Mohon tunggu...
FIKRI IMANUDIN
FIKRI IMANUDIN Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seruan Pemilu! Pilih Pemimpin Seperti Apa?

14 Desember 2021   19:30 Diperbarui: 14 Desember 2021   19:59 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membahas soal pemilihan umum memang tidak pernah membosankan selama pembahasan tersebut didiskusikan dengan baik, santun dan jauh dari sikap fanatik terhadap seorang pemimpin. Sering kali kita bertanya-tanya soal kepantasan calon pemimpin yang akan kita pilih. Dalam pertarungan politik tak jarang kita dapati calon pemimpin yang berasal dari kalangan elite, yakni para petinggi partai, pemilik perusahaan besar, maupun seorang petahana melawan orang biasa, yakni mereka yang tidak berkedudukan dalam partai, pengusaha kecil, maupun seorang penantang dari seorang petahana. Bisa dibilang pertarungan tersebut akan memicu pengelompokkan status di masyarakat. Pada umumnya seorang pemilih maupun yang dipilih akan mendefinisikan dirinya ke dalam satu status sosial tertentu.

Namun, tak jarang ada pula calon pemimpin yang menempati dualitas status sosial. Dualitas adalah peran ganda yang sering kita temui dalam kehidupan. Dualitas dalam hal ini menjadikan calon pemimpin harus berada dalam lingkaran kaum elite sekaligus ada dalam lingkaran kaum biasa. Status para pemimpin di masyarakat sangatlah penting karena akan menjadi tolak ukur penilaian rakyat terhadap mereka dalam menentukan keberpihakan dan kepribadian mereka yang sebenarnya saat menjabat.

Maraknya kemunculan tokoh nasional yang dipandang akan terjun dalam kontestasi pemilu memunculkan stigma dimasyarakat. Salah satu stigma yang dipercaya oleh beberapa orang adalah adanya anggapan bahwa mereka yang terjun ke politik bertujuan untuk memupuk pundi-pundi kekayaan dan cenderung korup. Cara berpikirnya sederhana, calon pemimpin yang tidak kaya sebelum menjabat maupun calon pemimpin yang sudah kaya sebelum menjabat, keduanya sama-sama berpotensi melakukan korupsi hanya karena bertambahnya kekayaan mereka. Padahal, belum tentu kekayaan yang bertambah itu adalah hasil dari korupsi. Melihat permasalahan tersebut, muncul pertanyaan, manakah yang lebih baik memilih calon pemimpin yang tidak kaya atau calon pemimpin yang kaya?

Hal pertama yang harus kita lakukan sebelum menentukan pilihan adalah mengesampingkan terlebih dahulu berbagai stigma negatif yang ada dengan membersihkan hati dan terus mengharapkan kebaikan. Kita tidak boleh menyalahkan pemimpin yang akan dipilih sepenuhnya, tetapi sebagai rakyat yang sudah dapat memilih juga harus berintropeksi. Perilaku buruk para politisi di negeri kita, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme tak terlepas dari adanya beban tuntutan permintaan akan suatu pemberian yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, oknum partai politik, ataupun keluarganya sendiri yang mana ketiganya merupakan bagian daripada rakyat kita sendiri. Permintaan semacam itu masih dipandang baik dan wajar oleh masyarakat kita hanya karena pemberian tersebut memberikan manfaat dan keuntungan sesaat.

Biasanya, praktik seperti itu dilakukan oleh calon pemimpin dengan cara memberikan sejumlah pemberian kepada tim sukses yang kemudian akan mereka bagi-bagikannya kepada sebanyak mungkin calon pemilih sebelum terjadinya pemungutan suara. Kebaikan mereka itu tidak akan sia-sia jika pemberiannya dilakukan menjelang pemungutan suara sebab hal itu akan lebih diingat dihati masyarakat. Namun, sikap masyarakat yang seperti itu sebenarnya dapat dikategorikan kedalam konsep pragmatis. Mengutip pendapat ahli menurut Wona, pragmatis adalah sebuah konsep yang berlawanan dengan idealis, yang fokusnya melalui cara-cara praktis dan mengesampingkan sisi ketidakbergunaan. Cara praktis dan pragmatis seperti itulah yang berlawanan dengan sikap idealis para politisi. Sebaiknya, masyarakat pemilih tidak mengesampingkan nilai penting dalam kampanye.

Nilai penting dalam kampanye yang dimaksud adalah janji-janji dan rekam jejak kinerja politik para calon pemimpin. Adapun pemain baru yang tidak memiliki rekam jejak politik tetap dapat dinilai melalui sikapnya sebagai negarawan. Negarawan yang baik dapat berasal dari didikan partai politik sebab partai memang berfungsi untuk mencetak para negarawan. Namun, kadang-kadang calon pilihan dari partai juga tidak menjamin berkualitas sebab ada saja jalan pintas menuju takhta.

Partai politik yang baik adalah yang mengedepankan transparansi, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, terbuka untuk semua golongan, dan mendidik kadernya menjadi seorang negarawan yang baik. Negarawan yang baik adalah mereka yang berjuang untuk rakyat dan memperjuangkan kebutuhan rakyat. Rakyat yang baik adalah orang-orang yang mengubah cara berpikirnya menjadi positif dan berkontribusi pada negara agar korupsi tidak lagi menjadi sesuatu yang bisa kita banggakan karena Indonesia berada pada peringkat atas negara terkorup didunia.

Pemilihan umum di negara kita membuka kemungkinan adanya seorang pemimpin dari kalangan orang kaya, orang biasa maupun diantara keduanya. Diantara keduanya yang saya maksud disini bukanlah dua orang yang berbeda melainkan dua peran dalam satu pribadi seperti yang telah saya sampaikan terkait dualitas diatas. Selain melihat dari perspektif kekayaan dan lingkungan kepemimpinan seorang calon pemimpin, masih ada cara lain untuk melakukan penilaian terhadap mereka. Hal itu kembali pada penilaian diri masing-masing berdasarkan asas pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Alangkah baiknya kita tidak saling menghakimi dalam melakukan penilaian. Penilaian yang kita lakukan sudah semestinya bersifat rahasia atau hanya untuk penilaian pribadi dan bersikap jujur atau dilaksanakan sesuai aturan tanpa ada kecurangan.

Mari gunakan hak suara kita dalam pemilihan umum dan jangan khawatir terhadap kemungkinan apapun yang akan terjadi karena apa yang kita takuti belum tentu terjadi. Mengutip perkataan Bradley Whitford,

Infuse your life with action. Don't wait it to happen. Make it happen. Make your own future. Make your own love. And Whatever your beliefs, honor your creator. Not by passively waiting for grace to come down from upon high, But by doing what you can to make grace happen yourself right now, right down here on earth.

Maknanya adalah jangan hanya berdiam diri buatlah keputusanmu sendiri. Jadilah warga negara yang baik dengan turut serta dalam menentukan pilihan di PEMILU yang akan datang. Ingatlah! Keputusanmu saat ini akan menentukan dirimu di masa depan.

Adapun penjelasan terkait perbedaan gaya kepemimpinan antara orang kaya, orang biasa, atau orang yang diantara keduanya menurut saya pribadi adalah sebagai berikut:

A. Dipimpin orang kaya

1. Menuntut gaji tinggi

Sebagaimana karakter orang kaya yang akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan pendapatan. Para pemimpin dari kaum elite ini pun akan melakukan berbagai cara agar dapat meningkatkan pendapatan nasional karena dengan begitu pendapatan mereka juga akan bertambah. Hal itu menimbulkan reaksi pada masyarakat. Mereka yang menyukai kepemimpinan para elite ini akan ikut berpartisipasi untuk memperoleh peningkatan pendapatan sedangkan mereka yang tidak sanggup dengan kemewahan akan berdemonstrasi menolak kebijakan mereka.

2. Kerahasiaan menjadi kunci keberhasilannya

Orang-orang kaya cenderung memiliki banyak rahasia. Begitu pula para pemimpin dari kalangan elite ini. Mungkin, akan ada banyak peristiwa janggal mengandung misteri saat mereka menjabat. Bisa berupa perekonomian yang meroket secara mengejutkan, kebijakan yang direncanakan secara diam-diam dan bukan suatu hal yang mustahil jika akan ada kematian misterius orang-orang yang menentang pemerintahan. Rahasia yang tersimpan dengan baik berhasil melancarkan jalannya kepemimpinan mereka.

3. Kebijakan cenderung berpihak pada kaum elit

Orang-orang kaya cenderung mempertahankan kekayaannya. Salah satu caranya adalah menjaga orang-orang dalam lingkarannya tetap kaya. Hal itu serupa dengan apa yang akan dilakukan oleh para pemimpin dari kalangan elite. Kebijakan yang mereka terapkan cenderung membuka persaingan ekonomi. Jika kita tidak ingin dikalahkan, maka kita pun harus berjuang memperebutkan kekayaan.

4. Mengutamakan kemajuan identitas budaya bangsa

Para pemimpin dari kalangan elite memiliki kesamaan minat yakni pada budaya dan karya seni. Dengan begitu, mendorong kemajuan budaya bangsa akan jadi prioritas utama mereka. Sektor pariwisata dan komoditas khas daerah akan ditonjolkan dan itu bertujuan demi menambah pendapatan nasional dan memenuhi kepuasan hati mereka.

B. Dipimpin orang biasa

1. Pemerataan pendapatan

Orang yang tidak kaya cenderung menginginkan kemerataan. Tidak perlu kaya untuk menjadi hebat yang terpenting adalah memperkecil kesenjangan yang ada. Seperti itulah ciri kepemimpinan dari kalangan orang biasa.

2. Kehadiran ditengah rakyat menjadi kunci keberhasilannya

Para pemimpin dari kalangan biasa ini akan lebih sering hadir dihadapan publik ketimbang duduk disinggasananya. Kehadiran mereka akan tampak berbeda karena kesederhanaan penampilan, gaya bicara dan perilaku yang terlihat apa adanya. Tidak peduli walaupun dianggap pencitraan yang terpenting bagi mereka adalah menunjukkan simpatinya kepada rakyat. Dengan begitu, mereka berhasil menarik hati rakyat.

3. Kebijakan cenderung berpihak pada rakyat biasa

Namanya juga pemimpin dari kalangan biasa, tentu mereka sudah terbiasa dengan kehidupan rakyat biasa. Mereka sudah merasakan dan memikirkan solusi atas persoalan umum dimasyarakat. Dengan begitu, mereka pun akan terbiasa membuat kebijakan yang menyenangkan hati rakyat. Namun, perlu diketahui bahwa terbuka kemungkinan tetap ada pro-kontra dalam kebijakannya.


4. Mengutamakan pembangunan infrastruktur

Para pemimpin dari kalangan biasa ini telah melalui masa-masa sulitnya saat menjadi orang biasa. Apa yang mereka rasakan adalah ketidakmampuan menikmati mobilitas yang tinggi tidak seperti orang kaya yang bebas melalang buana dengan kekayaannya. Pergerakan akar rumput menjadi kunci utama keberhasilan mereka. Pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama mereka ketimbang memajukan budaya bangsa dengan tujuan supaya rakyat dapat menikmati fasilitas umum sehingga dapat meningkatkan pergerakan mereka.

C. Dipimpin orang yang diantara keduanya

1. Tidak begitu memperdulikan pendapatan

Pemimpin dengan dualitas status sosial cenderung bersikap objektif dalam urusan pendapatan. Mereka akan menerima gaji sesuai ketentuan. Bagi mereka yang terpenting adalah menjaga stabilitas perekonomian negara dan kesejahteraan warganya. Terdengar menjanjikan memang, tetapi dalam pelaksanaannya tidaklah mudah.

2. Terobosan baru menjadi kunci keberhasilannya

Mereka tidak begitu peduli dengan pencitraan diri ataupun kekayaan diri. Mereka hanya perlu fokus melakukan apa yang telah direncanakan sejak awal terpilih. Mereka lebih suka bekerja dibelakang layar meskipun itu tidaklah mudah. Ide-ide yang akan menjadi terobosan baru menjadi kunci keberhasilannya. Namun, rakyat tidak mudah percaya begitu saja. Beragam dugaan dan kritikan akan menerjang kinerja mereka apalagi jika dinilai mulai memihak satu golongan tertentu otomatis akan terjadi pergolakan dalam kepemimpinannya.

3. Sulit ditebak arah kebijakannya

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, mereka lebih suka bekerja dibelakang layar. Hal itu menyebabkan munculnya berbagai pertanyaan di masyarakat terkait arah kebijakan yang akan diputuskan. Sosialisasi kebijakan akan terus didengungkan, tetapi tak jarang masyarakat baru dapat memahaminya setelah mereka selesai menjabat. Hal itu terjadi karena banyaknya berita negatif yang beredar sehingga rakyat hilang kesabaran dan terus mencurigai mereka. Hal semacam ini dapat mengakibatkan singkatnya masa jabatan mereka jika tidak segera diatasi.

4. Mengutamakan membangun jalan pikiran

Para pemimpin yang menempati dualitas status dimasyakat menggambarkan kecerdasan dan kebijaksanaan jika mereka tetap berada dijalan tengahnya. Seringkali mereka memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang pada umumnya dan hal itu membuka ide-ide baru yang mungkin sulit diterima masyarakat. Dengan mengutamakan pembangunan jalan pikiran akan membentuk masyarakat yang bersikap moderat dan mengedepankan toleransi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat terjadi jika rakyat, pemimpin, dan partai politik saling bersinergi mewujudkan masyarakat yang berperadaban.

Kesimpulan

Siapapun calon yang akan muncul buatlah penilaianmu sendiri. Pilih dengan bijak tanpa ada 'jarak'. Pilihlah pemimpin yang memiliki kedekatan hati, visi-misi dan janji yang dapat ditepati. Hendak dipimpin oleh orang kaya, orang biasa, atau diantara keduanya sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun