Mohon tunggu...
fikri ramadhon
fikri ramadhon Mohon Tunggu... Penulis - aktivis bidang rebahan

mambaca untuk melawan, menulis untuk bertahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Paradoks Penanganan Pandemi di Indonesia: antara Kegagalan atau Ketidakmauan

16 Agustus 2021   18:53 Diperbarui: 16 Agustus 2021   18:59 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena Indonesia tidak mau menerapkan undang-undang karantina wilayah. Dari awal pandemi Covid-19 muncul hingga saat ini pemerintah belum pernah menerapkan undang-undang (UU) no 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal 1 ayat (10) berbunyi “karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontiminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontiminasi”. Alih-alih menerapkan undang-undang tersebut pemerintah lebih memilih untuk menerapkan peraturan-peraturan baru dengan menggunakan istilah akronim yang aneh dan berbeda-beda tiap waktunya. Dari PSBB kemudian berganti PPKM, dari Mikro lalu menjadi Makro.

Terlepas dari apapun definisi dan peraturan turunan dari kebijakan tersebut, sejatinya pemerintah sedang bernegoisasi dengan UU Kekarantinaan Kesehatan untuk menghindar dari tanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Pada pasal 55 ayat (1) dari UU Kekarantiaan Kesehatan yang berbunyi “selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,”

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dilansir dari merdeka.com, kamis (1/7)  mengatakan “Pemerintah kan enggak pakai istilah UU Kekarantinaan untuk menghindar dari tanggung jawab. Tapi curangnya ketentuan pidananya dipakai, setidaknya untuk mengancam,” 

Pertanyaannya sekarang, apakah Indonesia tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya jika menerapkan UU Kekarantinaan? Tentu ada. Per tanggal 18 juni 2021 Kementrian Keuangan mencatat realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Negara (PEN) untuk menangani dampak dari Covid-19 sebesar Rp 226,63 triliun dari pagu yang ditetapkan sebesar Rp 699,43 triliun. 

Artinya, masih ada sisa anggaran 472,8 triliun lagi yang bisa digunakan. Jika kita berhitung untuk PPKM Jawa-Bali, jumlah penduduk di pulau Jawa menurut Sensus Penduduk 2020 hingga September 2020 sebanyak 151,6 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk pulau Bali sebanyak 15 juta jiwa. Jika dijumlahkan totalnya sebanyal 166,6 juta penduduk. Jika pemerintah mau, taruh saja angka 1 juta/orang untuk kebutuhan satu bulan. 

Maka total anggaran yang harus dikeluarkan hanya 166,6 triliyun dari sisa anggaran 472,8 triliun, bahkan Indonesia masih memiliki sisa anggaran 306,2 triliun. Indonesia sebenarnya bisa menerapkan UU Kekarantiaan tapi permasalahannya apakah pemerintahnya mau?

Jika dikatakan pemerintah gagal dalam penanganan pandemi Covid-19 itu artinya pemerintah sudah mencoba untuk melakukannya. Melakukan pencegahan di awal kemunculan pandemi, melakukan penutupan pintu masuk penuluran virus dari luar, melakukan UU Kekarantinaan untuk memutus rantai penularan pada masyarakat. Sayangnya pemerintah tidak mau melakukan hal yang semestinya menjadi tugas mereka. 

Di beberapa negara kegagalan adalah hal yang tidak bisa ditoleransi, akan tetapi Indonesia memiliki rakyat yang cukup ramah dan terbiasa menolerir kegagalan pemerintahnya dari waktu ke waktu. Namun apakah rakyat Indonesia juga harus memaklumi ketidakmauan pemerintahnya untuk beberapa hal dalam penanganan pandemi? 

Sungguh kuat mentalitas rakyat Indonesia, bersamaan dengan kenyataan pahit yang harus mereka hadapi akibat pandemi seperti kehilangan orang-orang yang mereka cintai, mereka juga harus menghadapi pemerintah dengan banyak ketidakmauan nya dalam mengurus negara. Pantas saja rakyat Indonesia kuat dalam menghadapi penjajahan belanda selama 350 tahun lamanya, jepang 3 tahun lamanya, hingga akhirnya merebut kemerdekaan pada 17 agustus 1945.

Belum terlambat bagi pemerintah untuk berubah dan membuat Indonesia bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Manfaatkan momentum hari kemerdekaan kali ini untuk memberi setidaknya kado manis untuk rakyat Indonesia. Jika dulu para pahlawan mampu memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah, maka hari ini sanggupkah pemerintah beserta rakyatnya memerdekakan negara tercinta dari pandemi Covid-19, atau setidaknya memerdekakan Indonesia dari istilah-istilah akronim dengan variasi level terbaru yang harusnya berakhir hari ini. Bisa gak? Bisa lah masa enggak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun