Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Berdamai dengan Kematian, Pengingat Rapuhnya Kehidupan Kita, Covid-19

3 Juli 2024   00:01 Diperbarui: 3 Juli 2024   01:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada akhir tahun 2019, sebuah fenomena baru muncul di dunia. Fenomena ini bukanlah tren fesyen terbaru atau aplikasi media sosial yang bikin ketagihan, melainkan sebuah virus yang berhasil mengacaukan tatanan hidup manusia secara keseluruhan. Namanya Covid-19 atau lebih populer dengan sebutan virus corona. Sebuah virus yang memaksa manusia untuk menyadari betapa rapuhnya kehidupan modern yang mereka banggakan.

Virus ini tak pandang bulu, menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Miskin atau kaya, semua sama-sama ketakutan. Dalam sekejap, gaya hidup hedonis dan konsumeris yang selama ini menjadi kebanggaan manusia modern berubah drastis. Ketakutan akan kematian yang selama ini coba dilupakan dengan segala kesibukan dan hiburan, kini hadir di depan mata.

Beragam teori konspirasi pun bermunculan. Ada yang bilang virus ini adalah senjata biologis yang sengaja diciptakan untuk memusnahkan manusia secara massal. Ada pula yang dengan tegas menolak keberadaan virus ini, menganggapnya sebagai hoaks belaka. Sementara itu, ada juga kelompok yang setengah percaya, setengah tidak, dan sisanya, ya, bodo amat. Mereka yang terakhir ini mungkin merasa hidup sudah cukup berat tanpa perlu ditambah ketakutan akan virus yang bahkan tak bisa mereka lihat.

Namun, tak peduli apapun pandangan orang, virus ini telah berhasil mengubah pola pikir dan gaya hidup manusia. Backsound sirine ambulans menjadi musik pengiring tidur setiap malam dengan diiringi rasa was-was yang mencekam, mengingatkan bahwa mungkin besok giliran kita yang akan diangkut oleh petugas kesehatan dengan APD lengkap. Trauma ini membuat banyak orang menjadi lebih waspada terhadap kesehatan mereka. Orang yang batuk sedikit saja langsung dicurigai sebagai pasien Covid-19. Ironisnya, batuk yang dulu dianggap biasa saja kini menjadi sinyal alarm yang membuat orang-orang menjauh.

Lucunya, virus yang tak terlihat ini juga membawa beberapa perubahan positif. Manusia mulai lebih peduli terhadap kesehatan mereka, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, dan mendekatkan diri pada Tuhan. Tentu saja, ada juga yang memilih jalan ekstrem dengan tidak mau keluar rumah sama sekali karena takut tertular. Mereka ini mungkin perlu diingatkan bahwa hidup juga butuh keseimbangan.

Jangan lupa untuk mendoakan mereka yang gugur selama masa pandemi. Mereka yang terpaksa menyerah pada virus ini layak mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan. Setidaknya, mereka telah berjuang dan menjalani hidup sebaik mungkin. Di sisi lain, kabar bahwa pandemi sudah berakhir dan manusia bisa kembali beraktivitas seperti biasa tanpa protokol kesehatan adalah kabar gembira yang sangat dinantikan.

Selama kurang lebih dua tahun, kita semua dipaksa menghadapi kenyataan yang sangat menyusahkan. Wabah ini mengganggu semua aspek kehidupan, menyebabkan stres, depresi, dan ketidakpastian tentang kapan semuanya akan kembali normal. Tapi, seperti pepatah mengatakan, "apa yang tidak membunuhmu akan membuatmu lebih kuat". Mungkin itulah pelajaran terbesar yang bisa kita ambil dari pandemi ini.

Kesadaran akan kematian harus tetap ada dalam lubuk hati yang terdalam. Kita harus menjalani hidup dengan baik dan benar, sesuai ajaran Tuhan yang maha esa. Kematian adalah kawan terdekat kita yang sedang berjauhan. Meskipun kita belum dipertemukan, jadwal pertemuan itu hanya Tuhan yang tahu. Jadi, alih-alih takut, kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Anggaplah Covid-19 sebagai ujian dan halang rintang dalam perjalanan hidup kita. Tidak akan ada kebahagiaan tanpa ujian sebelumnya. Pandemi kemarin adalah momentum untuk meningkatkan level kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Bagaimana kita menyikapi dan menghadapi masalah dalam hidup adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Manusia modern, yang terbiasa dengan kenyamanan dan kemudahan teknologi, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan bahwa hidup tidak selalu bisa dikontrol. Semua rencana besar yang sudah disusun rapi, terpaksa dibatalkan atau diubah. Siapa sangka, virus yang tak kasat mata ini mampu menggoyahkan tatanan dunia yang selama ini dianggap kokoh.

Namun, di balik semua kekacauan ini, ada hikmah yang bisa diambil. Manusia belajar untuk lebih menghargai hal-hal kecil dalam hidup. Berkumpul dengan keluarga, menikmati waktu di rumah, dan menghargai kesehatan menjadi prioritas utama. Semua kemewahan dan kesenangan duniawi seakan kehilangan makna di tengah ancaman kematian yang nyata.

Jadi, mari kita teruskan hidup dengan lebih bijak. Jangan biarkan trauma dan ketakutan menguasai pikiran kita. Hadapi hidup dengan senyum dan sikap positif. Ingatlah bahwa setiap ujian yang datang adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik. Seperti kata pepatah, "badai pasti berlalu, dan setelah itu, langit akan kembali cerah".

Covid-19 mungkin telah mengubah dunia, tetapi bagaimana kita bereaksi terhadap perubahan ini adalah pilihan kita. Jangan biarkan ketakutan menguasai hidup kita. Sebaliknya, jadikanlah pengalaman ini sebagai pelajaran berharga untuk hidup yang lebih baik dan bermakna. Semoga kita semua bisa melewati masa-masa sulit ini dengan kepala tegak dan hati yang kuat.

Pada masa kini, yaitu tahun 2024, bayangan gelap pandemi Covid-19 masih membayangi ingatan kolektif dunia. Meski virus ini telah surut, dampaknya tetap terasa dalam kehidupan sehari-hari. Masker menjadi aksesori mode baru, sementara kebiasaan menjaga jarak di tempat umum sudah hilang karena aturan yang sudah tidak berlaku lagi. Vaksinasi massal berhasil mengendalikan penyebaran, namun ketakutan dan trauma psikologis tidak mudah hilang. Ekonomi global yang sempat runtuh perlahan bangkit, meski beberapa sektor masih berjuang untuk pulih sepenuhnya. Tahun 2024 adalah tahun refleksi, mengingatkan kita betapa rapuhnya kehidupan dan pentingnya solidaritas dalam menghadapi krisis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun