Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(Legenda) Misteri Hantu Belanda di Kebun Lekan

10 Mei 2016   10:16 Diperbarui: 10 Mei 2016   10:24 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu sudah menunjukan waktu maghrib. Suara adzan dari masjid mulai terdengar dan kami berdua masih berjibaku untuk segera keluar dari hutan itu. Gelap mulai menyongsong. Awan yang berkabut yang diiringi oleh hujan rintik-rintik. Gemericik air mengikuti langkah kami secara tergesa-gesa. Dan, guna memotong jalan agar tidak terlalu jauh menuju rumah sampailah kami ke sebuah kebun yang sebetulnya juga tidak jauh lagi dari perkampungan (desa) kami.

Uwak yang berjalan didepan saya tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berujar...”sttt...diam..berhenti dulu...!!!, saya yang berada dibelakangnya dengan patuh dan mematung mengikuti perintah itu. Perintahnya lagi...”tunggu disini...jangan kemana-mana sampai Uwak kembali...!”. 

Tiba-tiba  Beliau menanggalkan seluruh pakaiannya dan diletakkan disamping “behunang” yang penuh berisi ikan. Beliau lalu mencabut parang dipinggangnya dan berlarian seperti mengejar “sesuatu”.

Saya yang ditinggal sendirian dan tidak paham dengan maksudnya hanya duduk terdiam disebuah gundukan tanah yang tidak terlalu tinggi. Saya pun sesuai dengan yang diperintahkan Uwak tadi mengambil posisi duduk. Sepertinya cuma tempat itu yang tidak digenangi air. Luasnya juga tidak seberapa. Paling cukup untuk tempat dua orang berbaring lurus sejajar. 

Suasana gelap dan sepi begitu terasa. Bulu kuduk ku pun entah mengapa tiba-tiba berdiri dan terasa merinding. Gemericik kaki uwak yang tadi terdengar keras pelan-pelan mulai tidak terdengar. Yang ada hanyalah suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan. Tubuhku pun terasa mulai dingin. Jantung mulai berdebar kencang menunggu Uwak yang tidak kunjung kembali. Dan tiba-tiba..., sebuah tangan perkasa menyentuh pundak ku. Kagetnya bukan kepalang... “ayo kita pulang”  teriaknya.

Disepanjang perjalanan tidak berani aku menegur Beliau karena walaupun suasananya gelap tapi aku bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. Hampir menjelang isya’ kami sampai di rumah Beliau. Kami pun langsung membersihkan diri dan aku pun pulang ke rumah yang kebetulan antara rumah Beliau dengan Rumah Kami tidak berjauhan.

Hampir semalaman aku tidak bisa tidur. Balik badan sana balik sini tetap saja mata tidak bisa terpejam mengingat kejadian yang barusan terjadi. Aku tidak berani bercerita dengan siapa pun dirumah. Banyak pertanyaan bergelayut di hati ini...”mengapa Uwak tiba-tiba berlari dan mencabut pisau..? mengapa berlari harus telanjang..? mengapa tiba-tiba beliau nongol dan aku tidak mendengarnya..? dan yang penting juga mengapa bulu kudukku berdiri dan merinding..? dan sialnya sampai dirumah tetap saja masih merinding..?” ...huh mengusir rasa itu begitu sulit... badan yang begitu terasa lelah dan capek karena hampir seharian mencari ikan disungai membuat badan ini terasa lemas dan akhirnya jatuh tertidur juga.

***

Pagi-pagi benar aku langsung berlari kecil menuju rumah Uwak Yaseh. Nampak Beliau sedang menyiapkan gulungan tali nilon dan potongan bambu kecil untuk membuat jaring. Akupun menyapa Beliau dan Beliau juga sepertinya menangkap rasa takut dan bergalyutannya berbagai pertanyaan yang menyerang Aku semalam.

Disuruhnya Aku duduk disampingnya sambil Beliau meyiapkan anyaman jaring dan menyeruput kopi yang ada disebelahnya. Sesekali Beliau juga menghisap rokok lintingan tembakau yang menjadi ciri khasnya. Beliau pun memulai bercerita.

“Kebun tempat kami beristirahat itu semalam adalah Kebun miliknya Mulkan (untuk memudahkan penyebutan orang desa menyebutnya dengan kebun “Lekan”). Dikebun Lekan itulah pada Zaman Belanda dahulu ada orang Belanda yang mati karena berkelahi setelah main sepak bola dan dibunuh oleh penduduk desa. Jenazah Belanda itu kemudian dikuburkan di Kebun itu dan pas ditempat mu duduk itu lah jenazahnya ditanamkan”. Walah... akupun geleng-geleng kepala... pantesan fikir ku kenapa bulu kuduk ku berdiri dan merinding, kalo tau pastilah....”****???”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun