“Wo.. liat mata Gua. Masalah ini biar ntar Gua yang omongin ke Biyanci. Gua akan bantu Loe sebisa Gua tuk ngeyakinin Biyanci. Percaya deh. Sekarang jangan sedih lagi yaaa..” Ku goyang kedua bahunya agar kepalanya mengarah kepadaku.
“Tapi Biyanci dah bikin Gua maluuu…” Kedua matanya nampak berair
“Huuuss, tenang aja. Gua yakin bukan maksud Biyanci maluin Loe.” Ku berikan senyum semangat untuknya.
“Sumpaaah malu bangeeet Guaaa….” Terdengar suara isakan dari mulutnya. Ku rengkuh tubuh gempalnya. Berharap kedamaian dan ketenangan menyelimutinya.
“Niaat Gua baik banget pagi ini, Gua cuma mau bantu nyuciin baju dan pakaian Emak dia. Tapi napa dia tega-teganyaa NOLAK Guaaaa.” Isaknya mengencang
“Whaaaat???” Ku lepas pelukan. Kepalanya menunduk. Telapak tangannya mengusap ingus yang mulai keluar dari lobang hidungnya. “Loe bilang, Loe ditolak buat nyuciin baju?” Kedua mataku tak lepas memandang wajah Sarwo
“Iya.. Gua udah bawa sabun cuci dan sikat sendiri dari rumah, nyampe di depan dia, Biyanci malah ngomong..” Ia menarik nafas panjang, lalu lanjutnya, “Wo.. mending mandiin kebo engkong Aji ajaa noh, ga usah nyuciin pakaian Emak Gua. Itu pakaian keramat, ga sembarang orang pegang.” Biyanci menunjuk seekor Kebo yang sedang mandi sendirian di pinggir kali.
“Sakit banget Gua dikata gitu ama Biyanci.” Tangan kananya terkepal dan memukul-mukul dada sebelah kirinya.
Aku terdiam. Menatap kosong wajahnya yang mulai cerah karena cengar cengirnya. Ngga lama, ku jambak rambutnya. Namun terlepas dan dia pun tertawa kencang sambil nunjukin bokongnya yang tepos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H