Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apakah Indonesia Sedang Menuju Distopia? Refleksi dari Kecemasan Terhadap Kondisi Sosial, Politik,Ekonomi, dan Lingkungan Saat Ini

29 Januari 2025   12:05 Diperbarui: 29 Januari 2025   12:05 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Distopia. Kata ini mungkin terdengar seperti istilah keren dari novel-novel fiksi ilmiah. Tapi tunggu dulu, apakah kita sudah memperhatikan tanda-tanda kecil bahwa Indonesia mungkin sedang berjalan menuju babak cerita kelam ala George Orwell? Mari kita tela'ah lebih jauh,

Ah, pembangunan! Kata ajaib ini sering dijadikan mantra untuk melegitimasi apa pun, termasuk mengambil tanah masyarakat kecil atas nama "kepentingan umum." Lihat saja kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan dalih membangun infrastruktur strategis, masyarakat harus rela melihat tanah mereka dibeli dengan harga miring, bahkan disebut-sebut sangat serendah.

Mereka yang sudah hidup selaras dengan lingkungan selama bertahun-tahun tiba-tiba dianggap seperti pengganggu. Bagaimana dengan hak mereka? Oh, tentu saja itu hanya detail kecil yang sering terabaikan dalam proposal bisnis.

Kita melihat pemandangan distopia yang sangat klasik: aparat keamanan yang seharusnya melindungi rakyat, justru hadir untuk mengusir mereka. Dengan gas air mata dan tindakan represif, masyarakat dipaksa meninggalkan tanah yang mereka sebut rumah selama bertahun-tahun.

Bukankah ini mengingatkan kita pada cerita distopia di mana negara dan korporasi bersatu untuk mengontrol rakyat? Jika ini adalah babak baru dari "pembangunan," maka jelas siapa yang jadi pemeran utama: bukan rakyat, tapi para investor besar.

Dengan dalih Proyek Strategis Nasional (PSN), berbagai proyek swasta besar kini mendapatkan prioritas tinggi, termasuk dukungan dari APBN. Namun, di balik slogan-slogan besar ini, ada pertanyaan sederhana: siapa sebenarnya yang diuntungkan?

Kita melihat proyek-proyek ini sering kali membawa lebih banyak kerugian bagi rakyat kecil daripada manfaat. Kalau ini yang disebut strategi pembangunan, mungkin kita harus bertanya ulang: apakah strategi ini benar-benar dirancang untuk bangsa, atau hanya untuk kelompok tertentu?

Potensi Distopia dan Indikatornya

Beberapa kondisi di Indonesia saat ini mungkin memunculkan kekhawatiran bahwa distopia bisa menjadi kenyataan:

1. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi

  • Ketimpangan kekayaan yang semakin melebar menunjukkan bahwa sebagian besar kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir elite. Hal ini menciptakan jurang besar antara yang kaya dan miskin, yang dapat memicu ketidakstabilan sosial.
  • Contoh: Kelangkaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan berkualitas bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

2. Korupsi yang Masih Sistemik

  • Meski ada upaya pemberantasan korupsi, praktik ini masih menjadi masalah besar di berbagai level pemerintahan dan birokrasi.
  • Lemahnya dukungan terhadap KPK dalam beberapa tahun terakhir juga menjadi perhatian masyarakat.

3. Krisis Lingkungan

  • Deforestasi yang terus berlangsung, reklamasi pesisir, dan pencemaran air menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan ekosistem.
  • Perubahan iklim: Indonesia rentan terhadap bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, dan kenaikan permukaan air laut yang dapat menghancurkan ekosistem dan kehidupan masyarakat.

4. Kebebasan Sipil yang Terancam

  • Ada kekhawatiran terkait pengurangan ruang demokrasi, seperti pembatasan kebebasan berbicara, intimidasi terhadap aktivis, dan penggunaan undang-undang seperti UU ITE untuk membungkam kritik.

5. Digitalisasi yang Tak Terkontrol

  • Teknologi canggih yang tumbuh pesat berpotensi menjadi alat pengawasan massal oleh negara atau korporasi besar.
  • Penyebaran informasi palsu dan algoritma media sosial yang menciptakan ruang gema (echo chamber) semakin membentuk polarisasi di masyarakat.

Indonesia belum sepenuhnya berada dalam distopia, tetapi kasus-kasus yang akhir-akhir ini tejadi dan penggusuran lainnya adalah alarm keras yang menunjukkan arah yang berbahaya jika tidak segera ditangani. Ketimpangan kekuasaan, eksploitasi lingkungan, dan pengabaian hak-hak rakyat kecil adalah elemen-elemen yang harus segera diatasi.

Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan melibatkan masyarakat secara inklusif. Jika tidak, Indonesia berisiko menghadapi masa depan yang kelam di mana kesenjangan sosial, kehancuran lingkungan, dan represi menjadi norma. Pertanyaan selanjutnya adalah: Apakah kita, sebagai masyarakat, siap mencegahnya? Atau diam saja melihat ketidakadilan merajalela di depan mata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun