By. Fikri Jamil Lubay
Terbenamnya berbagai komoditas populer ditengah masyarakat Kota Prabumulih sebagai penyumbang income utama keluarga seperti karet dan kelapa sawit menuntut Pemerintah Kota Prabumulih untuk lebih kreatif serta inovatif dalam mencari celah untuk memelihara kondusifitas ekonomi masyarakat di Kota Nanas Prabumulih.
Kota Prabumulih yang berlabelkan kota jasa sekaligus juga kota transit merupakan Kota yang sangat banyak menerima limpahan manusia yang ingin menghabiskan uangnya untuk berbelanja baik kebutuhan primer maupun kebutuhan tambahan lainnya termasuk oleh-oleh khas Prabumulih.
Geliat industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Kota Prabumulih telah mengalami pasang surut yang sering mengharu biru dalam fenomena hilang timbul, mati suri, timbul tenggelam bahkan mati benaran karena berbagai strategi yang dianggap jitu sering tidak menjadi solusi yang mengakar kuat dalam menghidupkan UMKM yang ada di kota ini.
Justifikasi dan identifikasi atas keharusan UMKM menyedot dan menciptakan lapangan kerja terhadap masyarakat Kota Prabumulih juga sering terabaikan gara-gara missed-strategi pelaksanaan oleh para stake-holder yang mengurus, membina dan menuntun UMKM itu sendiri.
Blamming culture (budaya saling menyalahkan) antara stakeholder sering menjadi sekat bahkan tembok yang terkadang terlalu tebal dan jurang yang juga terkadang terlalu dalam serta dinding yang terjal yang berakibat kepada akses masyarakat UMKM terhadap pelayanan stakeholder menjadi terabaikan.
Kalau sudah begitu pertanyaanya adalah “adakah solusi yang bisa mengakar agar sustainabilitas UMKM dapat terjaga dengan baik existensinya terkhusus di Kota Prabumulih...?”
Hari Selasa, Tanggal 12 Agustus 2016 yang lalu mungkin akan menjadi titik tolak untuk membuat akar yang lebih kuat dalam mendorong kehidupan UMKM di Kota Prabumulih. Bertempat diruang rapat lantai I Pemerintah Kota Prabumulih, pada hari itu telah dilaksanakan suatu rangkaian kegiatan yang bermuara pada satu kegiatan utama yaitu dengan dirintisnya Kota Prabumulih sebagai salah satu Pusat Inovasi di Provinsi Sumatera Selatan.
Acara yang dihadiri dan awalnya dibuka oleh Wakil Walikota Prabumulih serta kemudian juga langsung dihadiri dan diikuti oleh Ir. H. Ridho Yahya, MM (Walikota Prabumulih) dengan pembicara utama (Keynote Speaker) Dr. Drs. Alamsyah, MPd (Plt. Kepala Balitbangnovda Provinsi Sumatera Selatan) memberikan banyak pencerahan akan pentingnya pendekatan tekhnologi inovatif terhadap produk yang dihasilkan oleh UMKM yang ada di Kota Prabumulih.
Tugas Pemerintah Kota Prabumulih lah yang mengintermediasi keingintahuan UMKM Kota Prabumulih yang begitu antusias itu. Dan, Pusat Inovasi bisa menjadi modal awal untuk kembali membangkitkan semangat dari para pelaku UMKM.
Mengapa harus pusat inovasi...?
Pusat Inovasi bisa diartikan sebagai suatu organisasi atau unit organisasi yang berfungsi sebagai simpul, hub atau gateway dari jaringan kemitraan yang memberikan jasa layanan terpaduuntuk menumbuh-kembangkan UKM inovatif. Serta, Pusat Inovasi juga merupakan salah satu “ujung tombak”aktivitas penelitian dan pengembangan yang berdampak pada ekonomi, sosial & budaya (inovasi & kewirausahaan, difusi & pembelajaran).
Kalau pusat inovasi berfungsi sebagai software, terus bagaimana dengan hardware-nya...?. Jangan khawatir di Kota Prabumulih telah terdeteksi kurang lebih 4.981 UMKM dengan kurang lebih 170 adalah industri mikro-kecil. Industri mikro-kecil ini adalah hardware-nya. Untuk itu Pusat Inovasi tentu sudah wajib dihadirkan ke Prabumulih sebagai solusi atas berbagai “kebuntuan” perkembangan dan pemasaranan produk/hasil dari UMKM yang selam sering menjadi keluhan.
Dengan demikian kesenjangan, kegagalan serta problem yang terjadi terhadap suatu industri UMKM bisa di tracing dan dijelaskan dengan cepat dan segera dengan pendekatan yang sistematik dan ilmiah. Memang sungguh disadari sepenuhnya bahwa “pekerjaan ilmiah” itu sedikit rumit, membutuhkan koordinasi berjenjang dan sering kali hasilnya tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan harapan, sehingga dibutuhkan kesebaran tingkat tinggi untuk memperoleh hasil yang optimal.
Bappeda sudah barang tentu berfungsi sebagai inisiator dan fasilitator saja dari rangkaian kegiatan inovasi ini selagi belum tersedianya institusi litbang sebagai sebuah kelembagaan. Namun SKPD teknis terutama Dinas Koperasi dan Perdagangan tentu harus mengambil peran lebih dalam implementasinya serta tidak mengesampingkan peran SKPD teknis lainnya dan para stakeholder UMKM. Proses inkubasi terhadap produk UMKM tentu akan sangat banyak melibatkan stakeholder UMKM terutama Diskoperindag sebagai perpanjangan tangan (jembatan) pemerintah dengan UMKM.
Akhirnya, langkah awal sudah dimulai dan tinggal mengaktifkan saja kegiatan yang terkait dengan fungsi-fungsi inovasi. Insya allah on the track dan bermanfaat. Semoga..
Salam hangat dari Prabumulih...