Penanaman ideologi asing memang dapat mengubah cara berpikir seseorang. Namun, sebenarnya hal itu bukan lagi suatu ancaman serius bagi individu yang telah memahami karakter bangsanya karena setiap bangsa punya apa yang disebut Soekarno sebagai Weltanshauung atau pandangan dunianya sediri. Keragaman pandangan hidup yang telah ada itu di olah melalui pemikiran yang mendalam (philosophische grondslag) oleh para pendiri bangsa.Â
Dalam konteks Indonesia dinamakan falsafah Pancasila menjadi hasil dari konsesus kehendak umum (volonte generale) dan bagian final yang menentukan dari dialektika sebagai roh absolut bagi bangsa ini. Tidak ada yang sanggup mengubah Roh Absolut yang menjadi nikmat bagi bangsa ini selain sikap apatis dan individualis masyarakat itu sendiri dengan kata lain sebagaimana Allah SWT berfirman,
"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al-Anfal:53)
Apakah karena merasa paling pancasilais kita layak membuang jauh-jauh ide kebebasan dalam liberalisme sekalipun dalam artian berharap bebas mendapati kepemimpinan islam penuh wibawa bak seorang khalifah seperti yang didambakan HTI? atau pantaskah kita melarang keberadaan nilai-nilai corak produksi (basis) yang memiliki watak gotong royong (kerjasama kolektif) dan marhaenisme (perjuangan atas ketertindasan oleh sistem) dalam kesadaran masyarakat tanpa kelas komunisme? atau tidak bolehkah ada nilai sekularisme-religius yang disebut NKRI bersyariah oleh Habib Rizieq untuk masyarakat agamis Indonesia? Bukankah tiga hal itu terkandung dalam nilai-nilai pancasila itu sendiri? Mengapa pemerintah begitu khawatir akan ide Comunism, Caliphatesism, dan Marhaenism yang begitu utopis?
Ketiganya menjadi utopis sebab tuntutan mereka terhadap pemerintah begitu sulit seakan ingin menghidupkan suasana kerajaan surga untuk masyarakat duniawi.
 Bukankah pancasila itu sendiri utopia? Bagaimana tidak jika kelakuan pejabat dan aparat laksana malaikat yang sibuk memasukan golongan bersebrangan ke neraka penjara duniawi? Sepintas mengingatkan kita pada sebuah lirik lagu yang mengatakan, "orang bilang tanah kita, tanah surga" memang benar demikian, tetapi bukan berarti penguasa kita adalah Tuhan yang berhak menjustifikasi masyarakat manusianya. Hanya negara demokratik bebal saja yang menghendaki rakyat tidak banyak bicara dan hanya masyarakat primitif saja yang tidak menghendaki keterbukaan pemikiran.
Sekalipun cara penyelesaian para pembuat kebijakan saat ini masih belum sempurna, setidaknya mereka sudah berkerja. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita sebagai generasi penerus bangsa jangan sampai kita terjerumus kedalam penyimpangan berpikir yang dapat memperkeruh suasana politik bangsa dengan bergaining politic atau jual ayat kitab suci dan pasal karet demi kepentingan kelompok pribadi dan menciptakan ketidakadilan.
Ditulis oleh Fikri Imanudin & Ridwan Gunawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H