Mohon tunggu...
Fikcenzo
Fikcenzo Mohon Tunggu... Dosen - Bukan Mafia, Bukan Juga Konsultan, Apalagi Psikolog.

Nulis kadang-kadang. Kadang-kadang nulis. Tergantung mood.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan Mental adalah Hak Asasi, Bukan Privilege

10 Oktober 2024   18:35 Diperbarui: 10 Oktober 2024   19:00 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan mental yang baik tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Orang yang memiliki kesehatan mental yang stabil cenderung lebih produktif, lebih kreatif, dan lebih mampu berkontribusi dalam lingkungan kerja dan komunitas mereka. Sebaliknya, gangguan mental yang tidak diobati dapat menyebabkan penurunan produktivitas, absensi kerja yang lebih tinggi, dan bahkan meningkatkan risiko masalah kesehatan fisik seperti penyakit jantung atau diabetes.

Dalam konteks ekonomi, depresi dan kecemasan diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi global sekitar $1 triliun setiap tahun akibat penurunan produktivitas. Di Indonesia, meskipun data spesifik masih terbatas, dampak kesehatan mental yang buruk pada produktivitas kerja dan kesejahteraan sosial jelas terlihat. Ini menunjukkan bahwa investasi dalam layanan kesehatan mental bukan hanya penting bagi individu, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Mengakui kesehatan mental sebagai hak asasi manusia adalah langkah awal yang penting, tetapi masih banyak yang harus dilakukan. Pemerintah harus lebih serius dalam menyediakan layanan kesehatan mental yang inklusif, terjangkau, dan merata di seluruh wilayah. Tenaga profesional kesehatan mental harus didistribusikan secara lebih adil, dan layanan seperti telemedicine bisa menjadi solusi untuk menjangkau daerah-daerah terpencil.

Selain itu, kebijakan asuransi kesehatan harus mencakup perawatan kesehatan mental secara setara dengan perawatan fisik. Kesehatan mental tidak boleh dipandang sebagai layanan tambahan, melainkan sebagai bagian integral dari perawatan kesehatan secara keseluruhan. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas juga penting untuk menciptakan sistem dukungan kesehatan mental yang komprehensif.

Penutup

Hari Kesehatan Mental Sedunia ini mengingatkan kita bahwa kesehatan mental adalah hak, bukan privilege. Setiap orang, tanpa kecuali, berhak mendapatkan akses yang setara terhadap perawatan kesehatan mental yang layak. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan kolaborasi antara berbagai pihak dan perubahan paradigma dalam cara kita memandang kesehatan mental. Saatnya kita melangkah maju, menghapus stigma, dan menjadikan kesehatan mental sebagai prioritas global yang nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun