Mohon tunggu...
fikri yathir
fikri yathir Mohon Tunggu... -

university student of gadjah mada majoring cultural anthropology. anything else to share?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Rusdin, Remaja Mantan TKI Ilegal di Malaysia

16 Agustus 2010   07:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:59 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rusdin kemudian dibesarkan bersama ayah kandung dan keluarga tirinya, sampai sekarang. Meski begitu, Rusdin mengakui bahwa ibu dan saudara-saudari tirinya sangat baik dan tidak jahat seperti di kisah-kisah negeri sinetron dan dongeng. Namun naluri seorang anak yang rindu ibu kandungnya tidak bisa dipungkiri. Rusdin ingin sekali melihat wajah ibu kandungnya. “Aku kan tidak tahu mukanya gimana karena waktu orang tuaku cerai kan aku masih kecil sekali, belum ingat apa-apa” ujar Rusdin.

Untuk mewujudkan impiannya, Rusdin bekerja membantu ayahnya bertani rumput laut. Selain itu, Rusdin juga penyanyi kondang di kampungnya. Upah yang diperoleh dari hasil kedua kerjanya itulah yang ditabung untuk modal berangkat ke Malaysia menemui ibunya.

Suatu hari, seorang tetangganya kembali ke Kaledupa setelah merantau lama di Malaysia dan mengabarkan Rusdin bahwa dia bertemu ibunya di sana. Melalui informasi tetangganya, Rusdin menelepon ibunya. Ia dikirimi uang 700 ribu rupiah. Ditambah dengan hasil tabungannya, Rusdin pun memberanikan diri berangkat ke Malaysia pada Februari 2009.

Kapal Rusdin berlabuh dari pelabuhan Makassar menuju Nunukan sebelum ke Malaysia. Di Nunukan, ia punya seorang paman yang mengurus segala proses dan persyaratan administrasi untuk ke Malaysia. Namun Rusdin mengalami yang namanya birokrasi tak jelas juntrung. Ia harus membayar 800 ribu rupiah untuk mendapatkan paspor, itu pun paspor lintas berwarna merah yang tentu berarti jalur tak resmi, alias ilegal.

Sesuai persyaratan, setiap bulan Rusdin harus ke Nunukan untuk mendapat stempel paspor sebab masa berlaku paspornya hanya sebulan. Biaya ke Nunukan ditanggung sendiri oleh masing-masing pemilik paspor. Rusdin tidak menyanggupi. Jadilah ia pendatang yang selama di sana berstatus ilegal. Menurut cerita Rusdin, pemeriksaan oleh aparat sangat ketat dan di mana-mana. Namun ia selalu punya siasat tersendiri untuk lolos. “Ya kita berlagak kayak orang sana saja. Berpakaian seperti mereka, cara bicara pun harus mirip-mirip cara mereka. Terus yang paling penting, jangan gugup apalagi takut kalau ada aparat. Santai saja!” ujar Rusdin juga dengan santai.

Niat Berubah

Setibanya di Malaysia, Rusdin dijemput ramah oleh ibu kandung dan keluarga tirinya di Tawaw. Menurut cerita Rusdin, saat pertama kali bertemu, ibunya memeluknya sangat erat dan menangis terharu. Namun Rusdin biasa saja. “Mungkin karena aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Jadi serasa bertemu dengan orang yang belum kukenal, sekalipun itu ibu kandungku sendiri”. Dengan menumpang mobil teman ayah tiri Rusdin, ia dibawa menuju tempat tinggal keluarga ‘barunya’ di daerah Batu 21. Di sanalah Rusdin tinggal, namun hanya sementara selama ia sembilan bulan di Malaysia.

Mulanya keluarga barunya tersebut senang dengan kedatangan Rusdin. Mereka melayaninya dengan baik, santun, dan ramah. Namun tidak lama waktu berlalu, ibunya yang bekerja menabur pupuk sehari-hari di sebuah lahan pertanian, mengusir Rusdin tanpa sebab yang pasti. “Mungkin sekali karena ibuku masih menyimpan dendam terhadap bapak” kata Rusdin. Saya sendiri tidak habis pikir mendengar rangkaian cerita ini. Saya kurang yakin. Rusdin memang selalu bercanda, dan tidak jarang setiap bercanda mimiknya seperti orang yang serius. Seperti cerita di sinetron-sinetron kacangan, gumamku dalam hati. “Aku juga nggak tahu ada apa sebenarnya. Tapi ya sudahlah, aku memilih minggat” sambung Rusdin seperti menebak pikiranku. Saya yakin ia sedang tidak bercanda.

Akhirnya niat awal Rusdin ke Malaysia untuk sekedar bertemu ibu kandungnya berubah total. Ia ingin segera pulang dan tidak lagi menganggap ia punya keluarga di Malaysia. “Istilahnya nih ya, binatang pun sayang dengan anak-anaknya” ujar Rusdin serasa tanpa beban. Namun sebelum keluar dari rumah dan tidak pernah kembali lagi, ada seorang tetangganya yang menyarankan Rusdin bekerja di sebuah restoran sea food. Tetangganya itu ditawari untuk bekerja di sana sebab ia pernah bekerja di dekat restoran itu sebelumnya. Namun tawaran tersebut diserahkan ke Rusdin. Rusdin pun mau dan segera melamar jadi pegawai.

Rusdin kembali menemui kesulitan saat melamar kerja. Ia tidak memiliki My Card, kartu yang digunakan orang di sana untuk melamar pekerjaan. Kartu ini bisa dicek di komputer untuk mengetahui apakah si pelamar warga negara Malaysia atau tidak. Tapi Rusdin tidak habis akal, ia menunjukkan sebuah surat sumpah (semacam akte kelahiran menurut Rusdin) yang di dalamnya tertera bahwa Rusdin lahir di Malaysia. Di surat tersebut, ada enam nama sebagai saksi. Dengan surat itu, lamaran kerja Rusdin diterima. Belakangan Rusdin tahu bahwa ketujuh pekerja di restoran tersebut semuanya merupakan pekerja ilegal. “Ternyata mereka lamarnya tidak pakai apa-apa” kata Rusdin.

Suka Duka selama Bekerja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun