Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk Menang Pilkada DKI, Ahok Tidak Butuh Empat Hal ini?

20 Januari 2017   14:55 Diperbarui: 20 Januari 2017   14:59 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melihat debat para kandidat Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang sangat menelanjangi kualitas dan kapabilitas para kandidat Paslon, beberapa hal menjadi catatan penting dari warga yang menyaksikannya maupun warga Jakarta yang akan memilih nanti.

Debat yang disiarkan oleh tiga stasiun televisi swasta itu melahirkan isu-isu menarik nan penting kalau tidak mau dibilang maha penting terkhusus “serangan”  terhadap incumbent. Mengapa ditujukan terkhusus pada  incumbent? Jawabannya sudah sangat jelas bahwa yang sangat mudah menjual program adalah Paslon incumbent karena mereka bisa menggunakan kata “Sudah”  atau “Sedang” dengan tampilan hasil-hasil statistik yang bisa di bisa floor ke khalayak Jakarta tergantung cara mengemasnya. Sedanngkan Paslon lainnya “baru mau akan” mengimplememtasikan programnya untuk kebaikan Jakarta.

Dari debat itu kesimpulan saya adalah Paslon Incumbent dalam hal ini pasangan Ahok alias Basuki Tjahaya Purnama-Jarot (terkhusus Ahok)  tidak membutuhkan ini untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta :

Pertama. Ahok Tidak butuh Dosen...?.

Cara ahok menyerang Anis dengan menyebut “...dosen”, “... sekedar teori”. Hal ini mengindikasikan bahwa Ahok tidak butuh pemikir untuk Jakarta yang maju dan bermartabat. Kemudian juga sepertinya Ahok akan menggunakan strategi “gebuk dulu baru mikir”, dan seterusnya dan seterusnya.

Ahok lupa bahwa semua orang yang pernah kuliah pasti pernah berhadapan dan berurusan dengan dosen. Terus Ahok juga lupa bahwa tidak mungkin seorang dosen mengajarkan keilmuannya di luar pakem teori atau tidak berbasis teori.

Ahok juga sepertinya lupa bahwa di DKI Jakarta gudangnya Universitas (perguruan tinggi) yanag tentu saja mempekerjakan para Dosen (daftar lengkap silahkan cek disini). Walaupun Ahok sudah mengakui kesalahan dan kekhilafaannya serta kealfaannya,  namun ketidakpantasan itu sudah kadung membekas.

Kedua. Ahok tidak butuh Manusia Jakarta yang memiliki integritas...?  

Jelas sekali dari cara Ahok menjabarkan visi dan misinya serta cara dan alasannya menjawab pertanyaan face to face terkhusus dengan kandidat nomor 3. Ahok akan menjadikan warga Jakarta “Otak, Perut dan Dompetnya...”, seperti yang ditegaskan kembali oleh Anies ketika mengulas jawaban yang disampaikan Ahok-Jarot bahwa Ahok tidak akan menjadikan manusia Jakarta yang berintegritas dan bermoral tinggi.

Human  Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DKI Jakarta yang disebut Ahok dalam debat lebih tinggi dari IPM Nasional selama dua tahun terakhir sehingga menerima empat penghargaan dari Bappenas, nyatanya adalah IPM DKI Jakarta memang sudah lebih tinggi dari IPM Nasional jauh sebelum Ahok menjabat Gubernur DKI Jakarta sebagaimana yang digambarkan dan disajikan oleh BPS dan bahkan cenderung mengalami perlambatan selama tiga tahun terakhir sejak 2013., seperti yang tersaji pada tabel dibawah ini :

PERBANDINGAN IPM

2011

2012

2013

2014

2015

DKI JAKARTA

76.98

77.53

78.08

78.39

78.99

NASIONAL

67.09

67.70

68.31

68.90

69.55

Ketiga.  Ahok tiak butuh sopan santun dan keberadaban...?

Cara Ahok menjawab berbagai “serangan” baik dari Paslon 1 dan 3 mengindikasikan sekali bahwa Ahok belum berubah untuk sedikit saja bersopan santun, beretika terutama dalam hal bertutur kata yang baik.

Ahok sepertinya larut dlam euforia selalu ingin bertutur kata “melukai” lawan bicaranya dan terkesan ingin menang sendiri. Sulit memang untuk berubah dalam sekejap ketika sudah menjadi tabi’at atau bawaan sehari-hari alias kebiasaan. Mungkin butuh waktu yang seumuran hidupnya juga untuk berubah. Untuk yang satu ini sepertinya kita nikmati saja lah atau jangan berharap terlalu banyak Ahok akan berubah.

Keempat atau yang terakhir.  Ahok tidak butuh masyarakat miskin berdiam dan bermukim di Jakarta...?  

Debat pertama paslon gubernur DKI kemarin semakin mengindikasikan, memperkuat dan mempertegas bahwa Ahok tidak membutuhkan orang miskin di Jakarta. Atau kalau boleh diilustrasikan bahwa “orang miskin haram hadir dan bertempat tinggal di Jakarta”.

Ahok lupa bahwa kalau mau menyebut ada orang kaya pasti harus ada orang yang miskin. Pasangan miskin-kaya itu sama dengan siang-malam, laki-perempuan dan lain-lain. Ahok juga lupa bahwa “miskin itu bukan pilihan”. Tidak ada yang mau terlahir sebagai orang miskin. Kalau semua orang miskin ditanya “apa mau lahir miskin..?” Jawabannya sudah barang tentu waktu lahir dulu mereka ingin dilahirkan sebagai anak pengusaha atau turunan para sultan yang kaya raya.

Ahok juga lupa bahwa sampai bumi kiamat pun orang miskin akan tetap ada. Ahok juga perlu diingatkan bahwa miskin itu bukan masalah tetapi gejala terutama di perkotaan. Nah bagaimana mengurangi atau menghilangkan gejala itu adalah tugas pemimpin.  “penggusurran” sepertinya akan menjadi topik harian diwarung kopi dan belum akan berubah untuk waktu yang lama bila Paslon ini berhasil memenangkan pertarungan di jakarta.  Pada hal Ahok juga tahu bahwa masih terdapat penduduk miskin di DKI Jakarta sebanyak 384.300 orang (sumber : BPS Maret 2016).

*****

Terlepas dari keempat hal tersebut diatas, debat para Paslon Gubernur Jakarta itu semakin membuka mata warga tidak hanya di Jakarta tetapi ditempat lainnya dibumi pertiwi ini,  tentang kualitas dan kapabilitas para paslon. Jakarta harus bersyukur dihadiahi oleh Tuhan tiga pasangan calon yang insya allah semuanya mumpuni  dan membumi. Satu Paslon “sudah dan sedang” membuktikan pekerjaan dan hasilnya. Dua paslon lain belum pernah diberi kesempatan dan sedang menapakkan jejak kakinya kearah sana dengan segala track record yang belum kelihatan buramnya.

So...terserah warga Jakarta... ingat kalau memang baju yang kita pakai hari ini sudah mulai kusam, kotor dan bernoda serta sedikit robek, tidak lah salah juga untuk disimpan didalam lemari atau bisa juga dibagikan ke sebelah yang lebih membutuhkan dengan catatan tambal dulu robeknya.

Sebaliknya, tidak salah juga bila ada rizki yang baik serta halal dan sepertinya tidak akan ada yang marah juga  bila mereka para warga Jakarta membeli dan memakai baju baru seperti waktu kita menyambut lebaran karena disana tersedia banyak pilihan dan sangat lah layak untuk dicoba.

Wallahu a’lam bisshowab.

Salam dari pinggiran

Fikri Jamil Lubay

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun