Bayangkan bila mereka yang mencintai, menyukai grup musik Queen mendapat kabar tentang film ini. Mereka secara tidak sadar mungkin sudah menantikan film tersebut dan memasukkannya dalam daftar keinginan. Begitu pula The Two Popes yang mana lebih banyak berkaitan dengan masyarakat luas.
Dalam produksi film kemudian menjadikan komoditas ditukar sebagai cerita atau memberi kisah ke pada masyarakat dan dapat dikonsumsi/ditonton oleh banyak orang.
Namun ada hal yang menurut saya lebih menarik dalam proses komodifikasi ini, yaitu bagaimana film yang mengkomodifikasi suatu kisah nyata turut menjadi nilai guna itu sendiri. Poin ini akan saya jelaskan sambil menulis analisis film.
Analisis pada film ini menggunakan metode analisis teks melalui dialog dan visualnya.
Kedua film menyadarkan kita bahwa kita sering beranggapan bahwa pemimpin agama merupakan sosok yang suci dan tidak berbuat cela. Pada sosok legend, kita sering menganggap mereka sebagai sosok yang selalu sukses dan terus berbahagia.
Dapat jadi prasangka kita yang demikian dapat menjadi realitas sosial yang kita anggap benar terjadi.
Film The Two Popes yang menceritakan tentang dua paus yang memiliki jejak masa lalu yang getir. Pada suatu waktu, gereja Katolik sedang digunjang skandal Vatikan dan memicu beragam kontestasi di dalam gereja dan kalangan masyarakat.
Alur dibawa dengan  halus dan banyak memberikan konflik batin di dalamnya. Film The Two Popes lebih implisit dalam menyampaikan pesan ketimbang film Bohemian Rhapsody yang secara langsung memberikan gambaran-gambaran konflik.Â
Secara teknis, film Bohemian Rhapsody lebih dikemas dengan tatanan setting lama dan aktor dirias semirip mungkin dengan tokoh aslinya. Dari cara berpakaian, fitur wajah, hingga gesture saat tampil dipanggung.
Sama-sama bercerita tentang sosok atau pribadi dalam kedua film, The Two Popes lebih bercerita tentang masa kepemimpinan sedangkan Bohemian Rhapsody lebih bercerita tentang kisah hidup Freddie Mercury. Namun kedua sama-sama berimplikasi ke pada masyarakat.