kedokteran, serta Pertanian dalam Islam membuat ekonomi umat muslim sangat makmur dikala itu. Masa keemasan ini terjadi pada abad (750-847 M) di bawah asuhan Dinasti Abbasiyah oleh Khalifah bani Abbas periode Pertama, secara politis para Khalifah benar-benar tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik serta Agama sekaligus di masa itu.

Hingga pada puncaknya lahir pula keemasan Intelektual muslim, gagasan yang dimuat secara langsung oleh Khalifah Al Ma'mun periode Keempat (813-833 M). Al Ma'mun begitu amat mencintai Ilmu, berdasarkan Hadis seruan Rasulullah Saw untuk menuntut Ilmu hingga ke Negeri Cina, membuat gagasan berbeda dari Khalifah sebelumnya.

Al Ma'mun menggalakkan penerjemahan Buku-buku Asing, salah satunya menerjemahkan buku-buku Yunani yang penuh dengan Ilmu Filsafat, ia menggaji seluruh penerjemah ahli bahasa dari golongan Kristiani maupun Agama lainnya. Al Ma'mun pulalah yang membangun Perpustakaan terbesar pada abad klasik bernama Bait Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), dari sinilah awal munculnya pemikir-pemikir Islam klasik.

Pada masa itu perpustakaan lebih merupakan sebuah Universitas, karena disamping terdapat buku-buku, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya kemajuan akan Ilmu Pengetahuan, yang berpusat di Baghdad sebagai Ibu kota Dinasti Abbasiyah.

Terjadinya asimilasi antara Bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan, semakin memperkaya Intelektual muslim. Salah satunya Ilmu Filsafat, begitu diminati Pemuda-pemuda Islam saat itu. Dari situ lahir Ilmu tafsir Alquran Bi Al-Ra'yi yaitu suatu metode tafsir rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada Hadis dan pendapat Sahabat. 

Jelas sekali bahwa filsafat mampu mengasah pemikir-pemikir muslim sehingga menghasilkan metode tafsir Alquran dengan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya. Yakni tafsir Bi Al-ma'tsur suatu metode interpretasi tradisional yang hanya menafsirkan menggunakan pendapat Nabi dan para Sahabat.

Lahirnya para pakar fiqih serta teologi pun terjadi pada masa cemerlang ini, nan juga terpengaruh oleh logika yunani. Seperti yang kita kenal saat ini, pendiri Empat Mazhab Fiqih yaitu; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal.

Mereka terlahir sebagai tokoh Intelektual muslim pada masa Abbasiyah. Serta pencetus Akidah Islam (teologi) juga lahir pada masa ini. Yakni Al-Imam Abu Hasan Al-Asy'ari merupakan Imam besar Ahlusunah wal jamaah (Sunni), yang hingga saat ini pengikut Mazhab nya paling banyak diantara Mazhab lainnya.

Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang (750-1258 M). Hanya pada periode pertama (775-861 M) Kejayaan Intelektual Muslim begitu memukau dan mengguncang Bangsa-bangsa besar pada masa itu.

Namun dengan kian membesar nya daerah kekuasaan Dinasti Abbas, membuat para Khalifah dikala itu mengalami problematika yang begitu rumit, baik itu dari permasalahan internal maupun eksternal, mengakibatkan melemahnya kekuasaan Islam pada saat itu.

Terjadinya perpecahan besar-besaran antar golongan suku Arab membuat Dinasti Abbas keok dalam perpolitikan dengan Bangsa-bangsa besar lain nya. Hingga pada masanya, akhir keruntuhan Abbasiyah terjadi oleh serangan Bangsa Mongolia secara besar-besaran terhadap umat Islam di berbagai wilayah kekuasaan Abbas.

Salah satunya kota Baghdad sebagai pusat peradaban Intelektual Islam, ikut di bumi hanguskan oleh penguasa Mongolia yang bernama Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.

Seseorang cucu dari Jengis Khan, yang merupakan pencetus dari terjadinya penyerangan bangsa Mongol terhadap Negeri-negeri Islam tersebut. Bangunan-bangunan megah di ratakan oleh tanah, termasuk juga perpustakaan Bait Al-hikmah sebagai pusat penelitian keilmuan terbesar sepanjang sejarah, ikut hancur oleh serangan tersebut.

Pada masa inilah umat Islam mengalami kemunduran pemikir-pemikir keilmuan sejati yang menghasilkan banyak disiplin keilmuan, disebabkan oleh peperangan antar Bangsa dan Kerajaan yang berangsur lama. Semakin terpuruk peradaban Intelektual muslim, ketika pada masa dinasti Mamalik (mesir) para Khalifah menolak keras Ilmu Filsafat, mereka beranggapan bahwa ilmu itu bukan berasal dari Agama Islam dan bertentangan dengan ajaran Alquran.

Dikarenakan Pada masa ini, metode berpikir umat Islam telah berubah menjadi tradisional kembali. Dengan datangnya pemikiran Imam Al-Ghazali yang lebih condong menjauhkan diri dari hal duniawi mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam, nan melahirkan Ilmu baru yakni Tasawuf (Ilmu pembersihan hati).

Hal ini berakibat tidak kritisnya kembali pemikiran umat Islam, terhadap Politik, Ekonomi, serta masih banyak hal lain nya yang membuat umat Islam tidak berpikir kritis akan hubungan duniawi. Selama itu pula yang dapat dilakukan mayoritas umat Islam hanya mengikut pendapat serta fatwa tokoh-tokoh Islam.

Umat malas mengasah dan mengembangkan pemikirannya, dikarenakan telah terbiasa oleh budaya tradisional yang hanya mengikuti pendapat tanpa berfikir kritis akan pemikiran nya sendiri. sedangkan jika hanya mengandalkan hal itu, akan berakhir pula jawaban-jawaban yang diberikan para tokoh islam tersebut, dengan keadaan wafat nya para tokoh tersebut.

Kembalinya pemikiran tradisional umat Islam bukan hanya pada abad dinasti Mamalik saja. Akan tetapi pemikiran tersebut terus berlanjut dari generasi ke generasi hingga masih terasa pada abad saat ini (modern). Pemikiran tersebut seolah telah menjadi budaya Islam dan mengakar pada pemikiran mayoritas umat muslim.

Bukanlah sesuatu kesalahan fatal kenyataan tersebut, akan tetapi yang ditekankan penulis dalam artikel ini. Alangkah luar biasanya jika dua Ilmu kutub (Ilmu yang amat berbeda) tersebut yakni Filsafat dan Tasawuf, digunakan bersama sebagai sarana kebangkitan Intelektual muslim pada era disrupsi saat ini, dan meraih tahta keemasan nya kembali.

Era disrupsi merupakan zaman "sesuatu tercabut dari akarnya". Pada masa ini umat Islam telah mengasah kembali akal kritisnya, menggunakan Filsafat sebagai alat menaklukkan hal duniawi serta mematahkan Argumen orientalisme sekularisme dan lain-lain.

Universitas-universitas Islam di Indonesia telah menghidupkan kembali Filsafat sebagai sarana meningkatkan daya pikir kaum muda, mengasah supaya untuk tidak menjadi manusia yang penurut, terhadap apapun. diberi kebebasan berpikir hingga melahirkan Intelek-intelek kontemporer sebagai harapan mencetuskan disiplin Ilmu, dan membangkitkan nama Islam kembali seperti pada abad keemasan terdahulu.

 Tidak luput juga. Ilmu Tasawuf tidak dilupakan begitu saja oleh umat muslim Indonesia bahkan kian didalami oleh banyak kalangan Pondok Pesantren di Indonesia. Supaya pemuda-pemuda muslim memiliki asas yang kuat ketika menghadapi/menaklukkan duniawi.

Para tokoh Agama memperkuat asas tersebut agar pemuda-pemuda Islam memiliki hubungan kuat terhadap Tuhan-Nya. Dan juga ketika memasuki wilayah Universitas, dalam mempelajari Filsafat tidak melenceng jauh dari Akidah umat Islam.

Pada era disrupsi saat ini banyak pemikir-pemikir Islam bangkit, tidak terikatnya kembali dengan pemikiran tradisional, melahirkan oksidentalisme kontemporer pada Negara yang mayoritas Islam, tidak terkecuali umat muslim Indonesia. Pemuda-pemuda yang tekun mempelajari keilmuan barat lalu di impor sebagai kajian keilmuan Islam.

Beberapa kajian Keilmuan yang telah disediakan oleh perguruan tinggi Islam di Indonesia yakni; Living Quran, Hermeneutika Quran, Filsafat dan terdapat banyak Ilmu-Ilmu yang bukan berasal dari Islam, dikaji sebagai gagasan Keislaman pada era modern atau sebagai jawaban dari pemikiran kaum orientalisme.

Inilah yang dimaksud masa keemasan Islam klasik sebagai tumpuan Intelektual muslim pada era disrupsi. Saat ini begitu memungkinkan pemikir-pemikir Islam bangkit, dengan sarana-sarana yang telah mencukupi untuk mendalami keilmuan literatur Agama Islam. Perpustakaan Islam pun telah mengalami peningkatan yang cukup bagus di Indonesia.

Belum lagi dengan Perpustakaan Internasional yang memiliki buku-buku wajib dibaca sebagai sarana referensi. Terlebih penting dari itu semua kebangkitan Intelektual muslim akan lebih cepat jika menggunakan dua Ilmu kutub tersebut. Satu sebagai alat duniawi, satunya lagi sebagai alat hubungan langsung kepada Allah Swt.

Akan begitu terlihat cemerlang kembali pemikiran Muslim dan mampu mengguncang negara-negara adidaya, jika kedua ilmu kutub tersebut dapat didalami dengan baik. Bahkan dapat menolong umat muslim di berbagai wilayah negara yang posisi mereka sebagai minoritas, perlakuan diskriminasi dapat terminimalisirkan dengan kekuatan umat Islam dalam menghadapi dunia. membuat Negara-negara lain menjadi segan.

Islam akan kembali terhormat jika pemuda-pemuda nya sebagai Intelektual muda, berani dalam membuat gagasan. Contoh hal nya dalam dunia perpolitikan Negara Turki, Brunei, Iran, dan Arab saudi. mereka berani mengecam negara-negara adidaya dengan bermodalkan tekat dan kekuatan Intelektual nya dalam politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun