Mohon tunggu...
Fikri Hadi
Fikri Hadi Mohon Tunggu... Dosen - Instagram : @fikrihadi13

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Surabaya || Sekjen DPP Persatuan Al-Ihsan. Mari turut berpartisipasi dalam membangun kekuatan sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan Umat Islam di Persatuan Al-Ihsan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Negara Hukum Hanya Dimaknai Sebatas Hukum Positif

26 Agustus 2024   10:49 Diperbarui: 26 Agustus 2024   10:55 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Peringatan Darurat yang ramai di media sosial sejak 21 Agustus 2024 lalu. Sumber : Kompas

Banyak yang menilai pasal tersebut bernuansakan politis sebagai balas budi kepada ormas tertentu atas dukungannya pada Pilpres lalu. Ada juga yang menilai pasal tersebut merupakan upaya oligarki untuk melanggengkan bisnisnya dengan menjebak ormas keagamaan.

Terlepas dari perdebatan tersebut, yang jelas pasal tersebut telah menjadi hukum positif di Indonesia. Hukum positif merujuk pada pengertian hukum yang berlaku saat ini atau istilah di kalangan akademisi hukum disebut ius constitutum.

Prof. Bagir Manan, salah satu pakar Hukum Tata Negara di Indonesia sekaligus Ketua Hakim Mahkamah Agung Tahun 2001-2008, menyebutkan dalam bukunya 'Hukum Positif Indonesia (Satu Kajian Teoritik)', bahwa hukum positif (dalam konteks ini ialah hukum positif Indonesia) sebagai 'kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia.

Pandangan tersebut erat kaitannya dengan salah satu pandangan dalam filsafat hukum yakni positivisme hukum dengan tokoh seperti John Austin.  Positivism memaknai hukum sebagai Ius Constitutum atau hukum yang ada dan berlaku.

Hakikat hukum sendiri menurut John Austin terletak pada unsur "perintah" yang dibuat oleh penguasa yang berdaulat yang ditujukan kepada yang diperintah dengan disertai sanksi apabila perintah itu dilanggar.

Austin menolak pandangan teori hukum kodrat tentang hukum dan dengan itu menarik garis pembatas yang tegas antara hukum dan moral. Dengan pemikiran seperti ini, Austin hendak menegaskan bahwa hukum bukanlah sekedar nasihat moral yang tidak memiliki implikasi hukuman/sanksi apapun. Ketika hukum tidak lagi dapat dipaksakan, yakni pelanggarannya dikenai hukuman atau sanksi hukum, maka hukum tidak lagi dapat disebut hukum. Hukum kehilangan esensinya sebagai komando.

Satu sisi, pemikiran tersebut tepat bila dikaitkan dengan salah satu tujuan dari hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch, yakni kepastian hukum. Namun pada sisi lain, bila hukum dipandang sebagai hukum positif saja, maka yang terjadi adalah akan seperti halnya dengan yang terjadi di Indonesia saat ini.

Bila konsep negara hukum diartikan sebatas bahwa penyelenggaraan bernegara hanya berdasarkan hukum positif semata, maka bilamana pembentuk hukum bisa saja menciptakan suatu hukum untuk melegitimasi kepentingan dirinya atau kelompoknya semata.

Hal tersebut tak ada bedanya dengan rezim Orde Baru yang menggunakan sarana hukum positif untuk melanggengkan kekuasaannya atau melancarkan kepentingan kelompoknya. Seperti penyalahgunaan UU Subversi untuk menyingkirkan kelompok yang kontra dengan Orde Baru atau melegitimasi sejumlah pelanggaran HAM masa lalu demi atas nama stabilitas nasional.

Inilah yang harus diperbaiki saat ini. Tidak boleh penguasa menggunakan hukum baik dalam suatu undang-undang yang dibuat oleh Legislatif, Regulasi yang diterbitkan oleh Eksekutif  maupun putusan yang diputus oleh lembaga judicial atau Yudikatif untuk menguntungkan kepentingan kelompoknya semata.

Konsep negara hukum yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 tersebut seyogyanya tidak diartikan hanya sebatas hukum positif semata. Tujuan terciptanya negara hukum bukan hanya sebatas untuk ketertiban semata, tetapi untuk menciptakan keadilan yang membawa kebaikan, damai dan sejahtera bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun