Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ancaman Low-Skilled Labor Trap di Era Formalisasi Gig Economy

27 September 2024   14:08 Diperbarui: 29 September 2024   15:09 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | DragonImages via Kompas.com

Menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan lapangan kerja formal yang berkualitas juga sangat penting. Ini dapat dilakukan melalui insentif bagi industri yang membutuhkan keterampilan tinggi serta dengan menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang selaras dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.

Low-Skilled Labor Trap adalah ancaman yang perlu mendapat perhatian serius dalam diskusi seputar formalisasi pekerja gig di Indonesia. Meskipun ekonomi gig memberikan solusi sementara terhadap masalah pengangguran, formalisasi yang tidak diiringi dengan peningkatan keterampilan dan perlindungan sosial hanya akan memperburuk masalah keterampilan rendah.

Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang menyeluruh untuk meningkatkan keterampilan pekerja gig dan membuka peluang karier yang lebih baik, serta menciptakan lapangan kerja formal yang berkualitas. Hanya dengan pendekatan ini, kita dapat menghindari jebakan keterampilan rendah dan membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan dan adil.

Dari sudut pandang ekonomi Islam, sistem ekonomi harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan. Prinsip adl (keadilan) dan maslahah (kesejahteraan umum) mengajarkan bahwa setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang adil, termasuk dalam hubungan kerja. Ekonomi Islam juga mendorong redistribusi kekayaan melalui zakat, yang dapat membantu meringankan beban pekerja dengan keterampilan rendah.

Dengan demikian, dalam konteks pekerja gig, pendekatan formalisasi harus sejalan dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan tersebut. Pemerintah dan perusahaan digital harus memastikan bahwa pekerja gig tidak hanya diperlakukan sebagai aset yang dioptimalkan, melainkan diberikan kesempatan untuk berkembang melalui pelatihan dan pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun