Mohon tunggu...
Filivi Delareo Wanwol
Filivi Delareo Wanwol Mohon Tunggu... -

Stock Observer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mulut Melawan, Tangan Bersalaman

26 Februari 2018   14:28 Diperbarui: 26 Februari 2018   14:39 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Malam kudus.... Sunyi senyap...."

Malam itu bukanlah malam kudus seperti biasanya. Tepat 26 Desember 2004, tsunami dahsyat menghantam Aceh. Bencana yang didaulat menjadi salah satu bencana terbesar abad ke-21 oleh PBB ini terpicu oleh gempa 9,1 skala richter yang terjadi di Samudera Hindia. Lebih kurang 280 ribu jiwa melayang dari bencana alam ini. 

Juru bicara Menteri Luar Negeri, Yuri Thamrin mengatakan bahwa ada 18 negara (terhitung 56 negara sampai detik ini) yang memberikan bala bantuan kepada masyarakat Aceh berupa alat transportasi, genset, tenda, perlengkapan bertahan hidup, alat pemurni air, dan segala jenis bantuan lainnya. Total perkiraan dari peristiwa tsunami Aceh ditaksir mencapai 4,45 miliar dolar Amerika, atau setara dengan 41,4 triliun rupiah. Lantas dari hiruk pikuk bantuan yang tersalurkan dari berbagai lembaga, negara, bahkan bank dunia. Tidak terbesit sedikitpun bahwa salah satu negara yang tidak pernah berhubungan politik dengan Indonesia akan memberikan bantuan.

Negara yang menentang butir-butir pada UUD 1945 ini memberikan bantuan yang tidak sedikit, yaitu muatan 90 ton dengan rincian seperti obat-obatan, pakaian, air minum, dan lain-lain. Negara itu ialah Israel. Indonesia tidak pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Lalu apakah yang dimaksud dengan hubungan diplomatik? hubungan diplomatik ialah berbagai sarana yang sah dan legal suatu negara untuk berhubungan dengan negara lain dalam melaksanakan politik luar negeri, dapat terlihat dari penempatan perwakilan masing-masing negara. 

Oleh karena itu, tidak pernah ditemukan kantor duta besar Israel di Indonesia. Hubungan diplomatik antara Israel dan Indonesia sering kali diusung melalui perdana menteri Israel. Lantas apakah etis negara Indonesia yang menentang tindakan Israel malah membutuhkan uluran tangan dari negara tersebut? Atau ada hal tertentu yang "diperbolehkan" untuk dilanggar dalam hubungan diplomatik? Untuk menjawab semua pertanyaan dan segala keraguan, Indonesia perlu membuka hubungan diplomatik dengan Israel untuk menunjang berbagai aspek negara yang dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia.

Pertama, Indonesia sudah tidak perlu berdagang "di bawah tangan" dengan Israel. masyarakat Indonesia mengetahui bahwa Indonesia dikenal sebagai negara pro-kemerdekaan Palestina. Sehingga label inilah yang menjadi bumerang tersendiri untuk pemerintah jika berani untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. namun tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dan Israel sudah lama menjalin hubungan dagang. Bahkan diperkirakan 200.000 orang Indonesia mengunjungi Israel setiap tahunnya. Hubungan dagang Indonesia-Israel terjalin hangat walaupun tidak adanya hubungan resmi kedua negara. 

Catatan data Kementerian Perdagangan memperlihatkan bagaimana naik turunnya hubungan kedua negara. Tercatat pada tahun 2011, total perdagangan Indonesia dengan Israel mencapai 170,62 juta dolar AS. Pada 2014 terjadi penuruan yang tidak terlalu signifikan, yaitu pada angka 152,77 juta dolar AS. Tapi hal ini tidak menunggu sampai 1 tahun di depan. Pada 2015, angka perdagangan naik dengan cepat sehingga mencapai 194,43 juta dolar AS dengan rincian ekspor sebesar 116,7 juta dolar AS dan impor sebesar 77,73 juta dolar AS.

 Hubungan dagang yang terjalin tidak hanya pada sektor migas dan non-migas. Kembali menilik dari data Kementerian Perindustrian, Israel mengekspor alat musik, alat peraga pembantu pendidikan, alat olahraga, dan juga beberapa mainan yang mencapai angka 3,4 juta dolar AS. Terlihat jalinan "kasih" antarnegara dengan ekspor yang berbeda. 

Di sisi Indonesia dapat dilihat bahan makanan dan furnitur merupakan komoditas utama yang disalurkan menuju negara Bintang Daud tersebut dan di sisi lain Israel mengekspor alat telekomunikasi, alat kesehatan, alat keamanan, teknologi agrikultural, dan juga jasa konsultasi. I

srael mampu melihat kecocokan ekonomi dengan Indonesia, selain itu juga dapat dilihat pangsa pasar Indonesia yang benar-benar besar. 255 juta jiwa masyarakat Indonesia merupakan pasar yang dapat dimanfaatkan Israel untuk menjual produk-produk berteknologi tinggi. Perlunya hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel untuk membuka lebih banyak peluang bisnis dan pembangunan sektor teknologi sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara lain. 

Walaupun banyak produk-produk dari negara lain yang dapat diperjualbelikan di Indonesia, tapi Israel sudah menjadi negara terbesar kedua dalam urusan startup dan teknologi setelah Amerika Serikat. Jadi tidak ada masalah jika Indonesia ingin membuka hubungan diplomatik sehingga roda perekonomian negara (termasuk Indeks Harga Saham Gabungan) dapat menjejali posisi yang lebih tinggi.

Kedua, agama bukanlah permasalahan serius dalam hubungan diplomatik, namun lebih kepada arah katalis sehingga diperlukan adanya modernisasi dari pandangan agama itu sendiri. Indonesia dan Israel dapat menjalin hubungan diplomatik yang harmonis tanpa harus menitikberatkan segalanya pada permasalahan agama. 

Memang benar jika hubungan diplomatik tidak ada sangkut pautnya dengan agama, namun pada realita yang diimplementasikan, agama masih menjadi salah satu dari beberapa aspek dalam menjalin hubungan diplomatik. Perlu diketahui bahwa agama hanyalah katalis yang berfungsi untuk mempercepat terjalinnya harmonisasi. 

Lebih sederhananya, orang dari Suku Batak akan lebih merasa terikat dan dekat dengan orang dari suku yang sama. Bahkan dapat dilihat betapa Bahasa Jawa mendominasi dalam setiap perdagangan pasar tradisional, sehingga antara pedagang dan pembeli dari Suku Jawa akan lebih mudah terikat satu sama lain. Begitu pula dengan agama sebagai katalis hubungan antarnegara.

Oleh karena itu, agama tidak dapat dijadikan salah satu alasan mengapa harus menutup diri terhadap Israel. Indonesia dengan mayoritas penduduk Islam terbanyak di dunia juga tidak lepas dari paradigma masyarakat bahwa Israel merupakan agama yang tak bermoral dengan peperangan melawan Palestina sebagai justifikasi absolut. 

Namun kembali lagi, hal itu tidak dapat menjadi acuan Indonesia dalam menyikapi hubungan yang seharusnya terjalin guna mendongkrak perekonomian negara. Abad 21 bukan lagi abad yang sama dengan kejadian-kejadian masa lalu, peperangan antaragama ataupun perebutan wilayah sebagai manifestasi surat/ayat dalam suatu kitab tidak lagi menjadi dasar suatu negara melakukan sesuatu hal yang bertentangan. Memang benar jika poin kedua ini lebih lemah dibanding poin-poin yang akan dipaparkan kedepan, namun perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi dimana setiap masyarakat memiliki kebebasan tersendiri dalam menyampaikan aspirasi dan juga unjuk rasa terhadap apa yang mereka rasakan. Agama merupakan salah satu hal yang paling mudah menggiring opini dan pandangan masyarakat terhadap suatu masalah, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu alasan Indonesia tidak dapat menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dikarenakan agama.

Ketiga, hubungan diplomatik dengan Israel tetaplah berdasar pada UUD 1945. UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara Indonesia perlu dijadikan bahan acuan dalam menjalin hubungan dengan Israel. Perlu masyarakat ketahui bahwa tertulis amanat pada UUD 1945 yang berbunyi, "bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan"inilah yang menjadi dasar mengapa Indonesia tidak pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel sampai pada waktu Israel memberikan kemerdekaan yang absolut kepada Palestina.

Tapi perlu diingat, bahwa permasalahan utama Israel dan Palestina adalah suatu kawasan yang diperebutkan semenjak bangsa Yahudi berimigrasi dari Eropa Timur dan Eropa Tengah ke Palestina. Saat itu masih di bawahi oleh pemerintah Turki Ottoman. Gerakan Zionisme yang didanai oleh Dana Nasional Yahudi untuk membeli tanah di Palestina merupakan satu dari beberapa hal yang menjadikan pertikaian dua bangsa ini. 

Sehingga dalam hal ini jelas terlihat permasalahan utama Israel tidak memberikan kemerdekaan kepada Palestina dikarenakan wilayah kekuasaan yang masih problematik. Tidak perlu menilik lebih jauh, masyarakat dapat lebih mudah memahami betapa sulitnya untuk mencapai perdamaian antarnegara yang berebut wilayah kekuasaan, seperti Laut Cina Selatan yang masih direbutkan antara Cina dan Filipina, atau bahkan Sipadan dan Ligitan yang tidak mampu dipertahankan oleh Indonesia karena kalah di mahkamah internasional oleh Malaysia.

 Bukankah perebutan wilayah termasuk dalam penghinaan konstitusi suatu negara? Konstitusi suatu negara adalah sesuatu hal yang tidak dapat ditawar, namun masih tetap dapat ditoleransi guna mempertahankan harmonisasi antarnegara yang bertikai. Sehingga dalam hal ini, membuka hubungan diplomatik terhadap Israel tidak akan memberikan pandangan masyarakat dunia bahwa Indonesia "menjilat ludah sendiri" dan bukan berarti Indonesia menyetujui tindakan Israel atas Palestina, melainkan menjadi gambaran sebuah negara terbuka dan universal. Namun perlu diingat bahwa Israel masih melanggar konstitusi Indonesia, sehingga dalam menjalin hubungan diplomatik diperlukan MOU dengan persetujuan dan batas-batas yang jelas terhadap do and don't bagi kedua belah pihak.

Keempat, Indonesia perlu membuka hubungan diplomatik untuk ikut serta dalam perdamaian Israel-Palestina. Tidak perlu melihat dari Inggris yang masih belum mampu menjadi penengah antarnegara bertikai. Indonesia perlu menjadi bagian dalam proses perdamaian Israel dan Palestina, salah satu cara yang dapat dilalui untuk mencapai titik tersebut ialah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Karena pusaran konflik yang terjadi di Israel-Palestina tidak hanya melibatkan kaum muslim saja, melainkan yahudi dan kristiani juga turut menjadi korban. 

Masyarakat tak dapat mengelak kenyataan bahwa selama ini pandangan masyarakat terhadap konflik Israel-Palestina lebih berporos pada Palestina. Dan tidak jarang pandangan berporos Palestina ini juga dipetik dari sudut pandang Islam. Inilah yang bisa menyebabkan perselisihan, padahal semenjak awal penulisan telah disepakati bahwa konflik Israel-Palestina bukan persoalan agama, melainkan wilayah kekuasaan yang diperebutkan.

Kelima, Indonesia tidak akan pernah bisa memboikot produk-produk asal Israel. bukan tidak mungkin jika Indonesia menciptakan sebuah produk baru yang mengalahkan eksistensi produk-produk besutan Israel, namun produk Israel sudah lama membekas dan menetap di hati masyarakat Indonesia secara tak sadar. 

Disetiap hari raya besar keagamaan, masyarakat Indonesia tidak pernah lepas dari Coca Cola yang merupakan pilihan terbaik untuk menyajikan minuman universal. Baik Coca Cola, Fanta, maupun Sprite juga termasuk dalam jajaran minuman paling digemari masyarakat. Perusahaan besar seperti Johnson & Johnson yang memproduksi keperluan bayi bahkan ibu-ibu juga termasuk perusahaan yang mendukung penuh terhadap Israel. 

Sampai pada harkat dan derajat individu yang dapat ditingkatkan dengan cukup signifikan melalui produk berlogo buah apel termasuk dalam jajaran pendukung Israel. Memahami semua hal ini, bukan tidak mungkin jika segala jenis bantuan dan investasi besar-besaran akan dibuka di Indonesia jika ingin memberikan Israel tempat yang setara dengan negara-negara lain.

Dari setiap poin yang telah dijabarkan, Indonesia tidak perlu ragu lagi untuk membuka hubungan yang legal dan resmi dengan Israel. Segala jenis bentuk hubungan dagang yang dilakukan juga dapat menjadi acuan keberhasilan hubungan antara Indonesia dan Israel. Selama perjanjian yang dibuat tetap didasari oleh UUD 1945 dan Pancasila yang sudah dianut negara ini dari zaman dahulu kala. 

Memiliki hubungan diplomatik dengan Israel memberi banyak keuntungan dibanding menutup diri terhadap negara Bintang Daud tersebut. Sudah waktunya Indonesia mengungkap kerjasama yang dirahasiakan ini dan sudah waktunya juga Indonesia berhenti menggunakan mulut tanda perlawanan, dan mulai mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun