Dewasa ini, sistem pembelajaran konvensional sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Sebab, berkembangnya berbagai konsep kinerja otak, kreativitas dan kecerdasan semakin menguatkan argumentasi  yang ingin mengevaluasi kekurangan dan kelemahan sistem pembelajaran konvensional karena secara agregatif menimbulkan kontraproduktif terhadap peningkatan intelektual siswa dan pengembangan jati diri. Berdasarkan teori kecerdasan majemuk (multiple intellegences) yang digagas oleh Howard Gardner pada tahun 1983 (2004), diyakini sebagai sistem pembelajaran yang mengedepankan objektivitas dalam meningkatkan kemampuan dan menggali lebih dalam dalam potensi dan kecerdasan orisinal dari seorang siswa atau individu. Teori tersebut memaparkan bahwa kecerdasan orisinal (bakat) siswa itu beraneka ragam yang dibagi menjadi 8 jenis kelompok: linguistik, spasial, musikal, intrapersonal, interpersonal, naturalis, matematis-logis dan kinestesis-jasmani. Maka dari itu, bertumpu pada sistem pembelajaran yang monoton seperti yang sudah diterapkan pada pembelajaran konvensional tidak memberikan pembelajaran yang optimal untuk meningkatkan intelektual dan kreativitas siswa. Selama ini, standar kecerdasan dalam pendidikan di Indonesia hanya bertumpu pada kecerdasan linguistik atau matematis-logis, padahal indikator kecerdasan itu ada beraneka ragam, seperti yang sudah dipaparkan di atas (kecerdasan majemuk).
Bertransformasi dan berkembangnya ide-ide dalam sistem pembelajaran atau gaya belajar yang relevan dengan masa depan yang didahului dengan berkembangnya teori dan teknologi yang mendalami cara kerja otak dan kecerdasan manusia pada hakikatnya merupakan transformasi dari obsesi untuk menciptakan reformasi sistem pembelajaran. Amerika Serikat, merupakan salah satu negara yang mempunyai sistem pembelajaran terbaik di dunia dan tidak jarang dijadikan sebagai cermin dalam kemajuan di berbagai aspek. Sejak akhir 1980-an, Amerika Serikat sudah mulai membutuhkan school reform atau education reform. Pada kala itu, masyarakat Amerika menilai sistem pendidikan yang tengah diterapkan tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman di berbagai bidang. Smith dan O'Day (dalam Means 1993) menegaskan penting halnya untuk transformasi fundamental dan komprehensif dalam sistem pendidikan Amerika Serikat adalah sebuah respon tuntutan masyarakat Amerika. Pernyataan reformasi tersebut diterima dan didukung oleh masyarakat dan aktor-aktor penting (stake holders), seperti dewan legislator, para koalisi bisnis dan para tenaga pendidik.
Berdasarkan berbagai teori yang berkembang dan beragam praktik di negara lain dan dalam rangka merealisasikan reformasi sistem pendidikan, dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor pembaruan yang penting, meliputi:
- Transformasi sistem dan pendekatan dalam pembelajaran. Hal ini berfokus pada metode pembelajaran, esensi dan materi. Transformasi ini dilatarbelakangi oleh berbagai ide dan teori baru yang terus dikembangkan yang fokus utamanya yaitu tentang otak dan kecerdasan, serta kehidupan yang dituntut oleh komitmen dan meningkatnya kualitas intelektual manusia.
- Pemanfaatan Infomartion and Communication Technology (ICT). Dengan memanfaatkan ICT dan menerapkannya pada sistem pembelajaran dengan baik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan menciptakan kualitas siswa yang bernilai tinggi.
Beberapa ide dan perspektif yang dominan berfokus pada reformasi sistem pembelajaran dapat disimak pada gambar 2. Means (1993) menegaskan bahwa katalis untuk mewujudkan transformasi pembelajaran merupakan upaya pemusatan dari berbagai aspek sistem pembelajaran di ranah tugas-tugas autentik yang menantang. Mereformasi sistem pembelajaran di Indonesia menjadi hal penting untuk diwujudkan karena memiliki berbagai perbedaan yang lebih menonjol dari sistem pembelajaran konvensional, dan diyakini dapat menciptakan kualitas pembelajaran yang lebih optimal, kreatif dan inovatif. Berikut merupakan perbedaan pendekatan konvensional dan pendekatan reformasi pembelajaran:
Gambar 2
Berkaca kepada beberapa negara yang mempunyai sistem pendidikan terbaik agar dapat memberikan motivasi dan referensi mengenai integrasi teknologi dalam pendidikan di Indonesia untuk mewujudkan Indonesia 2045, sebagai berikut:
1. Singapura
- Merancang "sekolah berpikir" untuk menciptakan pusat dan sistem pembelajaran yang sustainable.
- Penyediaan dana senilai US$ 2,5 juta atau setara dengan 28,3 miliar kepada setiap sekolah untuk memfasilitasi teknologi informasi.
- Dalam waktu 5 tahun memberikan sarana berupa satu komputer kepada setiap dua siswa.
- Kreativitas merupakan bagian dari kurikulum terbaru di bidang sains dan matematika.
- Inovasi "top down" ditinggalkan karena dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman (Vos, 1997)
2. China
- Di tahun 1999, masyarakat Cina yang terhubung ke internet hanya sebanyak 3 juta rumah, tetapi sebanyak 310 juta rumah mempunyai televisi.
- Sekarang Intel dan keluarga konglomerat Hongkong (Richard Li) bersatu dan mendirikan sebuah perusahaan televisi raksasa di Hongkong.
- Hal tersebut menciptakan jutaan televisi menjadi komputer-internet dengan harga terjangkau, dan hampir seluruh masyarakat Cina dapat mengakses televisi dan internet pada saat itu.
- Voicemail menjadi bagian dari proyek tersebut dengan tujuan agar masyarakat yang hanya menjadikan fonogram sebagai sarana menulis dapat menikmati proyek tersebut. (McGrill, 2004)
Dalam rangka menerapkan dan mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan, para peneliti menciptakan berbagai model. Gambar 3 merupakan model yang diciptakan oleh Woodbridge (2004):
Gambar 3
Sistem Integrasi Teknologi dalam Pendidikan
Diperjelas lebih lanjut, teknologi ICT memiliki beberapa fungsi: Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Kedua, meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami teknologi dan menerapkannya dalam pembelajaran. Ketiga, berkembangnya teknologi juga dapat memberikan efisiensi dalam berbagai aspek pada kegiatan pembelajaran (Suryadi, 2007)