Mohon tunggu...
Fikri Aprianto Sianturi
Fikri Aprianto Sianturi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar Tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Janji Manis BPJS Gratis, Apa Mungkin?

9 Februari 2024   14:14 Diperbarui: 9 Februari 2024   15:37 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS, menurut UU No.24 Tahun 2011, adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan sosial. Jaminan sosial yang dimaksud adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Salah satu program yang diadakan oleh BPJS adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN diselenggarakan melalui sistem asuransi, dimana masyarakat wajib membayar iuran dalam jumlah ringan sebagai tabungan untuk biaya perawatannya ketika sakit di masa depan. Pada dasarnya, semua WNI wajib mengikuti program milik BPJS. Termasuk di dalamnya adalah orang asing dan pekerja yang berdomisili di Indonesia minimal 6 bulan serta membayar iuran.

Dalam pesta demokrasi pemilu yang berlangsung pada tahun 2024 ini, isu fiskal menjadi salah satu hal yang sering dibahas guna untuk menarik simpati para pemilihnya. Salah satu isu yang menarik untuk dibahas adalah terdapat beberapa partai politik telah mulai menebarkan ide manis tentang wacana pembebasan biaya BPJS atau BPJS gratis. Terlihat sangat pro rakyat dimana gagasan ini menjadi sangat baik karena dapat meringankan beban masyarakat. Namun pertanyaannya, apa mungkin BPJS gratis ?

Penting untuk mencermati bahwa kita memiliki dua jenis BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Gagasan yang diutarakan oleh partai politik untuk membebaskan biaya BPJS belum memberikan kepastian, BPJS mana kah yang akan digratiskan ? Apakah keduanya atau salah satu ? Namun, dari pantauan informasi yang ada, terkesan maksudnya adalah BPJS Kesehatan. Oleh karenanya, kita asumsikan bahwa maksud BPJS gratis ialah BPJS Kesehatan atau semacam JKN gratis.

Penggunaan kata 'gratis' perlu diperjelas agar tidak terjadi kesalahpahaman. Minimal ada dua kemungkinan makna, dan masing-masing membawa konsekuensi yang signifikan.

Perubahan Sistem

Pertama, jika 'gratis' berarti tanpa mekanisme iuran, maka akan terjadi perubahan sistem mendasar dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. Ini berarti beralih dari model asuransi sosial menjadi bantuan sosial. Konsekuensinya, UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus mengalami perubahan mendasar karena UU tersebut mengatur penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan prinsip asuransi sosial.

Sebelum adanya UU SJSN, Indonesia membiayai program jaminan kesehatan dengan model bantuan sosial. Oleh karena itu, lahirnya UU SJSN adalah suatu reformasi dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan di Indonesia, dari bantuan sosial ke asuransi sosial. Dalam model bantuan sosial, semua biaya jaminan kesehatan ditanggung oleh negara melalui APBN atau APBD. Model ini membawa konsekuensi bahwa keberlanjutan program jaminan kesehatan tergantung pada kemampuan keuangan negara. Jumlah masyarakat yang dapat menerima layanan bergantung pada jumlah dana yang dialokasikan.

Dalam asuransi sosial, masyarakat (peserta) berkontribusi melalui iuran seperti dalam asuransi pada umumnya. Negara hadir untuk menanggung iuran masyarakat miskin dan menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan. Model asuransi sosial tidak hanya meringankan beban keuangan negara, tetapi juga menjaga keberlanjutan program. Keberlanjutan program ini tidak tergantung pada keuangan negara.

Selain itu, ada misi sosial yaitu membiasakan masyarakat untuk melindungi diri dari risiko yang mungkin terjadi dalam hidupnya (prinsip sedia payung sebelum hujan). Pada tingkat nasional, mekanisme asuransi sosial ini juga memperkuat semangat gotong royong antarwarga, yang merupakan salah satu prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial yang diatur oleh UU SJSN.

Praktik Semu

Kemungkinan kedua adalah jika 'gratis' berarti bahwa iuran tidak dibebankan kepada peserta, tetapi menjadi tanggung jawab negara. Meskipun secara parsial hal ini telah dilakukan dalam UU SJSN yang menyatakan bahwa pemerintah membayar iuran bagi masyarakat miskin, dengan masyarakat mampu diwajibkan membayar iuran sendiri. Dengan BPJS gratis, pemerintah bertanggung jawab atas pembayaran iuran seluruh warga.

Ada sisi positif dari model ini, yaitu masyarakat bebas dari beban iuran. Cakupan kesehatan universal atau UHC (Universal Health Coverage) dapat langsung tercapai karena masyarakat secara otomatis menjadi peserta.

Namun, konsekuensinya mirip dengan makna gratis pertama, yaitu menambah beban keuangan negara. Berdasarkan data, total Dana Jaminan Sosial dari iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2022 sekitar Rp144 triliun. Jumlah ini belum termasuk peserta yang menunggak dan iuran warga yang belum menjadi peserta, sehingga dana yang harus ditanggung negara tentu lebih besar dari Rp144 triliun. Belum lagi jika BPJS Kesehatan mengalami defisit.

Dari segi pembiayaan, model ini hampir tidak berbeda dengan bantuan sosial. Ini menciptakan praktik asuransi sosial secara semu, di mana semua biaya tetap menjadi tanggung jawab negara. Tidak adanya kontribusi masyarakat membawa konsekuensi sosial, masyarakat cenderung akan megabaikan kesehatannya karena menganggap jika jatuh sakit pun, biaya berobatnya akan ditanggung oleh negara.

Dari segi regulasi, perlu ada penyesuaian mulai dari tingkat undang-undang, terutama terkait dengan iuran dan kepesertaan. Ini juga akan berdampak pada penyesuaian manajemen BPJS Kesehatan, dengan tugas dan fungsi yang mungkin perlu disesuaikan dari yang ada saat ini.

Dampak Fiskal

Kebijakan BPJS gratis tentu akan berdampak terhadap fiskal Indonesia. BPJS gratis berarti pemerintah akan sepenuhnya menanggung kebutuha dana yang diperlukan oleh BPJS untuk memberikan layanan. Dalam pengelolaan pendapatan dan belanja negara tidak ada kebijakan yang steril terhadap biaya dan risiko. Dalam situasi pendapatan negara yang terbatas, penurunan pendapatan akibat berkurangnya penerimaan perpajakan harus sejalan dengan penurunan belanja atau peningkatan pembiayaan utang. Hal ini sesuai dengan konstalasi perundangan yang mengatur bahwa defisit maksimal yang diperbolehkan adalah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, bila terjadi kebutuhan untuk meningkatkan belanja, seperti belanja kesehatan untuk BPJS Kesehatan, maka penyesuaian atau pengurangan belanja pada sektor lain harus dilakukan, atau pilihan lainnya adalah peningkatan defisit melalui pembiayaan utang. Namun, dalam batas peraturan saat ini, defisit tetap dibatasi maksimal 3% terhadap PDB.

Penting untuk mempertimbangkan dengan matang apabila terdapat rencana untuk meningkatkan belanja kesehatan di masa mendatang, karena hal tersebut akan berimplikasi pada pengurangan belanja di sektor lain atau peningkatan defisit melalui pembiayaan utang. Kesulitan fiskal yang dihadapi oleh banyak negara di dunia disebabkan oleh pemberian subsidi yang terlalu besar, yang pada akhirnya dapat mengganggu efisiensi pasar dan proses produksi.

Dalam konteks efisiensi pengelolaan sumber daya, pemberian subsidi cenderung mendistorsi pasar dan dapat menghambat terjadinya efisiensi dalam proses produksi dan mekanisme pasar. Terlebih lagi, jika subsidi seperti BPJS gratis dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu secara finansial, hal ini dapat membuat subsidi tersebut tidak tepat sasaran dan sulit untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.

Jika pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika BPJS Kesehatan dihapuskan iurannya, dan negara menyediakan seluruh dana yang diperlukan oleh BPJS untuk layanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk mereka yang berkemampuan finansial, apakah bisa? Jawabannya memang bisa, tetapi perlu dipertimbangkan apakah hal tersebut adil. Apakah wajar jika masyarakat kaya menikmati subsidi kesehatan dari negara, sementara masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan layanan kesehatan yang memadai?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada dasarnya pengaturan BPJS Kesehatan didasari oleh semangat gotong royong, di mana masyarakat yang mampu berkontribusi melalui iuran untuk membantu masyarakat miskin mendapatkan pengobatan yang standar. Negara juga tetap bertanggung jawab terhadap masyarakat miskin melalui belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Jika BPJS digratiskan, maka semangat gotong royong dalam membantu kesehatan masyarakat yang lebih mampu akan hilang. Semua biaya kesehatan, baik untuk masyarakat kaya maupun miskin, akan ditanggung oleh APBN. Namun, karena dana APBN terbatas, risikonya adalah pengurangan belanja di sektor lain yang mungkin lebih mendesak atau menjadi prioritas. Prinsip zero-sum game, di mana kenaikan di satu sektor menyebabkan penurunan di sektor lainnya, tidak dapat dihindari dalam konteks ini.

Kesimpulan

Dari paparan ini, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan BPJS Kesehatan menjadi gratis memang ada, tetapi mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Penerapannya membawa konsekuensi yang cukup berat, baik dari segi fiskal, regulasi, sistem, maupun manajemen badan penyelenggara.

Bentuk konsekuensinya bergantung pada makna 'gratis' yang dimaksud. Oleh karena itu, perlu penjelasan yang jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman. Demikian juga, penggunaan nama BPJS perlu diperjelas, apakah yang dimaksud adalah BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, atau keduanya. Jika keduanya, konsekuensinya akan lebih kompleks. Penggunaan istilah 'BPJS' saja, namun yang dimaksud adalah BPJS Kesehatan, bisa menimbulkan pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat.

Oleh karena itu, penjelasan tentang makna ini penting agar masyarakat memiliki pemahaman yang benar tentang penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia. Kesalahan dalam memahami program ini dapat menghambat pelaksanaan program secara efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun