Penonton dikiri-kanan jalan semakin siang bukannya semakin sepi melainkan mereka semakin siang semakin merangsek maju membuat jalanan Suirman terasa semakin sempit. Barikade yang coba dibangun oleh panitia tidak mampu menahan “aksi” masa penonton yang tidak juga mau beranjak, bahkan dibagian ujung dari dari panggung kehormatan tempat berdiri dan duduknya Walikota dan Tamu Kehormatan lainnya terjadi bottol neck effect yang menyebabkan peserta karnaval tertahan laju berjalannya dan “kemacetan manusia” pun tak terhindarkan.
***
Iya “Jember Fashion Festival”, eitt... kita perbaiki sedikit bukan Jember Fashion Festival tetapi “Jember Fashion Carnaval” itu siap-siap menemukan lawan mainnya yang sepadan kedepan nanti yang mungkin akan bernama “Prabumulih Fashion Carnaval” atau “Karnaval Busana Jalanan Prabumulih”. Loh kok bisa...?
Melihat antusiasme dan keseriusan pemerintah bersama masyarakat Prabumulih selama ini sepertinya tidak ada yang mustahil bisa terjadi dan menjadi kenyataan di Kota Kecil Prabumulih. Sama seperti Jember, kotanya Mbah Kiyai Muzakki Syah yang bernama Jember itu juga bukan Kota Besar seperti Surabaya atau pun Bandung tetapi mereka bisa mendunia berkat sentuhan yang fokus dari seorang designer bernama Dynand Faris yang mendirikan JFC (Jember Fashion Carnaval) center dan jangan lupakan juga JFC center berawal dan terinspirasi dari acara tahunan dalam rangka HUT Kota Jember tahun 2001 (wikipedia).
Pawai pembangunan yang dilakukan hampir setiap tahun menyambut HUT Kota Prabumulih menjadi bukti betapa kreatifitas para orang tua, siswa/siswi, masyarakat Kota Prabumulih sangat mungkin dan sangat bisa menyamai Jember Fashion Carnaval. Tinggal sentuhan kreatif seperti :
- Melembagakan Prabumulih Fashion Carnaval (PFC) menjadi lebih profesional yang dikelola secara khusus dengan tetap mengusung dan melestarikan budaya dan kearifan lokal;
- Membuat dan menfokuskan acara PFC lebih memiliki “tematik” dan “Branded”. Hal ini dibutuhkan untuk lebih menjual PFC ke dunia luar. Para perantau Prabumulih di Jakarta dan luar negeri sudah sangat banyak dan telah banyak juga yang menjadi “orang sukses”. Mereka bisa digunakan sebagai “Duta Prabumulih”. Perpaduan kearifan lokal yang diacara karnaval pembangunan HUT Kota Prabumulih itu sudah mulai kelihatan yaitu fashion yang menggunakan miniatur nanas sebagai ikon Kota Nanas Prabumulih dengan menggabungkannya menjadi lebih modern dalam budaya nasional yang lebih unik seperti batik dan songket. Sebagai mana dulu JFC menjadikan reog sebagai ikon busananya sampai dengan pagelaran acara JFC sekarang yang tetap menampilkan reog.
Keseriusan, keikhlasan dan kerja keras masyarakat Prabumulih serta perhatian Pemerintah Kota Prabumulih dan stakeholder lainnya tentu sangat dibutuhkan untuk meujudkan “Prabumulih Fashion Carnaval” yang menasional dan bahkan mendunia.
Satu hari nanti kita akan menyaksikan betapa dahsyatnya Prabumulih dimata dunia karena kemampuannya mengemas dan menyelanggarakan sebuah karnaval fashion bertaraf internasional. Sebab kalau tidak digagas dan dimulai dari sekarang, masyarakat Prabumulih dan sekitarnya tentu setiap tahun akan disuguhi yang itu-itu saja dan akan sampai pada suatu titik yang disebut dengan “titik jenuh”.
Semoga sukses selalu mengiringi Prabumulih. Jaya terus Kotaku Kota Prabumulih.
Fikri Jamil Lubay.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H