"Atau jangan-jangan ia duduk di singgasananya karena  ingin menanti dan melihat seorang pemuda yang memiliki wajah imoet?"
Aaaahh... aku jadi tersipu malu.
Sungguh aku ingin mengenalnya walau sesaat. Melihat wajah tuanya dari dekat. Sebab ku pikir wajahnya mengingatkanku pada sosok Ibu yang kini senang menyendiri meski ada di dalam rumah. Walau usianya tak sama, tapi perilaku keduanya tak jauh berbeda yaitu senang dengan kesendirian.
Padahal seluruh anak, cucu dan menantu selalu hadir di tengah-tengah Ibu. Mengajak berbicara diiringi canda dan tawa. Sayangnya selepas itu, Ibu kembali asyik menyendiri.
#
Sebulan lebih aku sudah melewati dan mendapati senyum manis satu kali dari wanita tua itu.
Kini di malam bulan baru, tak ku dapati sosok wanita itu di kursi goyangnya. Singgasananya teronggok sendiri di dalam gardu pos kamling tanpa ada yang menduduki.
Kemanakah Ibu tua itu berada?
Semilir angin senja menerpa tubuh mungilku. Ku dapati bulu kuduk berdiri seiring sejuknya angin senja. Aku melangkah cepat meninggalkan gardu pos kamling dab sesekali melihat ke kursi tua itu yang kini sedang di duduki seekor kucing hitam. Dan tiba-tiba aku terdengar ada suara memanggil "Bang.... Bangg.. Bang...."
Ku percepat langkah. Dan teriakan itu semakin kencang memanggilku, "Bang.... Bangggg... Bangggg duitnya jatuh tuh seribu...!"
Seketika aku berbalik arah dan mengambil uang kusut seribu boleh nemu di bawah kamar Ibu.