Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasib ‘Telor’ Keramat

11 Maret 2016   13:48 Diperbarui: 11 Maret 2016   14:08 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Anak Mama kok masih tidur ? Bangun sayang, udah siang. Nanti telat ke sekolahnya.”

Dwi menggeliat, kedua matanya terbuka sambil berucap:”Dwi ngga sekolah dulu ya Ma,..”

“Loh kenapa sayang?” Tangan halus Mama mengelus kepala Dwi

“Malas… Dwi mau belajar di rumah aja bareng Mama.”

“Ngga boleh malas sayang, katanya nanti mau jadi Presiden, ayo bangun.. Semangat semangat !”

“Pokonya Dwi ngga mau sekolah hari ini !!!” terdengar teriakan nyaring diiringi rintik air dari kedua mata anak berwajah ganteng tersebut.

Sang Mama segera memeluk putra tunggalnya tersebut, “Ya sudah kalau tidak berangkat hari ini, ngga apa-apa. Tapi besok harus berangkat dan rajin belajar, oke?”

“Iya Mama, terima kasih.” Dwi pun memeluk hangat sambil mencium pipi kanan Mamanya.

“Iiihh, ada yang cium-cium padahal belom gosok gigi.” Colek Mama ke dagu Dwi

“Aaaah Mama… !” Dwi pun ngeloyor pergi meninggalkan Mamanya yang tersenyum manis di atas kasur.

*

Dwi sedang membaca buku di teras rumah. Cuaca panas pada hari ini, membuatnya malas keluar rumah. Ia asyik menjelajah tentang sejarah tokoh Islam bernama Umar Ibn Khattab.

Dalam buku tersebut dijelaskan tentang sosok Umar Ibn Khattab yang memiliki fisik kuat sehingga ia menjadi ‘jawara’ di Mekkah saat itu. Karenanya Umar Ibn Khattab disegani oleh seluruh masyarakat kota Makkah.

Umar Ibn Khattab termasuk orang yang sangat menjaga adat istiadat bangsa Arab. Bagi siapa saja yang merusak adat istiadat tersebut, maka beliau tak segan akan memusuhinya termasuk memusuhi sahabat Rasul ketika Umar belum mengakui Islam.

Selesai dengan membaca sejarah Umar Ibn Khattab, Dwi termenung. Memandang ke arah tembok rumah yang terdapat dua binatang cicak yang sedang berkejaran. Mengingatkan kembali kejadian kemarin di kantin sekolah saat ia ditatap tajam oleh kedua mata sahabatnya, Hery.

Dwi sedih. Bertanya dalam hati kenapa Hery sampai segitu memandangnya. Padahal dia sudah meminta maaf atas ketidaksengajaannya melakukan kesalahan. Kenapa Hery harus membentak dan mengoloknya? Ada apa dengan Hery? Kenapa wajah persahabatan hilang saat itu? Dimana senyum hangatnya selama ini?

Asyik dengan lamunannya, Dwi tak menyadari kehadiran Mamanya. “Anak Mama siang-siang kok udah bengong, ada apa sayang?”

“Eh Mama, ngga ada apa-apa kok.” Dwi memalingkan wajahnya dari tatapan kedua mata indah millik Mamanya.

“Ngga boleh bohong sayang, ntar hidungnya tambah pendek loh.”

“Ihhh Mama, kan hidungku dah pendek dari sononya, kaya Mama, Weekz…”

“hehehehe.. iya yaa.. sini cerita sama Mama, kenapa kamu bengong? Kenapa hari ini kamu malas pergi ke sekolah?”

Dwi diam. Ia memainkan kuku di jari tanganya.

“Tumben nih anak Mama kok jadi susah cerita gini? Biasanya paling seneng kalau cerita.” Mama menjawil Dwi

“Sebenernya Dwi mau ke sekolah Ma, tapi Dwi takut. Dwi ngga mau ketemu sama Hery di sekolah.”

Mama mengangkat kepala Dwi yang tertunduk. “Loh memangnya kenapa? Kamu berantem sama Hery? Bukannya Hery sahabat kamu? Soulmate kamu?”

“Hery kemaren berubah Ma, ia sudah tak seramah seperti biasanya.”

“Kok Bisa?”

Dwi lalu menceritakan peristiwa yang terjadi kemarin di kantin. Air matanya keluar tak terbendung mengingat sikap sahabatnya Hery yang berubah total seperti Gorila diambil anaknya.

“Oohh seperti itu…!” Ucap Mama usai mendengar Dwi bercerita.

“Dwi ngga suka lihat Hery kaya gitu Ma, marah-marah dan ngebentak. Dwi takut !.” Kedua tangan Dwi memegang kakinya, suara isakan tangis masih terdengar.

“Cuup.. Cuup.. Cuup sayang, iya Mama tahu kamu ngga suka dibentak. Nanti Mama coba bicara baik-baik dengan Hery. Mama juga harus tahu dong cerita dari Hery tentang kejadian kemarin. Udah ngga usah nangis lagi, nanti culunnya hilang kalau anak Mama nangis.” Pelukan hangat Mama mendiamkan isakan Dwi. Kedua matanya pun tak lagi mengeluarkan air. Dwi memang paling suka dipeluk Mama.

Mama memberikan kecupan di kening Dwi. “Sekarang masuk yuk, Dwi ngga boleh nangis lagi. Kita belajar di dalam, biar Dwi ngga ketinggalan pelajaran karena ngga masuk hari ini.”

“Iya Ma, tapi Dwi mau digendong Mama…”

“Yaaaaah… dia manja..”

Muka Dwi pun berubah jadi warna pink sambil tersenyum manja kepada Mamanya.

*

Sementara di ujung desa sebelah sana. Seorang anak lelaki sedang duduk di samping jendela, menikmati sajak-sajak indah yang keluar dari para penjaja keliling yang melintas di depan rumahnya.

Hari ini ia asyik bercengkrama seorang diri. Tak berangkat ke sekolah karena masih merasakan sakit dibagian selangkangan tepatnya di kedua telor keramat yang dimilikinya, setelah kemarin ketumpahan kuah panas bakso oleh sahabatnya.

Apesnya saat ketumpahan, ia sedang tidak memakai sempak karena stock sempak di rumahnya habis dicuci dan belum kering karena hujan yang turun setiap hari. Akibatnya, kini ia cuma bisa memandangi kedua telornya yang sudah diolesi oleh salep

“Dasaaaaar Dwi edaaaan, kalau mau ngerebut Cintawp yang gentle dong bertarungnya, jangan main siram ajaa nih telor keramat gua.” Ucap Hery dalam hati sambil menggeram.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun