Iona's Landscape from Fionnphort
Â
 Iona benar-benar mengingatkanku akan Pulau Sikakap di Mentawai. Lihat saja foto di bawah ini, jalan setapaknya sungguh mirip jalan di Mentawai kala itu. Hahaha. Agenda pertamaku ketika tiba di Iona sudah tentu mencari campsite. Menurut apa yang tertera di website, campsite ini lokasinya gak jauh dari dermaga. Butuh waktu 15 menit jalan kaki untuk sampai ke sana. Aku pun segera menyusuri jalan ini dengan semangat menggebu. Tak lupa sebelumnya screening peta pulau yang terpampang di pinggir dermaga.
Â
Â
Â
Iona's Main Road
Well, setelah 15 menit berlalu, lokasi yang kucari-cari tak kunjung terlihat. Padahal aku jalan cepat lo bukan jalan di tempat. Kasihan kedua kakiku yang mulai pegel lantaran jalan menanjak yang seolah gak ada ujungnya ini. Aku tengok kanan kiri kok nggak ada tanda-tanda lokasi campsite yah. Jadi galau deh. Jangan-jangan aku nyasar, atau kelewatan. Waktu aku lihat jalan di depan yang masih terhampar panjang, gak meyakinkan banget seolah gak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Makin galauuu. Mau tanya orang tapi gak ada orang sama sekali.. sunyi.. sepi.. ngeri bin mencekam. Ih horor banget deh. Langsung kebayang film-film serial killer dan Criminal Minds yang sering aku tonton. Yang ada makin menciutlah nyaliku untuk lanjut melangkah. Akhirnya aku memutuskan untuk balik ke dermaga.
Setelah 15 menit berikutnya, aku sampai kembali di dermaga. Membaca ulang peta dan semakin yakin kalau jalan yang ku tempuh sudah benar. Aku pun mengulang kembali perjalanan dari dermaga ke atas, sambil sesekali ngedumel..pegel. Dalam perjalanan kali ini, tetiba ada mobil yang disupiri seorang pria agak tambun melaju mendahuluiku. Aku melipir sejenak ke tepi saat mobil itu memberi isyarat akan lewat. Di badan mobil itu tampak logo bergambar tenda hijau dengan tulisan 'campsite'. Sepertinya logo itu tak asing lagi buatku. Sayangnya keterlambatan berpikirku lantaran kebanyakan ngedumel dan kecapean kala itu membuatku telat sadar kalau tentu saja itu mobil campsite dan aku bisa numpang. Begitu (telat) sadar, aku langsung teriak minta agar mobil itu berhenti. Bahkan pakai acara melambai-lambai dan lari-lari berusaha mengejar mobil itu. Sayangnya nihil. Mobil itu sudah terlalu jauh. Sebel sih karena nggak bisa numpang, apalagi aku udah kecapean banget kala itu. Tapi di sisi lain aku semakin yakin jalan ini memang mengarah ke lokasi tujuan.
Â
Lokasi kemahya sendiri cukup luas dan asiknya ada bukit kecil yang pastinya menguntungkan buat menghalau angin. Jadi akupun memilih bertenda di samping bukit itu. Kalau lihat gambar di samping, itu perlengkapan kemahnya disewa dari mas bule gendut tadi.
Otreh, agenda berikutnya ya pastilah pitch my tent. Berbekal ilmu kebal dingin, kebal capek, dan ilmu pasang tenda dan gali tanah, 30 menit tendaku sudah berdiri kokoh. Bahkan aku punya kompor alam buatan sendiri.
- Baca peta aka petunjuk jalan gak menjamin perjalanan kita langsung serrr nyampe...gampang, mulus, tanpa hambatan.
- Sering banget aku nyerah, padahal tinggal selangkah lagi.
- Gak ada yang salah dengan 'putar balik' selama itu menguatkan keyakinanku. Eh tapinya kan makan waktu lebih lama untuk sampai tujuan yak.Â
- Kadang aku maunya 'nebeng' proses orang lain yang kelihatan lebih gampang, lebih cepat, dan lupa kalau aku punya prosesku sendiri.
Nah, begitu dulu ya postingan kali ini. Semoga ga cuma aku yang belajar dari perjalanan ini.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H