Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasib ‘Telor’ Keramat

11 Maret 2016   13:48 Diperbarui: 11 Maret 2016   14:08 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dwi sedang membaca buku di teras rumah. Cuaca panas pada hari ini, membuatnya malas keluar rumah. Ia asyik menjelajah tentang sejarah tokoh Islam bernama Umar Ibn Khattab.

Dalam buku tersebut dijelaskan tentang sosok Umar Ibn Khattab yang memiliki fisik kuat sehingga ia menjadi ‘jawara’ di Mekkah saat itu. Karenanya Umar Ibn Khattab disegani oleh seluruh masyarakat kota Makkah.

Umar Ibn Khattab termasuk orang yang sangat menjaga adat istiadat bangsa Arab. Bagi siapa saja yang merusak adat istiadat tersebut, maka beliau tak segan akan memusuhinya termasuk memusuhi sahabat Rasul ketika Umar belum mengakui Islam.

Selesai dengan membaca sejarah Umar Ibn Khattab, Dwi termenung. Memandang ke arah tembok rumah yang terdapat dua binatang cicak yang sedang berkejaran. Mengingatkan kembali kejadian kemarin di kantin sekolah saat ia ditatap tajam oleh kedua mata sahabatnya, Hery.

Dwi sedih. Bertanya dalam hati kenapa Hery sampai segitu memandangnya. Padahal dia sudah meminta maaf atas ketidaksengajaannya melakukan kesalahan. Kenapa Hery harus membentak dan mengoloknya? Ada apa dengan Hery? Kenapa wajah persahabatan hilang saat itu? Dimana senyum hangatnya selama ini?

Asyik dengan lamunannya, Dwi tak menyadari kehadiran Mamanya. “Anak Mama siang-siang kok udah bengong, ada apa sayang?”

“Eh Mama, ngga ada apa-apa kok.” Dwi memalingkan wajahnya dari tatapan kedua mata indah millik Mamanya.

“Ngga boleh bohong sayang, ntar hidungnya tambah pendek loh.”

“Ihhh Mama, kan hidungku dah pendek dari sononya, kaya Mama, Weekz…”

“hehehehe.. iya yaa.. sini cerita sama Mama, kenapa kamu bengong? Kenapa hari ini kamu malas pergi ke sekolah?”

Dwi diam. Ia memainkan kuku di jari tanganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun