Di tengah hiruk-pikuk ekonomi 2024, sebuah fenomena menarik, meski menyedihkan, muncul dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu "makan tabungan". Istilah ini mencerminkan kenyataan di mana masyarakat harus menguras tabungannya untuk bertahan hidup, kondisi yang menandakan kesulitan finansial yang semakin akut. Seolah tak cukup pandemi yang mengguncang ekonomi global, kini masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang tak kalah sulit. Namun, apa sebenarnya penyebab di balik fenomena ini?
Fenomena makan tabungan pertama kali terungkap melalui survei konsumen Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2023. Data menunjukkan bahwa masyarakat semakin banyak yang bergantung pada tabungan untuk kebutuhan sehari-hari. Rasio simpanan terhadap pendapatan, yang sempat berada pada level 19,8% pada 2019, kini turun drastis menjadi hanya 15,7%. Sebaliknya, pengeluaran dan pembayaran cicilan meningkat signifikan. Ironisnya, meski roda ekonomi mulai berputar setelah pandemi, pengeluaran masyarakat justru lebih besar dibandingkan pendapatan yang stagnan atau bahkan menurun.
Bagi masyarakat berpenghasilan antara Rp4,1 juta hingga Rp5 juta, penurunan rasio tabungan mencapai 460 basis poin (bps). Kelompok berpendapatan Rp2,1 juta hingga Rp3 juta pun mengalami hal serupa dengan penurunan sebesar 400 bps. Ini menandakan bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah paling terdampak oleh kondisi ekonomi saat ini.
Pengeluaran Naik, Pendapatan Tak Kunjung Pulih
Ekonom Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, menyatakan bahwa fenomena ini kemungkinan akan terus berlanjut hingga akhir 2024. Menurutnya, masyarakat kelas menengah ke bawah terpaksa menghabiskan tabungan karena pengeluaran yang meningkat, sementara pendapatan tidak bertambah secara signifikan. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan selama pandemi dan meskipun kini sudah mendapatkan pekerjaan baru, gaji yang mereka terima jauh lebih kecil daripada sebelumnya.
Mereka yang terdampak paling parah adalah kelas menengah. Jika masyarakat kelas bawah dapat terbantu melalui bantuan sosial, kelas menengah justru terjebak di antara dua kutub: tidak cukup miskin untuk mendapatkan bantuan, tetapi juga tidak cukup kaya untuk bertahan tanpa mengurangi tabungan. Seperti yang dikatakan Nina, "Kalau yang bawah dapat bansos, tapi menengah tidak dapat, ya makan tabungan."
Menurunnya Tabungan, Naiknya Beban Hidup
Data dari Lembaga Penjamin Simpanan menunjukkan bahwa rata-rata saldo rekening dengan nominal di bawah Rp100 juta pada Juni 2024 hanya tersisa Rp1,5 juta. Bandingkan dengan angka Rp3 juta pada 2019, penurunan ini menunjukkan betapa banyak masyarakat yang harus menarik tabungan mereka untuk bertahan hidup.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menjelaskan bahwa orang yang masuk kategori "makan tabungan" bisa terbagi menjadi dua jenis. Pertama, mereka yang benar-benar menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari. Kedua, mereka yang tak lagi mampu menyisihkan pendapatan untuk ditabung. Dengan demikian, kedua kelompok ini sama-sama menghadapi penurunan dalam pertumbuhan tabungan.
Dampak Ekonomi dan Perspektif Ekonomi Islam