Mohon tunggu...
SSID by Himasiltan IPB
SSID by Himasiltan IPB Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Akun ini dikelola oleh divisi Scientific and Strategic Issue Development dalam naungan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan (Himasiltan) IPB periode 2023/2024

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lingkaran Setan Industri Kehutanan (Part #1: Three Stages of Forestry Development)

1 Juni 2024   13:30 Diperbarui: 1 Juni 2024   14:03 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama masa pendudukan tentara Jepang pengelolaan hutan jati di Jawa mengalami masa surut, dalam arti tidak berjalan seperti pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini selain karena hanya sebagian kecil dari bekas pegawai Jawatan Kehutanan Belanda yang mau bekerja untuk kepentingan pemerintah Jepang, juga karena keadaan chaos  akibat perang gerilya rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan, sehingga tidak memungkinkan dapat dilakukan kegiatan pengelolaan hutan seperti yang diharapkan pemerintah Jepang.

Jika disangka tidak terjadi eksploitasi hutan besar-besaran pada masa pendudukan tentara Jepang di Indonesia karena taktik perang bumi hangus yang dilakukan oleh pemerintah Belanda sudah menghancurkan sebagian kawasan hutan di Indonesia, faktanya pemerintah Jepang justru membangun industri kapal kayu di bawah kewenangan Sangyobu  (Departemen Ekonomi) dan Zoosen Kyo Ku (Departemen Perkapalan). Kawasan hutan juga banyak dibuka untuk ladang-ladang palawija, tanaman jarak, kebun kopi, dan gua perlindungan maupun untuk membangun gudang-gudang penyimpanan logistik dan amunisi mesin perang Jepang. Karena itu, sampai menjelang jatuhnya kekuasaan Jepang, urusan kehutanan yang menjadi salah satu sumber keuangan untuk membiayai perang tentara Jepang di Asia dimasukkan ke dalam urusan Gonzo Yusei Zanbu  (Departemen Produksi Kebutuhan Perang). Betapa kekayaan hutan alam Indonesia pada zaman dahulu mampu untuk membiayai kebutuhan perang penjajah yang datang manakala Indonesia sekarang hanya mendapatkan akibat ketamakan pengelolaan hutan yang sistemnya sudah berganti namun dosa eksploitasi masih terus mengalir. 

Pengelolaan hutan pasca kemerdekaan dengan berkali-kali berganti nama lembaga kehutanan, muncul produk hukum baru, dan kebijakan lainnya namun pada intinya produk hukum hasil karya lembaga legislatif dan eksekutif pada era reformasi dalam bentuk UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara ideologis sebangun dengan UU No. 5 Tahun 1967 sebagai produk hukum kehutanan pada era pemerintahan Orde Baru. Instrumen hukum seperti ini dapat diibaratkan sebagai sebuah karya musik yang dikemas dalam kaset atau CD baru, tetapi di dalamnya berisi serangkaian lagu-lagu lama (the old songs) yang disajikan dan dikemas dengan aransemen musik yang telah dimodifikasi sesuai dengan selera produsernya.

  • The Custodial Stage

Ilustrasi 
Ilustrasi 

Tahap kustodial merupakan keadaan yang berfokus pada perlindungan dan pelestarian sumber daya hutan. Tahap ini melibatkan kegiatan yang bertujuan untuk melindungi hutan dari berbagai ancaman, seperti penebangan atau pertambangan ilegal, perampasan, serta kebakaran hutan. Kegiatan ini melibatkan langkah-langkah untuk menetapkan batas, menegakkan peraturan dan merespons setiap kegiatan yang dianggap melanggar aturan dan membahayakan hutan.

Di Indonesia tahap kustodial ini ditandai dengan dibentuknya undang-undang yang mengatur tata kelola dan pemanfaatan kehutanan, seperti UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Beberapa tahun setelahnya, dikeluarkan PP No. 21 Tahun 1970 dan PP No. 18 Tahun 1975 yang mengatur tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPH dan HPHH). Peraturan yang mengatur tentang kehutanan terus berkembang, pada tahun 1985 dikeluarkan PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan. Perkembangan peraturan perundang-undangan sampai akhirnya dikeluarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan harusnya sudah cukup untuk mengatur tata kelola kehutanan di Indonesia, namun terdapat beberapa hal janggal yang dapat diamati dari pola pembentukan undang-undang. Seperti UU yang mengatur mengenai perlindungan hutan baru dikeluarkan setelah HPH dan HPHH berlangsung dan terjadi eksploitasi hutan habis-habisan selama 15 tahun. Artinya, selama 15 tahun HPH dan HPHH beroperasi tanpa didukung instrumen hukum yang mengatur mengenai perlindungan hutan. Hal tersebut jugalah yang membuat eksploitasi sumber daya hutan yang tidak terkendali pada saat itu dapat terjadi. Akibatnya, kondisi hutan pada saat itu sangat memprihatinkan dan pemerintah memainkan peran penting dalam hal ini.

 Dr. I Nyoman Nurjaya dalam tulisannya menyatakan “hukum pemerintahan cenderung sarat dengan muatan penekanan, pengabaian, penggusuran, dan bahan pembekuan  akses serta hak-hak masyarakat lokal atas sumber daya hutan”. Pernyataan tersebut seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi, dimana nyatanya saat eksploitasi hutan dilakukan secara habis-habisan banyak pihak yang dirugikan oleh perilaku orang-orang yang memiliki kekuasaan lebih. Pemerintah pun seperti tidak cukup membantu untuk mengatasi permasalahan ini, dimana pada era reformasi terjadi pembentukan UU No. 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan dimana secara ideologis sebangun dengan UU No. 5 Tahun 1967. Dalam kegiatan diskusi mengenai kelanjutan industri hasil hutan, salah satu dosen Departemen Hasil Hutan di Institut Pertanian Bogor, Ir. EG Togu Manurung, MS., Ph.D menyampaikan bahwa hal ini telah disampaikan berkali-kali tapi tidak pernah terjadi perubahan yang berarti. Kejadiannya terus berulang dengan pola yang sama yang membedakan hanya tokoh yang menjalankannya.

  • The Management Stage

Ilustrasi
Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun