Dulu, aku ingin menjadi burung
Terbang bebas dengan mengepakkan sayap di angkasa. Sesekali beratraksi uji nyali dengan membelok lalu menukik tajam ke bawah. Hilir mudik bersama sampai senja tiba.
Â
Aku ingin menjadi burung
Berdiri gagah di atas pohon, bercengkrama, bersenda gurau, makan cemilan bersama kawan-kawan atas nikmat yang Tuhan berikan. Atau sekedar nongkrong sambil bersuit-suit memamerkan keindahan suara di atas ranting dahan.
Â
Aku ingin jadi burung
Berwajah ayu atau tampan. Memiliki body menawan dengan bulu-bulu cantik mempesona yang mampu menarik bagi kaum betina ataupun jantan.
Â
Kini, keinginan berubah saat bencana datang di ujung sana beberapa waktu lalu. Nasib burung sekarang...
Â
Tak lagi memiliki kicau semerdu dahulu kala
Sarang sebagai tempat tinggal hilang tak tersisa
Kawan dan saudara jengah dan merana oleh derita
Apa yang harus di kata
Ketika manusia sudah tiada...
Tiada lagi peduli
Tiada lagi menyayangi
Tiada lagi mengasihi
Bahkan tiada lagi yang melindungi
Aaaaahh... nasibmu kini..
Â
#Teruntuk dirimu, tetaplah "terbang" selagi kau bisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H