Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Awas Ini Waktu Emas Money Politics!

14 Februari 2017   12:17 Diperbarui: 14 Februari 2017   12:37 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By. Fikri Jamil Lubay

Tahun 2015 yang lalu merupakan pertama kali dilaksanakannya  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)  serentak ditanah air  yang iikuti tidak kurang 810 pasangan calon dan bersaing di 9 provinsi, 34 kota dan 224 kabupaten. Dan pada tahun ini hampir dipastikan juga  Pilkada serentak itu akan dilaksanakan kembali di 7 provinsi,   18 kota dan 76 kabupaten, serta akan diikuti oleh kurang lebih 153 pasangan calon.

Pilkada serentak kali ini bila tidak ada halangan dan rintangan insya allah akan dilaksanakan besok hari Rabu Tanggal 15 Pebruari 2017 sekaligus juga mencatat bahwa tidak kurang dari 48 orang calon petahana bersaing dan bertarung memperebutkan kursinya kembali termasuk untuk terdakwa penista agama Basuki Tjahaya Purnama alias AHOK di Pilkada Jakarta.

Para petahana yang ikut bersaing dan bertarung tersebut tentu saja sering difatwakan dan diisyaratkan sebagai rasa khawatir yang terkadang sering dianggap berlebihan oleh paslon lainnya dan para pendukungnya. Maklum lah para pasangan calon (paslon) PILKADA pasti rerata mereka hampir tidak pernah menyiapkan strategi bila kalah.

Apalagi untuk calon petahana. Calon Petahana selalu diuntungkan dan selalu diibaratkan sebagai pemilik kekuasaan  sehingga seperti ”wajib”  memenangkan pertarungan. Akibatnya adalah seringkali calon petahana menggerakkan seluruh energi, fasilitas dan sumber daya yang melekat dengan jabatannya. Hasil akhirnya adalah sulitnya bawaslu dan instrumen Pilkada untuk bertindak atau sekedar menduga dan mencium aroma yang tidak baik dan kurang sedap dari proses pilkada itu sendiri.

Namun faktanya pernah tersaji bahwa Foke yang gubernur petahana DKI Jakarta dan populer menurut lembaga survey saat itu bisa ditumbangkan oleh Jokowi. So, bukan tidak mungkin sejarah dan peristiwa yang sama bisa terjadi lagi di Pilkada sekarang.

Pertarungan dan persaingan serta strategi peperangan  sudah dimulai dari awal proses pilkada dan puncaknya segera akan hadir melalui bilik suara. Hasil akhirnya sudah bisa dilihat atau diduga-duga serta dikira-kira paling tidak dua jam setelah perhitungan suara,  meskipun melalui quick qount lembaga-lembaga survey.

Pemimpin-pemimpin baru atau pun para petahana yang memenangkan pertarungan akan memetik hasil jerih payah dan perjuangannya. Rakyat tentu akan merasakan sentuhan para pemenang pilkada untuk lima tahun kedepan.

Gegap gempita menjelang pilkada hanyalah sebuah proses saja. Jadi,  Baik dan baruk hasilnya tentu saja sangat terkait dengan proses pencoblosan di bilik suara. Namun jangan lah lupa. Semua punya golden priod atau waktu emas. Termasuk dengan money politics?.

Tentu saja seluruh paslon atau kandidat ingin menang dan tidak ada yang ingin kalah dan menderita. Yang perlu diingat juga akhir dari perjalanan politik itu adalah perebutan takhta atau kekuasaan. Entah dengan cara apa. Yang jelas pemenang akan menjadi raja. Halal atau pun haram sering kali dinafikkan, yang terpenting kekuasaan harus ditahbiskan dengan kemenangan untuk menjadi raja di Pilkada. Makanya dalam politik sangat dikenal adagium “tidak ada lawan dan kawan yang abadi yang ada adalah kepentingan abadi”.

Money politics berjalan senyap dan hening serta sering kali tidak tercium. Baunya persis seperti “kentut” yang sering bikin ribut namun sulit dicari sumbernya. Jarang sekali ada yang mau bersaksi apalagi mengaku sudah melakukan money politics. Namun tidak disangkal dua atau tiga bulan lagi paska pilkada banyak sekali para kandidat paslon yang kalah akan melaporkan tim suksesnya bahkan pasangannya ke polisi karena menipu atau pun menggunakan uangnya yang entah untuk apa kalau tidak mau untuk...? money politics!.

Karena itu ada baiknya  Bawaslu (panwaslu) termasuk juga KPU serta aparat untuk segera dalam dua puluh empat jam ini mencari cara yang jitu menebar paku untuk mencium racun pilkada bernama money politics yang akan mematikan dan memabukkan sesaat itu yang akibatnya akan sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat paling tidak lima tahun kedepan.

Rakyat yang punya hak pilih pun jangan mau dirinya dihargai hanya oleh sekarung beras dan uang recehan atau secarik kupon yang menipu. Serta terkadang juga bisa dibeli dengan sarung dan baju yang cepat lusuh hanya tiga bulan dipakai dan sekali cuci itu. Dan bahkan parahnya lagi terkadang rakyat hanya bisa dibeli dengan janji-janji palsu.

Money poitics ini seperti yang disampaikan didepan akan memasuki puncaknya di waktu pajar nanti (serangan pajar). Para kandidat yang tidak memiliki modal yang cukup, ataupun juga tidak mau membeli suara karena memang memiliki integritas agar banyak-banyak lah berdo’a supaya  turun  hujan dengan deras sampai dengan waktu pencoblosan dengan harapan beras-beras yang sudah disiapkan itu tidak bisa dibagikan lagi dan membusuk digudangnya bersama dengan kekalahannya yang menyesakkan dada.

Karena itu mari berjaga untuk menjaga kemurnian pesta demokrasi rakyat yang bernama pilkada. Semoga ada campur tangan Tuhan (Sang Khalik) didalamnya sebagai Sang Penentu agar rahmat-Nya tetap bisa menjadi pendamping dalam proses selanjutnya setelah Pilkada. Tentu yang menang tidak perlu menepuk dada dan jumawa serta yang kalah tidak perlu juga sampai stress apalagi sampai masuk penjara karean kecerobohannya.

Selamat memilih pemimpin dibilik suara. Tidak lah salah juga  untuk memilih pemimpin yang bisa diajak “rukuk sama nunduk dan sujud sama takut hanya kepada-Nya”, biar bisa menjadi imam yang baik dan sama tujuan, visi serta misinya.  Semoga bertemu pemimpin yang adil, jujur amanah dan baik serta memiliki gagasan memajukan daerah yang akan dimpimpinnya. Semoga...!!!

Salam dari pinggiran sumatera selatan...fikrijamillubay.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun