Di malam yang gelap dan dingin, seorang detektif bernama Arif duduk di ruang kecil kantornya, menatap selembar foto yang tampak biasa bagi kebanyakan orang. Namun, bagi Arif, foto ini adalah bagian dari sebuah teka-teki yang membingungkan.Â
Pada foto itu, seorang pria terlihat tergeletak di kamar tidurnya, tubuhnya kaku dengan lengan yang tergantung di pinggir tempat tidurnya . Wajahnya tampak tenang, seolah tertidur, tetapi tubuhnya dalam kondisi yang tidak biasa. Itulah tanda-tanda rigor mortis, proses yang membuat tubuh manusia mengeras setelah kematian.
Arif sudah berulang kali melihat rigor mortis selama bertahun-tahun di dunia forensik, tetapi kasus ini berbeda. Pria dalam foto itu meninggal pada waktu yang tidak jelas, dan rigor mortis yang biasanya menjadi petunjuk kuat waktu kematian, kini malah membuatnya bingung.
Arif menelusuri kembali rincian kasus itu. Menurut dokter forensik, rigor mortis telah mulai berkembang dalam waktu sekitar 2-6 jam setelah kematian. Pada kasus normal, ini bisa dijadikan acuan untuk memperkirakan kapan seseorang meninggal.Â
Tubuh akan mencapai kekakuan penuh setelah sekitar 12 jam, dan rigor mortis akan menghilang setelah 24 hingga 48 jam, seiring dengan dimulainya dekomposisi. Namun, kasus ini mengisyaratkan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan baku tersebut.
Arif mengingat penjelasan dokter: "Rigor mortis tidak selalu sederhana. Ada faktor-faktor seperti suhu dan kelembaban yang dapat mempercepat atau memperlambat prosesnya. Tubuh yang ditempatkan dalam suhu rendah, misalnya, dapat memperlambat rigor mortis, sementara suhu panas dapat mempercepatnya."
Ruang tempat pria itu ditemukan agak dingin, dengan suhu ruangan yang diperkirakan lebih rendah dari biasanya. Namun, ada satu anomali: tubuhnya telah mencapai tahap akhir rigor mortis, meskipun waktu kematiannya seharusnya baru beberapa jam yang lalu.Â
Arif merasakan ada yang tidak biasa. Proses rigor mortis seharusnya berkembang secara bertahap, dan pria ini seolah mengalami rigor mortis yang "dipaksakan" dalam waktu yang lebih singkat dari biasanya.
Ia teringat bagaimana rigor mortis bisa dipengaruhi oleh kondisi fisik korban. Pria itu bertubuh besar dan memiliki massa otot yang cukup banyak, yang biasanya mempercepat proses rigor mortis karena otot yang lebih besar membutuhkan lebih banyak energi untuk tetap berelaksasi. Namun, apakah itu cukup untuk membuat rigor mortis muncul secepat ini?
Semakin Arif memikirkan, semakin ia menyadari bahwa rigor mortis bukan sekadar petunjuk waktu kematian, melainkan juga saksi bisu dari apa yang terjadi di menit-menit terakhir hidup seseorang.Â