Mohon tunggu...
fikri ramadhon
fikri ramadhon Mohon Tunggu... Penulis - aktivis bidang rebahan

mambaca untuk melawan, menulis untuk bertahan

Selanjutnya

Tutup

Money

Bubble Burst Melanda Startup, Winter is Coming?

3 Juni 2022   16:55 Diperbarui: 2 Juli 2022   11:50 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak faktor yang menyebabkan Bubble Burst pada industri startup terjadi, diantaranya adalah budaya 'bakar uang' untuk biaya pemasaran dan akuisisi pelanggan. Hal ini dibarengi dengan perilaku konsumen yang gemar dengan barang diskon. Seringkali promo menjadi pertimbangan utama saat memilih produk dibanding dengan kualitasnya. Dari hasil 'bakar uang' Perusahaan mendapatkan growth yang instan sementara konsumen mendapatkan barang yang murah. Win win solution.

Siklus ini yang menciptakan ekosistem bisnis yang tidak sehat, Ketika perusahaan lebih memilih untuk mengejar valuasi ketimbang profit. Pada market yang lebih kompetitif seperti E-Wallet dan Market place, perusahaan satu dengan perusahaan lainnya berlomba-lomba memberikan promo yang lebih besar agar diminati pelanggan, perang harga pun terjadi. Semakin besar promo yang diberikan semakin banyak pula uang yang dibakar. Pada akhirnya yang keluar menjadi pemenang adalah yang paling kuat membakar uang, masalah kualitas produk dan pelayanan itu urusan belakangan.

Kembali ke Bubble Burst, umumnya fenomena ini terjadi pada perusahaan yang investornya mulai menagih profit. Akhirnya aktivitas 'bakar uang' mulai dihentikan, sehingga promo berkurang dan membuat harga produk kembali normal atau malah lebih mahal karena ada biaya admin, ongkos kirim, dan lain sebagainya. Akibatnya konsumen yang sudah kecanduan promo mulai pergi dan beralih ke kompetitor lain yang masih kuat membakar uangnya. Mereka adalah pemain yang saudah datang lebih dulu dan sudah mendapatkan funding berjilid-jilid.

Seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah konsumen berkurang, perusahaan bukannya profit malah makin rugi. Investor yang sudah tidak sabar lagi menunggu akhirnya pergi mengambil Kembali modalnya. Startup yang belum mempunyai pondasi bisnis yang kuat dan pelanggan yang loyal tidak akan sanggup bertahan lama dengan kondisi ini. Karena selama ini mereka hidup dari satu funding ke funding lainnya, layaknya Yayasan. Sekali investor pergi, goyah sudah kondisi keuangan perusahaan. Winter is coming.

Maka pada akhirnya untuk startup yang sudah sangat ketergantungan dengan funding dan miskin inovasi pilihannya hanya dengan memangkas pengeluaran (salah satunya PHK massal) atau gulung tikar. Satu lagi alternatif lain, itupun kalau berhasil, melantai di bursa saham alias IPO.

Saatnya Berubah dan Berbenah 

Zenius dan Linkaja adalah salah satu contoh dari sekian banyak startup yang terkena dampak buruk dari pola 'bakar uang'. Lawan yang mereka hadapi sudah terlampau besar dan kuat. Zenius bisa saja menang andai mereka mampu menyewa seluruh stasiun televisi untuk menyiarkan acara ulang tahun, atau Linkaja bisa mendistrupsi pasar dompet digital andai mereka terintegrasi dengan ekosistem bisnis seperti marketplace dan transportasi. Namun pada nyatanya mereka to small to be winner jika tetap bermain di pola 'bakar uang'.

Saatnya merubah pola, membenahi pondasi, dan buat model bisnis yang berfokus pada profit bukan valuasi. Jika gagal di Businees to Customer (B2C), maka coba model Businees to Businees (B2B). Seperti yang dilakukan oleh Bukalapak, mereka tidak mengandalkan pendapatan hanya dari marketplace saja tapi juga dari mitra Bukalapak yang terdiri dari UMKM di seluruh Indonesia. Hasilnya pada kuartal I 2022 Bukalapak akhirnya mencatatkan laba bersih senilai Rp14,55 triliun berbalik dari yang tadinya rugi Rp323,25 miliar pada kuartal I 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun