Mohon tunggu...
Fikri Mubarok Pamungkas
Fikri Mubarok Pamungkas Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa-UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Hallo temen-temen semuanya... Selamat datang diprofil saya seorang mahasiswa prodi sejarah peradaban islam yang hobi hiking dan travelling untuk menambah wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gejolak Politik dan Militer di Tana Toraja 1950-an

25 Desember 2023   12:58 Diperbarui: 25 Desember 2023   13:00 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Para pembaca buku tentang  sejarah pergerakan Indonesia, tentu sering menemui peristiwa gerakan-gerakan yang terjadi di Indonesia baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan seperti gerakan DI/TII, PKI, serta Permesta. Pada kesempatan kali ini saya mendapatkan tugas menuliskan sedikit sejarah pergerakan di tahun 1950-an yang terjadi gejolak politik dan militer di Tana Toraja. Pada masa reformasi dan otonomi daerah. Dari tulisan Diks Pasande yang berjudul Politik Nasional dan Penguasa Lokal di Tana Toraja.

Siapa yang tidak kenal Tana Toraja ? 

Tana Toraja dengan keindahan alam dan kaya akan budayanya ini merupakan salah satu daerah yang memiliki sejarah yang panjang di SulawesI Selatan. Sejarah mencatat bahwa di Sulawesi Selatan pernah mengalami masa kejayaan beriringan dengan perkembangan daerah ini sebagai produsen kopi utama abad ke-19 sebelum kedatangan kolonial Belanda.

Jauh sebeum kedatangan Belanda Tana Toraja merupakan daerah yang berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan Sidenreng merupakan kerajaan yang berada di Sulawesi dan berbatasan dengan Tana Toraja. Kerajaan ini memonopoli perdagangan dan berupaya menguasai Duri ( wilayah toraja bagian selatan). Semakin dekat hubungan kerajaan dan Duri disebabkan oleh terjalinya perkawinan antar suku.

Pada awal abad ke-20 kedatangan Belanda di Tana Toraja, serta bersamaan dengan itu masuk pula Injil yang dibawa oleh Indische Protestanshe Kerk yang kemudian dikenal sebagai Greja Protestan Indonesia. Setelah  itu, 1901 berdiri sebuah lembaga penginjilan bernama Gereformeerde Zendingsbond (GZB) oleh pemerintah Hindia Belanda mendapat wilayah kerja di lingkungan orang Toraja di Sulawesi.

Tana Toraja setelah Kemerdekaan 1945

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, tak berjalan mulus begitu saja terkhusus di Tana Toraja. Tentara Belanda kembali datang ke Tana Toraja pada Oktober 1945. Lalu berusaha menjadikan Tana Toraja menjadi daerah otonom yang terpisah dari Luwu. Sehingga setahun setelah kedatangan Belanda Tana Toraja telah memiliki badan pememrintahan sendiri yang namanya Tongkonan Ada dan berkedudukan di Makale.

Respon pemerintah Indonesia setelah terjadinya peristiwa tersebut ialah membentuk komite nasional. Awal tahun 1950-an para aktivis politik dan kaum nasionalis yang pro-Republik atas anjuran Gubernur Sulawesi W.B Lapian segera membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) dan memilih seorang kepala daerah. Akibat dari pembentukan Dewan Pemerintahan sendiri, serta tidak efektif lagi kekuatan politik di Tana Toraja. Diangkatnya C. Rongke menjadi kepala daerah Tana Toraja tidak terlepas dari campur tangan Andi Sose.

Siapa sosok Andi Sose Sebenarnya ? 

Andi Sose dilahirkan di desa Sossok, Anggerja-Duri (sekarang masuk wilayah Kabupaten Enrekang) pada tanggal 15 Maret 1930 sebagai putra dari pasangan suami istri bangsawan Bugis Andi Liu dan Andi Sabbe. Ayah Andi Sose pada masa pemerintahan Belanda adalah anggota Zelfbestuur di Malua. Masa kecil Andi Sose dilalui di Sossok, tempat dia bersekolah di sekolah dasar (volkschool).

Pada usia sembilan tahun, Andi Sose keluar dari schakelschool dengan alasan pecahnya perang dunia II dan kedatangan tentara Jepang. Setelah itu, Andi Sose pindah ke Makasar dan melanjutkan pendidikanya di sekolah Jepang yaitu Tokubetsu Chuu-gakko dan kemudian di SMP Nasional Makasar. Saat di Makasar ia bergabung dengan kelaskaran Harimau Indonesia sebagai wadah perjuangan. Ia juga membentuk laskar Harimau Indonesia di Tana Toraja.

Sosok Andi Sose ini merupakan seorang bangsawan Bugis dan geriliyawan seperjuangan Kahar Muzakar yang kemudian meninggalkanya dan menjadi petinggi militer pasukan angkatan darat yang bertugas di Tana Toraja.

Peristiwa 53 dan 58 

Pada tahun1953 masyarakat melakukan revolusi petani. Disebabkan oleh masyarakat toraja tidak hanya melihat secara ekonomi-politik tapi dipahami sebagai mandat ilahi. Sehingga iniah yang menimbulkan konflik horizontal disisi lain dipengaruhi oleh wilayah luar Toraja.

Peran Andi Sose, yang secara tidak langsung, ikut menciptakan kondisi meletusnya revolusi tersebut. Pertama, Andi Sose sebagai pemimpin gerilyawan pada tahun 1950 mendukung pencalonan orang yang bukan bangsawan Toraja, C. Rongre yang bersimpati dengan kekuatan kiri di daerah, sebagai kepala daerah di Tana Toraja. Andi Sose juga tidak disukai kalangan elite dan masyarakat Toraja di pedalaman karena kerakusannya merampas harta kekayaan setempat. Faktor ketiga yang membuat Andi Sose kurang diterima adalah tingkah laku pasukannya terhadap masyarakat. Ketika diintegrasikan ke dalam APRI/ TNI pada tahun 1952, Andi Sose membawa tiga kompi pasukannya yang berjumlah 1.200 orang.

Penyerbuan terhadap Andi Sose dipimpin langsung oleh Frans Karangan. Serangan pertama pada hari Sabtu, tanggal 4 April 1953 itu berlangsung singkat, karena berhasil dihalau oleh pasukan Andi Sose. Setelah itu Frans menyusun kembali strategi untuk mengalahkan pasukan Andi Sose.

Maka terjadi pertempuran yang terjadi pada hari Sabtu, 11 April 1953, pertempuran berlangsung selama kurang lebih empat jam dan berakhir dengan keberhasilan Frans Karangan dan pasukan Diponegoro menduduki Kota Makale. Untuk sementara waktu, Andi Sose berhasil diusir dari Tana Toraja.

Pada tahun 1958 terjadi hal yang sama namun, pada tahun 1958 Meluasnya DI/TII dan lahirnya Permesta menjadi pukulan berat bagi pemerintah pusat yang memutuskan reorganisasi pasukannya di Sulawesi guna mengatasi krisis di Sulawesi. Batalion 511 Brawijaya yang bertugas di Sulawesi Tengah dipindahtugaskan ke Minahasa pada awal 1958 untuk memadamkan 'pemberontakan' Permesta yang terjadi di sana.

Sosok Andi Sose muncul kembali sebagai pemeran di wilayah Toraja, karena dalam Resimen ini Andi Sose bertugas sebagai kepala staf sejak tanggal 24 Februari 1958.

Frans Karangan telah dapat dukungan dari Jendral A. H. Nasution yang mengirim sebuah perintah rahasia dari KSAD untuk membentuk satu unit pasukan di Tana Toraja. Langkah Nasution ini dilihat sebagai upaya untuk memperkecil ruang gerak Andi Sose yang diduga masih berhubungan dan bekerja sama dengan Kahar Muzakkar, terutama dalam kegiatan penyelundupan kopra dan senjata.

Sumber:

Sita van B., Remco R., Antara Daerah Dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an, Edisi pertama: 2011 KITLV Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun