Mohon tunggu...
fikri ramadhon
fikri ramadhon Mohon Tunggu... Penulis - aktivis bidang rebahan

mambaca untuk melawan, menulis untuk bertahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bisnis di Atas Kemanusiaan, Ironi di Tengah Pandemi

9 November 2021   16:15 Diperbarui: 9 November 2021   16:53 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa-masa genting gelombang dua Covid-19 yang menelan banyak korban jiwa menjadi sebuah memori buruk untuk hampir setiap orang. Tidak hanya dari sisi Kesehatan tapi dari sisi ekonomi masyarakat Indonesia dihadapkan pada keadaan sulit yaitu pembatasan aktivitas ekonomi karena sebuah kebijakan yang bernama PPKM. 

Kala itu hampir setiap orang terutama mereka yang tinggal di pulau Jawa dan Bali dihadapkan dilema yang sama, antara mati kelaparan atau mati karena virus. 

Namun dibalik kelamnya masa pandemi saat itu ternyata menyimpan banyak rahasia, termasuk yang baru-baru ini sempat menggemparkan publik yaitu dugaan adanya bisnis tes PCR yang membuat harganya tidak terjangkau oleh banyak orang. Lebih parahnya lagi beberapa pejabat masuk kedalam lingkaran bisnis tersebut. 

Berbisnis PCR ditengah pandemi secara tidak langsung menggambarkan bahwa bagi mereka nilai ekonomis lebih penting dibanding nilai kemanusiaan.

Ketika vaksin masih menjadi barang langka di Indonesia, 3T atau testing, tracing, dan treatment adalah Langkah penting yang sangat dibutuhkan untuk meredam penularan virus Covid-19. Namun saat itu upaya 3T dinilai masih sangat lemah. 

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam penyebab dari lemahnya upaya 3T karena masalah pembiayaan yang mana itu adalah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Lemahnya 3T berimbas pada tidak terkedalinya penyebaran Covid-19. 

Hal itu terlihat dari positivity rate Indonesia yang masih diatas 5%. Bahkan tingkat kematian di desa meningkat 10 kali lipat di Jawa dan Bali.

Menurut seorang Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, ada sekitar 1 juta kasus infeksi Covid-19 tidak terdeteksi selama masa PPKM. 

Kecenderungan masyarakat tidak melakukan upaya tes dan mengobati sendiri Ketika menderita sakit mengakibatkan potensi kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi semakin besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun