Malam itu, seluruh bahasaku runtuh, hanyut terbawa arus sungai air mata, mata yang tercucuk duka; di hadapan ibu, aku dan dua adikku, engkau bersama maut memilih meringkas hidup, dengan lembut meringkus degup.
Malam itu, sejak maut memohon sarang di tubuhmu, sontak kata-kataku bergulung, memilin kuduk dan jantung.
Seakan ada kalimat sesal yang hingga kini sungai duka di tubuhku urung mengering;
"Pintu jahanam di sebrang lautan tampak, Pintu Surga di depan mata sendiri ditampik."
Â
Cuzzy Fitriyani.
Namamu
Sendiri pada sebuah padang rumput
Di tengah hujan lebat
Aku dapati sebuah batu
Batu penyebab semua rasa sakitku
Aku tersandung kabut
Tak percaya, aku jatuh berlutut
Terisak dalam kesedihan
Kabut pun tunduk menangis
Suara sedihnya seperti hatiku
Aku jatuh ke tanah, bersimpuh
Menangis untuk siapa?
Perih segala rasaku
Batu yang kutemukan
Batu yang bertuan atas namamu
***