Jika kita melihat dari kacamata Ekonomi Islam, perilaku doom spending tentu saja dianggap boros dan tidak bertanggung jawab. Dalam Islam, pengeluaran harus seimbang, terencana, dan menghindari israf (pemborosan). Prinsip zuhud (hidup sederhana) mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang hanya memuaskan hawa nafsu sesaat. Di sisi lain, ajaran qana'ah (rasa cukup) menyarankan agar kita mensyukuri apa yang sudah dimiliki, bukan terus-menerus mencari kepuasan dari hal-hal materi.
Jika doom spender lebih mengedepankan kepuasan instan, maka ekonomi Islam mengajarkan pentingnya menahan diri dan fokus pada kesejahteraan jangka panjang. Mungkin inilah solusi yang dibutuhkan di tengah dunia yang semakin konsumtif: kesadaran bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan uang.
Jika doom spending terus menjadi solusi Anda menghadapi stres, mungkin saatnya berpikir ulang. Perilaku ini bisa merusak kondisi finansial dan mental dalam jangka panjang. Menemukan cara lain yang lebih sehat untuk mengatasi kecemasan, seperti berbicara dengan terapis, meditasi, atau bahkan hanya beristirahat sejenak, mungkin adalah langkah yang lebih bijak daripada sekadar berbelanja.
Dan ingat, seperti halnya permen karet yang manis di awal, doom spending akan meninggalkan rasa pahit jika dikunyah terlalu lama.