****
“Ceplok..ceplok..ceplok...” tepukan bahu Bik Ipah membangunkan lamunan Mang Ujang yang sedari tadi terlihat seperti orang dungu yang sedang melongo, tatapan matanya jauh kedepan menyiratkan kelelahan berfikir yang kronis.
“Ada apa bisik Bik Ipah...” sambil bergelayut manja menarik Mang Ujang kedalam rumah karena diluar sudah gerimis dan nampak hujan deras akan turun dengan segera.
“Ah..nggak ada apa-apa Ma...tapi....?”, “itu tu .... sigundul itu..sudah setengah mati meyakinkannya untuk hijrah saja dari pekerjaannya tetap tidak mau juga. Dia sepertinya sudah dihinggapi dan digoda oleh rasa nyaman ditempatnya bekerja”...sahut Mang Ujang...
“Oh itu toch...wis ringan itu..” kata Bik Ipah seperti orang yang tidak berdosa... “sekarang waktunya bersabar, toh nanti si bungsu itu akan sadar juga bahwa masa depan itu bisa di cetak dan ditulisnya sendiri”.
****
Iya, Zona Nyaman (comfort zone). Dialog itu menunjukkan betapa sulitnya kita bila sudah hidup hangat dizona nyaman. Banyak dari kita akan segera “terpenjara” karena jebakan (trapping) zona nyaman itu.
Si empunya zona nyaman tidak hobi dengan “ tantangan” dan tidak berorientasi dengannya (challange oriented). Pemuja zona nyaman juga tidak mungkin melahirkan karya-karya besar (inovatif), karena mereka terpasung, terpenjara, menyusu dan bahkan sterkesan “menjilat” serta berdamai dengan zona nyaman.
Kita bisa menyaksikan Bangsa kita sendiri yang sempat dijajah lama oleh bangsa asing karena sebagian dari para leluhur suka hidup dizona nyaman, akibatnya kita mudah sekali diadu domba.
Lebih dari dua dekade yang lalu sejarah mencatat bahwa Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak dunia sehingga bergabung dengan negara produsen minyak (OPEC). Sekarang, Indonesia malah terperosok menjadi negara pengimpor minyak.
Dulu, Indonesia adalah negara yang berswasembada beras, sekarang beras Vietnam dan Thailand membanjiri Indonesia yang katanya gemah ripah loh jinawi...”tongkat dan kayu jadi tanaman”.