Mohon tunggu...
fikri ramadhon
fikri ramadhon Mohon Tunggu... Penulis - aktivis bidang rebahan

mambaca untuk melawan, menulis untuk bertahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bisnis di Atas Kemanusiaan, Ironi di Tengah Pandemi

9 November 2021   16:15 Diperbarui: 9 November 2021   16:53 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan Dicky mengungkapkan pada 5 Agustus 2021 ada 159.267 kasus yang berpotensi tidak tercatat, hal ini menurutnya berimbas pada tingginya jumlah kasus kematian yang saat itu mencapai 1.739 orang.

Itu baru yang tercatat pada bulan Juli hingga Agustus Adapun sebelum dan sesudahnya kita tidak tahu berapa banyak lagi nyawa yang gugur akibat potensi kasus yang tidak terdeteksi.

Jumlah 1.739 itu adalah nyawa manusia bukan hanya angka statistik belaka. Bayangkan di antara jumlah itu berapa banyak orang yang kehilangan keluarga atau kerabat tersayangnya. 

Ada sekitar 1.739 nyawa meregang karena mereka tidak mampu melalukan upaya 3T salah satunya melakukan tes Covid-19. Itu artinya pemerintah telah gagal dalam menyelamatkan nyawa rakyatnya, karena upaya 3T termasuk dari tanggung jawab pemerintah. 

Alih-alih mengevaluasi diri dan berupaya menghasilkan kebijakan yang lebih baik, segelintir pejabat justru meraup rupiah dari keuntungan berbisnis PCR. Padahal PCR adalah salah satu upaya 3T yang menjadi tanggung jawab pemerintah di mana para pejabat tersebut termasuk di dalamnya. IRONIS. Bisnis diatas kemanusiaan.

Pada awalnya harga tes PCR di Indonesia sangatlah tinggi dikisaran Rp 2,5 juta untuk sekali tes. Harga itu bahkan jauh lebih mahal dari tiket pesawat ucap Kemenhub Selasa 2 Juni 2020 pada sebuah webinar. 

Hingga saat ini harga tes PCR sudah turun menyentuh harga Rp 300 ribu. Bahkan fakta lain menyebutkan bahwa harga reagen yang digunakan untuk tes PCR hanya berkisar antara Rp 13 ribu sampai Rp 60 ribu.

Bayangkan andai saja harga PCR sudah terjangkau dari dulu maka akan lebih banyak orang yang sanggup melakukan tes PCR, jika banyak yang mampu melakukan tes PCR maka akan lebih banyak orang yang dapat melakukan pengobatan lebih dini jika terinfeksi dan akan lebih banyak lagi orang  yang mampu mencegah penularan Covid-19 dengan melakukan upaya 3T. 

Sehingga besar kemungkinan akan lebih banyak lagi nyawa yang bisa terselamatkan. Namun nasi sudah menjadi bubur, akibat kepentingan segelintir orang banyak nyawa yang mesti dikorbankan.

Terlepas dari apapun alasannya bisnis tetaplah bisnis. Keuntungan adalah sebuah tujuan dari bisnis apapun itu jenisnya. Mengambil keuntungan ditengah penderitaan yang hampir dirasakan setiap orang di negeri ini adalah sebuah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. 

Tidak sulit menemukan orang pintar di negeri ini, yang mulai sulit adalah menemukan orang-orang yang memiliki hati Nurani yang sehat ditengah negeri yang sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun