Menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan lapangan kerja formal yang berkualitas juga sangat penting. Ini dapat dilakukan melalui insentif bagi industri yang membutuhkan keterampilan tinggi serta dengan menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang selaras dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Low-Skilled Labor Trap adalah ancaman yang perlu mendapat perhatian serius dalam diskusi seputar formalisasi pekerja gig di Indonesia. Meskipun ekonomi gig memberikan solusi sementara terhadap masalah pengangguran, formalisasi yang tidak diiringi dengan peningkatan keterampilan dan perlindungan sosial hanya akan memperburuk masalah keterampilan rendah.
Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang menyeluruh untuk meningkatkan keterampilan pekerja gig dan membuka peluang karier yang lebih baik, serta menciptakan lapangan kerja formal yang berkualitas. Hanya dengan pendekatan ini, kita dapat menghindari jebakan keterampilan rendah dan membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan dan adil.
Dari sudut pandang ekonomi Islam, sistem ekonomi harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan. Prinsip adl (keadilan) dan maslahah (kesejahteraan umum) mengajarkan bahwa setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang adil, termasuk dalam hubungan kerja. Ekonomi Islam juga mendorong redistribusi kekayaan melalui zakat, yang dapat membantu meringankan beban pekerja dengan keterampilan rendah.
Dengan demikian, dalam konteks pekerja gig, pendekatan formalisasi harus sejalan dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan tersebut. Pemerintah dan perusahaan digital harus memastikan bahwa pekerja gig tidak hanya diperlakukan sebagai aset yang dioptimalkan, melainkan diberikan kesempatan untuk berkembang melalui pelatihan dan pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H