By. FIKRI JAMIL LUBAY
Bunyi-bunyi piring seng berdentang dipagi buta itu
Beriringan dengan bunyi sendok dan garfu yang usang
Suara azan subuh pun terdengar merdu...
“Il...Mail...bangun...sholat...!!!” suara serak itu terdengar renta
Dia membungkuk, mencuci muka dan berwudhu..
Tikar bolong menjadi alas untuk bersujud di subuh itu
Guntur menggelegar...
Hujan yang sebentar itu menunda langkah lelaki renta itu
Gerimis diluar, diikuti dengan langkah terseok-seok
Sambil membawa bakul dan ember serta...
Tak ketinggalan alat sadap yang sudah berkarat...
Lelah sampai dikebun yang berjarak dekat...
Paling satu jam perjalanan... keringat pun bercucuran
Air yang dibawa terasa segar menggelegak dahaga di pagi yang masih gerimis itu
Ku lihat... tangan-tangan yang masih menampakkkan keperkasaannya sebagai lelaki...
Urat-urat dahinya mengikuti uluran tangannya menarik alat sadapnya dengan pelan dan hati-hati...
Batang karet yang sudah tua itu pun mengucurkan aliran getah yang terlihat mulai malas...
Habislah hampir dua ratus batang karet disadap dipagi yang gerimis itu...
“Mail...”, lelaki renta itu berujar memanggil cucunya, “tolong besok hari Rabu kau angkati beku getah karet yang sudah disadap...” perintah lelaki itu...
Mail yang berumur sembilan tahun itu pun hanya mengangguk pelan tanda setuju...
Keesokannya setelah pulang sekolah, mail bergegas pergi ke kebun tempat lelaki renta itu menyadap...
Sorot matanya begitu tajam, Pandangannya tertuju kepada semua cangkir dibatang karet itu...
Namun “kosong”, “kosong”, “semua kosong....” mail berteriak...
Sudah ada yang mendahuluinya mengambil getah karet itu...
Cucuran air mata Mail pun basah bersama keringat sambil berlari ke desa
“pugok”, “pugok”..mail kesana kemari mencari kakeknya...
Lelaki renta itu terbaring lemah...
Suara Mail yang beriringan dengan suara azan ashar membangunkannya...
Mail pun mulai bercerita... lelaki itu hanya mengelus dada dan menepuk pundak Mail sambil manggut-manggut...
Hari kamis pun datang... sambil bertanya...berapa harga karet pagi itu...
Ternyata harganya lima ribu rupiah per kilogram...
Sambil mengernyitkan dahinya lelaki itu berujar “untunglah” getahnya hilang... sehingga dia tidak perlu pusing untuk memikirkan membeli beras yang sudah selangit...
Makan apa kita seminggu kedepan Gok...? kata mail kepada Kakeknya...
Sambil tersenyum si “pugok” menjawab... “mail kamu harus sekolah”, dan “kita makan “HARAPAN”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H