Mohon tunggu...
Fikri Ramadhan
Fikri Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Gotong Royong: Menjaga Solidaritas dalam Arus Individualisme

26 Mei 2024   05:20 Diperbarui: 26 Mei 2024   06:09 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Definisi gotong royong sebagai budaya kolektif yang mengedepankan kerja sama dan solidaritas.

Gotong royong adalah suatu pola kehidupan kolektif yang bersifat resiprokal, berdasarkan hubungan kekerabatan, persaudaraan, saling ketergantungan, dan kerja sama. Dalam budaya gotong royong, perilaku kolektif bangsa diharapkan berubah menuju perilaku baru melalui gerakan yang melibatkan kerja sama dan gotong royong, yang merupakan upaya untuk memperkuat solidaritas. Dalam konteks ini, gotong royong dapat diterjemahkan sebagai konsep kerjasama dan kepedulian antar individu. Pembagian kerja juga dibahas dalam budaya gotong royong, yang melibatkan pembagian tugas dan tanggung jawab secara bersama-sama Selain itu, budaya gotong royong juga merupakan roh budaya kolektif yang pernah menjadi bagian dari kehidupan bersama masyarakat sebelumnya.

  • Pengertian individualisme, yang menekankan kebebasan dan kepentingan pribadi di atas kepentingan kolektif.

Individualisme merupakan sebuah konsep filosofis yang menjunjung tinggi otonomi individu dan kepentingan diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa individu harus bebas membuat keputusan sendiri dan mengejar tujuan mereka sendiri, bahkan jika keputusan dan tujuan tersebut bertentangan dengan kepentingan kelompok yang lebih besar atau masyarakat secara keseluruhan. Filosofi ini sering dikaitkan dengan liberalisme klasik, yang berpendapat bahwa individu harus bebas bertindak demi kepentingannya sendiri dalam urusan ekonomi dan politik, selama tidak melanggar hak orang lain. Namun, penting untuk diingat bahwa bentuk individualisme ekstrem, yang terlalu berfokus pada kebebasan pribadi dan kepentingan pribadi, dapat menimbulkan masalah sosial. Misalnya, jika setiap orang hanya mengejar kepentingannya sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain, maka hal tersebut dapat menimbulkan krisis sosial dan moral, serta krisis hukum dan ekonomi. Oleh karena itu, meskipun individualisme merupakan konsep filosofis penting yang mengedepankan kebebasan pribadi dan kepentingan pribadi, penting juga untuk menyeimbangkan hak-hak individu dengan kebutuhan dan hak komunitas yang lebih luas.

  • Sejarah gotong royong di Indonesia dan nilai ini telah menjadi bagian penting dari identitas sosial dan budaya

         Gotong Royong adalah bagian penting dari budaya dan identitas sosial Indonesia. Ini adalah organisasi sosial tradisional di Jawa, dan sejarahnya panjang dan signifikan di Indonesia. Konsep Gotong Royong telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Dalam konteks masyarakat dengan latar belakang budaya dan agama yang beragam, konstruksi moderasi antaragama penting untuk menciptakan kerukunan, toleransi, dan saling pengertian. Selain itu, ada indeks lain yang penting untuk diperhatikan, yaitu indeks aktualisasi Pancasila yang dibuat oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Indeks ini sangat penting untuk memahami nilai-nilai sosial dan budaya serta tradisi Indonesia.

  • Contoh-contoh konkret dari penerapan gotong royong dalam masyarakat tradisional dan modern.

Dalam masyarakat tradisional, gotong royong sering dilakukan dalam konteks acara kemasyarakatan, upacara keagamaan, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Misalnya, di desa tradisional Bali, masyarakat mungkin berkumpul untuk mempersiapkan festival keagamaan, dengan masing-masing keluarga menyumbangkan waktu, tenaga, dan sumber daya mereka untuk memastikan keberhasilan acara tersebut, Demikian pula di desa di Jawa, para petani bekerja sama menanam atau memanen padi dalam proses yang disebut "sawah gotong".

Dalam masyarakat modern, konsep gotong royong telah berkembang mencakup bentuk kerja sama dan gotong royong yang lebih luas. Misalnya, dalam konteks tanggap bencana dan pemulihan, masyarakat dapat mengadakan inisiatif gotong royong untuk membersihkan puing-puing, mendistribusikan perbekalan, dan memberikan dukungan kepada keluarga yang terkena dampak. Di tempat kerja, gotong royong dapat berbentuk latihan pemecahan masalah secara kolaboratif atau membangun tim, di mana karyawan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

  • Dampak globalisasi dan modernisasi terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat.

         Globalisasi dan modernisasi mempunyai dampak signifikan terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat, terutama di kalangan remaja. Pada umumnya, perubahan sosial akan menampilkan gejala perubahan nilai, sikap, dan pola perilaku masyarakat yang menimbulkan dampak sosial tertentu dalam pola pikir global dan perilaku bebas. Dalam kaitan ini, perlu kita perhatikan bersama bahwa dampak globalisasi akan membawa pengaruh pada pola pikir global dan perilaku bebas akibat pengaruh budaya asing dan teknologi canggih. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia saat ini sudah mencapai tahap pemikiran yang modern, hal ini berarti pola kehidupan masyarakat Indonesia telah berubah dan menjadi lebih terbuka terhadap budaya asing.

  • Perkembangan teknologi dan urbanisasi mendorong individualisme.

         Perkembangan teknologi dan urbanisasi telah mempengaruhi norma dan nilai-nilai masyarakat secara signifikan, khususnya dalam mendorong individualisme. Berdasarkan hasil penelusuran, tren ini didorong oleh beberapa faktor:

  • Pendidikan dan Pengembangan Keterampilan : Generasi muda diharapkan unggul dalam dua bidang: teknologi dan keterampilan hidup. Fokus pada pengembangan dan prestasi individu ini dapat menumbuhkan rasa individualisme.
  • Kemajuan Teknologi : Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan ilmu-ilmu eksakta dan ilmu alam yang pada gilirannya memacu kemajuan teknologi. Kemajuan ini dapat membuat individu menjadi lebih mandiri sehingga mendorong individualisme.
  • Urbanisasi dan Pergeseran Penduduk : Pada tahun 2035, dua pertiga penduduk Indonesia diperkirakan akan tinggal di perkotaan. Pergeseran ini dapat menyebabkan perubahan dalam struktur dan nilai-nilai sosial, yang berpotensi mendorong individualisme seiring dengan adaptasi masyarakat terhadap kehidupan perkotaan.
  • Teknologi Komunikasi : Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di berbagai bidang juga dapat memberikan kontribusi terhadap individualisme. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya akses terhadap beragam ide dan perspektif, yang dapat mendorong individu untuk menegaskan identitas unik mereka.
  • Menghargai Prestasi Individu : Motivasi yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi juga dapat menimbulkan apresiasi yang lebih besar terhadap prestasi individu. Hal ini dapat semakin memperkuat nilai-nilai individualistis.
  • Contoh konkret dilema yang muncul ketika nilai gotong royong berbenturan dengan kecenderungan individualisme.

          Dalam konteks politik Indonesia, dilema konkret muncul ketika nilai upaya komunal atau "gotong royong" berbenturan dengan individualisme. Dilema ini terutama terlihat dalam tantangan penerapan kebijakan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi bertujuan untuk memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat, memungkinkan mereka mengatasi permasalahan unik mereka dan berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Namun penerapan kebijakan tersebut seringkali menimbulkan permasalahan yang kompleks karena adanya konflik nilai-nilai gotong royong dan individualisme. Di satu sisi, budaya Indonesia secara historis menekankan pentingnya upaya komunal, seperti terlihat dalam konsep gotong royong. Nilai ini mengedepankan kerja sama, musyawarah mufakat melalui gotong royong . Dalam konteks ini, kebijakan desentralisasi idealnya memperkuat peran masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan.Di sisi lain, terdapat kecenderungan berkembang ke arah individualisme yang didorong oleh nilai-nilai hukum dan konsumerisme. Pergeseran ini dapat mengarah pada fokus pada kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan kolektif, sehingga dapat menghambat efektivitas implementasi kebijakan desentralisasi. Misalnya, pemusatan kekuasaan dan kewenangan pengambilan keputusan di tingkat lokal dapat mengakibatkan konflik antara kepentingan individu dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, padatnya permasalahan yang diakibatkan oleh upaya mencapai tujuan desentralisasi dapat menimbulkan hambatan, sehingga semakin memperumit situasi.

  • Situasi di mana masyarakat harus memilih antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

          Situasi di mana masyarakat harus memilih antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama sering kali muncul dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh konkret yang menggambarkan kepentingan pribadi dan bersama:

1. Proyek Pembangunan Infrastruktur:

Kepentingan Pribadi: Pemilik tanah yang akan terkena dampak proyek pembangunan (misalnya, jalan tol atau bandara) mungkin enggan menjual tanahnya karena alasan sentimental atau nilai ekonomis yang dianggap tidak sepadan.

Kepentingan Bersama: Proyek tersebut diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi banyak orang.

2. Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam:

Kepentingan Pribadi: Petani atau nelayan yang menggunakan metode ekstraktif untuk meningkatkan hasil jangka pendek mungkin tidak memikirkan dampak jangka panjang seperti kerusakan lingkungan.

Kepentingan Bersama: Praktik berkelanjutan diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan ketersediaan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

3. Penanganan Pandemi:

Kepentingan Pribadi: Individu yang menolak mengikuti protokol kesehatan (seperti memakai masker atau vaksinasi) karena alasan kebebasan pribadi atau ketidakpercayaan.

Kepentingan Bersama: Kepatuhan terhadap protokol kesehatan diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit dan melindungi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

4. Sistem Pendidikan:

Kepentingan Pribadi: Orang tua yang memilih homeschooling atau pendidikan alternatif karena merasa metode tersebut lebih sesuai dengan kebutuhan anak mereka.

Kepentingan Bersama: Pendidikan formal di sekolah umum berperan penting dalam menciptakan kesetaraan kesempatan dan membangun keterampilan sosial yang penting untuk kohesi sosial.

5. Komunitas dan Kepemilikan Lahan Bersama:

Kepentingan Pribadi: Anggota masyarakat yang ingin menggunakan lahan bersama untuk kepentingan pribadi, seperti membuka usaha pribadi atau memperluas rumah.

Kepentingan Bersama: Pemeliharaan lahan untuk fasilitas umum seperti taman, tempat bermain, atau area hijau yang bermanfaat bagi seluruh komunitas.

6. Keamanan dan Privasi:

Kepentingan Pribadi: Individu yang menolak memberikan informasi pribadi atau menentang pemasangan kamera pengawas demi menjaga privasi.

Kepentingan Bersama: Pengumpulan data dan pemantauan keamanan dapat membantu mencegah kejahatan dan meningkatkan keselamatan publik.

7. Pelestarian Budaya Lokal:

Kepentingan Pribadi: Generasi muda yang lebih tertarik dengan budaya populer dan teknologi modern, mengabaikan budaya lokal.

Kepentingan Bersama: Pelestarian budaya lokal penting untuk menjaga identitas dan warisan budaya suatu komunitas.

  • Usulan langkah-langkah yang bisa diambil oleh masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan untuk mempertahankan dan menghidupkan kembali semangat gotong royong.

     Beberapa usulan langkah-langkah yang bisa diambil oleh masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan untuk mempertahankan dan menghidupkan kembali semangat gotong royong:

1. Pemerintah:

Pembentukan Kebijakan: Mendorong pembentukan kebijakan yang mempromosikan gotong royong, seperti program pemberdayaan masyarakat, insentif pajak untuk usaha kecil menengah, dan subsidi untuk kegiatan komunitas.

Pendidikan dan Kampanye: Melakukan kampanye penyuluhan secara massal tentang pentingnya gotong royong dan nilai-nilai sosial lainnya melalui media massa, pendidikan formal, dan program-program pemerintah.

2. Masyarakat:

Partisipasi Aktif: Masyarakat dapat aktif terlibat dalam kegiatan gotong royong di tingkat komunitas, seperti membersihkan lingkungan, memperbaiki fasilitas umum, atau membantu tetangga yang membutuhkan.

Pembentukan Komunitas: Masyarakat dapat membentuk kelompok atau organisasi sukarela untuk menangani masalah lokal atau melakukan kegiatan bersama yang bermanfaat bagi semua anggotanya.

Pendidikan Nilai-nilai Gotong Royong: Mengajarkan nilai-nilai gotong royong kepada generasi muda melalui pendidikan di rumah dan sekolah, serta melibatkan mereka dalam kegiatan sukarela sejak dini.

3. Lembaga Pendidikan:

Integrasi dalam Kurikulum: Memasukkan pendidikan karakter dan nilai-nilai gotong royong ke dalam kurikulum pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Pengembangan Program Ekstrakurikuler: Menyediakan program ekstrakurikuler yang mengajarkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja tim melalui kegiatan-kegiatan seperti kelas pengabdian masyarakat, klub relawan, atau program mentoring.

Kerja Sama dengan Komunitas: Bermitra dengan komunitas lokal untuk memberikan pengalaman praktis kepada siswa dalam menerapkan nilai-nilai gotong royong dalam konteks nyata.

4. Media dan Komunikasi:

Penyiaran Positif: Menampilkan cerita inspiratif tentang kegiatan gotong royong dan keberhasilan komunitas dalam media massa untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat.

Penggunaan Media Sosial: Menggunakan media sosial sebagai platform untuk mempromosikan kegiatan gotong royong, memfasilitasi koordinasi antara komunitas, dan menggalang dukungan.

          Dengan implementasi langkah-langkah ini secara konsisten dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan media, diharapkan semangat gotong royong dapat dipertahankan dan dihidupkan kembali dalam masyarakat, memperkuat solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.

 

KESIMPULAN

        Gotong royong merupakan identitas negara Indonesia yang betapa pentingnya mempertahankan semangat gotong royong dalam menghadapi arus individualisme yang semakin mempengaruhi masyarakat modern. Meskipun gotong royong merupakan bagian integral dari budaya tradisional Indonesia yang menekankan kerja sama dan solidaritas, arus globalisasi dan modernisasi telah menghadirkan tantangan baru dengan mendorong pertumbuhan individualisme. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seringkali dihadapkan pada dilema di mana mereka harus memilih antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Untuk menjaga solidaritas dan kebersamaan, langkah-langkah konkret perlu diambil oleh pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan media. Ini termasuk pembentukan kebijakan yang mempromosikan gotong royong, partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan komunitas, pendidikan nilai-nilai gotong royong kepada generasi muda, dan penggunaan media untuk mempromosikan semangat kerjasama. Kesadaran akan pentingnya gotong royong bukan hanya dalam situasi darurat, tetapi juga dalam membangun keutuhan sosial, menjadi refleksi penting dalam membangun masyarakat yang kokoh dan harmonis di era modern ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun